Oleh: Wahyu Setiawati
(Pemerhati Sosial )
Perdagangan manusia di Indonesia tidak ada habisnya. Pemerintah pun mengakui sulitnya memberantas mafia perdagangan orang, karena justru banyak oknum di pejabat pemerintahan yang ikut bermain. Derasnya turis asing yang berkunjung ke Indonesia, tentunya membawa angin segar bagi dunia pariwisata Indonesia. Namun, bahaya lain mengintai yaitu kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Diberitakan melalui KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi membenarkan ada perempuan warga negara Indonesia ( WNI) yang diduga menjadi korban perdagangan manusia di China. Setelah Partai Solidaritas Indonesia (PSI) bertemu Presiden Joko Widodo, Kamis (18/7/2019) kemarin serta melaporkan dugaan perdagangan manusia, Retno langsung menghubungi Duta Besar China yang ada di Jakarta untuk mengonfirmasi informasi itu.
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) melapor kepada Presiden Joko Widodo mengenai sejumlah warga negara Indonesia yang menjadi korban perdagangan manusia ( human trafficking) dan masih tertahan di China. Laporan itu disampaikan saat para pengurus PSI bersilaturahim dengan Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (18/7/2019).
"Mumpung ada kesempatan, kami sampaikan ke beliau berbagai update, termasuk yang kami advokasi, ada sejumlah perempuan Indonesia yang jadi korban human trafficking sekarang masih tertahan di luar negeri enggak bisa pulang," kata Ketua Umum PSI Grace Natalie kepada wartawan selepas pertemuan.
Grace menyampaikan, PSI berupaya mengadvokasi kasus perdagangan manusia ini sejak tahun lalu. Para perempuan asal Jawa Barat itu, menurut dia, saat ini masih tertahan di KBRI Beijing. Grace menyebut, Presiden Jokowi kaget mendengar laporan dari PSI ini. Ia pun langsung menelepon Menlu Retno Marsudi untuk menindaklanjuti proses kepulangan mereka. (Kompas.com 18-7-2019)
Namun, Retno mengakui, ada perbedaan pandangan antara hukum Indonesia dengan hukum di China mengenai persoalan tersebut. Retno menjelaskan, para wanita itu dikirim ke China untuk menikah dengan lelaki asal Negeri Tirai Bambu itu dengan imbalan sejumlah uang. Hukum di Indonesia berpandangan bahwa peristiwa itu dikategorikan sebagai bentuk perdagangan manusia. Apalagi, pemerintah Indonesia sudah memiliki bukti kuat bahwa mereka adalah benar korban perdagangan manusia. Sementara hukum China berpandangan bahwa hal tersebut merupakan masalah keluarga. (18-7-2019)
Saat ini, pemerintah Indonesia masih fokus memulangkan para wanita tersebut ke Indonesia. Diketahui, sudah ada wanita yang berhasil dipulangkan. Untuk mencegah hal
semacam ini terjadi kembali, Retno mengatakan Kemlu akan aktif berkomunikasi dan menggelar sosialisasi ke daerah asal para WNI tersebut. Kemlu akan memberikan pemahaman agar masyarakat, terutama wanita, untuk waspada apabila menemukan tawaran untuk menikah di luar negeri. Kontan.co.id (19-7-2019)
Mengapa, human trafficking belum menjadi pusat perhatian pemerintah dan aparat penegak hukum? Bagaimana mewujudkan hukum tanpa memberikan toleransi bagi para pelaku TPPO tersebut. Sebab human trafficking bukan hanya tindak pidana, tapi sudah menyangkut kejahatan manusia.
Undang Undang Yang Tak Berjalan.
Jika melihat kasus perdagangan manusia yang terjadi di Indonesia, sepertinya pemerintah Indonesia tidak sepenuhnya dapat memenuhi standar minimum pemberantasan perdagangan orang. Meskipun pemerintah tengah mengerahkan upaya yang signifikan guna mewujudkannya. Berdasarkan hasil di lapangan, Pemerintah Indonesia memang menunjukkan upaya yang lebih baik dibandingkan dengan periode pelaporan sebelumnya, namun tetap saja Indonesia masih berada di Tingkat 2 dalam pemberantasan human trafficking.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk menindak pelaku perdagangan manusia adalah adanya UU TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) Nomor 21 tahun 2007. Berdasarkan Laporan Tahunan Perdagangan Orang 2016, pemerintah telah menghukum 199 pelaku perdagangan manusia, dan memulangkan 5.668 warga negara Indonesia yang teridentifikasi sebagai korban perdagangan orang di luar negeri. Jumlah korban perdagangan manusia yang ditangani aparat penegak hukum pada 2013 sebanyak 427 orang, 2014 (434), 2015 (288), 2016 (332), dan 2017 (1.451).
Jumlah sebenarnya bisa jadi jauh lebih besar dari data yang disebutkan. Setidaknya terdapat beberapa faktor persoalan human tafficking yang perlu digaris bawahi agar tidak berulang kembali. Antara lain Faktor kehidupan sekuler yang kapitalistik. Sekularisme memang menjadi biang dari segala penyakit sosial. Akibat penerapan sistem ini, manusia menjadi makhluk yang bebas aturan. Agama tak lagi dijadikan dasar dalam menjalani kehidupan. Pemikiran kapitalistik yang begitu mendewakan materi menghasilkan manusia yang hanya mengejar kehidupan dunia dengan kacamata uang. Halal haram tak lagi menjadi standar perbuatan. Keluarga berantakan, anak terabaikan.
Selain itu tuntutan ekonomi yang sulit seringkali dialami oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Hingga menyebabkan nekat bekerja ke luar negeri. Masyarakat di negara kita mudah diimingi gaji tinggi. Dengan harapan mendapat kehidupan yang lebih baik di negeri orang. Begitu mudahnya tergiur dengan tawaran yang menjanjikan.
Disusul dengan lemahnya penegakan hukum, menambah deret konflik yang berkepanjangan. UU TPPO Nomor 21 tahun 2007 nyatanya tidak mampu memberi efek
jera bagi pelaku. Sistem sanksi hukum yang lemah membuka peluang terjadinya tawar menawar hukuman antara pelaku dengan pihak berwenang. Asal ada uang, kasus melayang.
Selain itu tingkat pendidikan yang rendah turut pula menjadi penyebab human trafficking. Sebab sebagian besar korban human trafficking dari kalangan masyarakat rata rata berpendidikan rendah. Pengetahuan yang minim terkait pekerjaan, prosedur ketenagakerjaan, hingga keterampilan, menjadi alasan dari berbagai kasus yang ditemukan. Rata-rata para pekerja tak memiliki dokumen dan surat-surat yang sah. Hingga pada akhirnya mereka menjadi korban penipuan massal para pelaku perdagangan manusia.
Walaupun pemerintah Indonesia telah menunjukkan peningkatan upaya dengan melakukan lebih banyak penyelidikan, penuntutan, penjatuhan hukuman kepada para pelaku perdagangan manusia, dan identifikasi lebih banyak korban dibandingkan tahun sebelumnya sekaligus telah memulangkan dan memberikan layanan kepada lebih banyak warga negara Indonesia yang menjadi korban di luar negeri dengan menerapkan peraturan baru untuk mencegah perdagangan manusia di berbagai sektor industri, melalui negosiasi dengan sektor swasta dalam usaha mengurangi kerentanan para pekerja Indonesia di luar negeri dan juga mengadakan pelatihan untuk para pegawai pemerintah dan aparat penegak hukum. Namun belum mengurai benang kusut kejahatan kemanusiaan di Indonesia.
Tindak korupsi yang kian marak di kalangan pejabat menyebabkan terhambatnya upaya pemberantasan perdagangan orang serta memungkinkan para pelaku perdagangan manusia bebas beroperasi tanpa jerat hukum. Undang-Undang TPPO tahun 2007 memuat syarat keterlibatan kekerasan, tipuan, atau paksaan pada kasus perdagangan seks anak yang dinilai tidak konsisten dengan hukum internasional. Kurangnya pengetahuan pejabat tentang indikator-indikator dan peraturan terkait perdagangan manusia menghalangi upaya identifikasi korban secara proaktif serta menghambat upaya penegakan hukum.
Memutus Rantai Human trafficking
Islam memiliki aturan kehidupan yang lengkap. Melalui Syariat Islam, kasus perdagangan manusia akan diputus dengan tuntas. Pertama, penguatan fungsi keluarga. Sebab sebagian besar korban human trafficking dilatarbelakangi kondisi keluarga yang rapuh. Sehingga banyak keluarga tak paham apa dan bagaimana membangun keluarga berdasarkan akidah Islam. Keluarga yang paham Islam akan mengajarkan anak-anak mereka dengan iman. Orang tua memberikan pendidikan dan pengawasan terhadap anak mereka. Maka dari sinilah terbentuk individu yang taat kepada Allah SWT.
Kedua, kontrol masyarakat menjadi amat penting, sebab dengan diterapkannya sistem Islam, maka akan terbentuk masyarakat Islami. Masyarakat memiliki fungsi pengontrol perilaku anggota masyarakat lainnya. Mereka menyadari amar makruf nahi munkar menjadi kewajiban setiap orang. Masyarakatlah yang menjadi pengontrol setiap kemaksiatan yang terjadi.
Ketiga, optimalisasi peran negara. Negara sebagai institusi tertinggi turut memberikan keamanan dan jaminan. Sistem sanksi yang tegas memberikan efek jera bagi pelaku. Negara memberikan jaminan pendidikan yang berkualitas sehingga tak ada lagi masyarakat berpendidikan rendah. Negara juga memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dengan sistem ekonomi Islam yang bermaslahat dan berkeadilan.
Sistem Islam menjadi jawaban manakala sistem sekuler – kapitalis terbukti gagal membentuk peradaban yang memanusiakan manusia. Penerapan Islam dari aspek keluarga, masyarakat, dan negara akan mewujudkan tatanan kehidupan yang lebih baik. Individu bertakwa, masyarakat berdakwah, dan negara menerapkan syariah. Wallahu a'lam.