Habis HTI Kini Giliran FPI



Oleh : Hamsina Halisi Alfatih


 19 Juli 2017 lalu, rezim Jokowi berhasil “membubarkan” HTI dengan mencabut status badan hukum organisasi kemasyarakatan tersebut. Hal ini kemudian menjadi wacana bagi Presiden Joko Widodo untuk membubarkan FPI bentukan Habib Riziq Shihab itu.

Dilansir dari DetikNews.com dalam wawancaranya dengan Associated Press (AP), Jokowi menyebut ‘sepenuhnya mungkin’ melarang FPI dalam lima tahun terakhir dirinya menjabat. Jokowi menekankan pelarangan FPI ini mungkin saja dilakukan jika FPI tidak sejalan dengan ideologi bangsa dan mengancam keamanan NKRI.

Jokowi mengatakan kepada media asing The Associated Press bahwa “sepenuhnya memungkinkan” baginya untuk melarang Front Pembela Islam (FPI) yang berhaluan keras dalam masa jabatan lima tahunnya yang kedua.

Hingga saat ini ormas Front Pembela Islam (FPI) bentukan Habib Rizieq Syihab masih mengurus perpanjangan izin ke pemerintah karena ada syarat yang belum dipenuhi. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan FPI bisa saja dilarang jika tidak sejalan dengan ideologi bangsa.

Hal ini pula telah direspon sebelmnya oleh Wiranto pada saat rapat Rakortas tingkat mentri di kantornya (19/7). Ia menuturkan terkait masa izin FPI yang telah berakhir pada tanggal 20 juli 2019.

“Kemudian untuk FPI, organisasi ini kan sebenarnya izinnya sudah habis tanggal 20 Juni yang lalu, tapi sementara ini kan belum diputuskan ya izin itu dilanjutkan, diteruskan, diberikan atau tidak,” kata Menko Polhukam Wiranto seusai rapat koordinasi terbatas (rakortas) tingkat menteri di kantornya, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (19/7).

Menyikapi hal tersebut FPI berkemungkinan akan bernasib sama layaknya HTI sebagaimana yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam pencabutan BHP organisasi tesebut. Alasan klasik  ini memang tak masuk akal, ketika memposisikan kedua organisasi islam ini sebagai pengancam kedaulatan bangsa serta 'ideologi’ bangsa ini.


Sebagaimana yang kita ketahui bahwa dakwah yang dilakukan baik HTI maupun FPI hanyalah beramar ma'ruf nahi mungkar dan menegakkan islam sebagai aturan hidup, dalam mengatur segala urusan kehidupan berbangsa, bernegara dan beragama.


Maka berkaca dari hal tersebut, dengan alasan bahwa baik HTI maupun FPI yang kegiatan dakwahnya mengancam ‘ideologi' bangsa ini sungguh tidak masuk akal. Sebab problematika sesungguhnya yang paling mengancam kedaulatan NKRI maupun 'ideologi’ bangsa ini para kapitalis barat maupun china.


Organisasi Islam Bukan Ancaman


Dakwah yang dilakukan oleh Front Pembela Islam (FPI) dalam beramar ma’ruf nahi mungkar memang terlihat tegas, namun hal ini dinilai oleh rezim Jokowi sebagai kekerasan. Begitupun halnya dakwah yang dilakukan oleh HTI yang senantiasa membongkar kebusukan rezim. 

Wajar bilamana hal ini membuat penguasa dinegri ini merasa terancam, sehingga menjadikan kekuasaan mereka sebagai alat untuk mematikan dakwah organisasi kemasyarakatan yang tak sejalan dengan keinginan mereka.

Kita tentu tahu bahwa FPI adalah organisasi yang paling aktif dalam membantu korban bencana alam di beberapa daerah. Selain itu FPI juga kerap tegas dalam memberantas kemaksiatan di tempat-tempat hiburan malam.

Meskipun fikroh dan thoriqoh HTI dan FPI berbeda, namum keduanya sama-sama ingin menegakkan islam dinegri ini. Lantas salah kedua organisasi ini apa? Keduanya tidak melakukan korupsi, tidak menjual aset- aset negara, dan bahkan tidak menjadikan negri ini dikuasai oleh orang-orang kapitalis.


Ketidak adilan yang dipertontonkan rezim ini memang sudah melampaui batas, yang tak hanya melakukan persekusi terhadap simbol islam, aktivis dakwah, pembubaran pengajian serta mematikan dakwah organisasi islam yang tak sejalan dengan kemauan mereka.

 Tetapi dilain pihak, justru mereka melegalkan LGBT, tempat hiburan malam, terpeliharanya korupsi, hingga menjadikan negri ini perlahan dikuasai oleh kapitalis china.



Maka memandang hal ini, justru seharusnya rezim jokowi memberi ruang terhadap organisasi kemasyarakatan manapun dinegri ini dalam mendakwahkan islam. Sebab tak ada organisasi islam manapun yang dakwahnya mengancam kedaulatan negri ini, kecuali jika organisasi tersebut memiliki kepentingan politik di dalamnya.



Tetap Semangat Berdakwah, Legalitas Hanya Milik Allah


Allah subhanahu wata'ala berfirman:


وَلۡتَکُنۡ مِّنۡکُمۡ اُمَّۃٌ یَّدۡعُوۡنَ اِلَی الۡخَیۡرِ وَ یَاۡمُرُوۡنَ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ یَنۡہَوۡنَ عَنِ الۡمُنۡکَرِ ؕ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ 

Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.(Ali Imran 3:104).



Dalil ini menjelaskan bahwa setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan memiliki kewajiban yang sama dalam berdakwah. Dan legalitas dalam mendakwahkan islam adalah langsung perintah dari Allah swt, bukan harus melaui izin dari pemerintah.

Dalam mendakwahkan islam memang resikonya cukup berat, apalagi berada dalam kekuasaan rezim sekuler yang secara nyata membenci ajaran islam.



Oleh karena itu, dakwah tetap akan digencarkan meskipun tanpa legalitas dari pemerintahan. Seperti halnya ketika status badan hukum HTI yang telah dicabut, namun idealisme para pengemban ideologinya tidak akan pernah mati.

Sebab ketundukan kita sebagai muslim hanyalah taat kepada Allah swt bukan kepada manusia. Kewajiban kita adalah tetap memperjuangkan hak-hak Allah yaitu menegakkan islam di muka bumi ini.


Wallahu A'lam Bishshowab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak