Oleh : Ummu Khansa
(Penulis adalah Pemerhati Perempuan dan Generasi)
Kesejahteraan Guru tidak tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) Kabupaten Blitar belum menemukan titik terang. Perwakilan mereka meluruk Pemkab Blitar dan mengancam mogok kerja bila tetap tidak ada payung hukum pada nasib mereka ke depan. (16/7/2019).
Perwakilan GTT PTT ini ditemui oleh Sekretaris Daerah, Kepala Dinas Pendidikan, dan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (BKPSDM).
Hasilnya pemerintah menjanjikan mengupayakan penerbitan SK Bupati untuk menjamin kesejahteraan para GTT PTT.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar, Budi Kusumar Joko mengatakan, pemberian SK Bupati ini, nantinya menjadi dasar bagi 2.481 GTT PTT Kabupaten Blitar untuk mengikuti sertifikasi guru.
Mereka juga mendapat tambahan kesejahteraan lainnya, salah satunya dengan pengambilan sebagian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk honorarium.
“Dampaknya dalam Permen no 51, guru GTT bisa diberikan honorarium lewat BOS bila ada surat penugasan dari kepala daerah,” ungkapnya.
Menanggapi itu, Perwakilan GTT PTT Non K Sumari mengatakan, keputusan Pemkab Blitar ini dianggap masih kurang signifikan. Sebab honorarium tambahan dari BOS hanya 15 persen, terhitung kecil.
Mereka meminta agar honorarium dianggarkan khusus dalam APBD. Mengingat daerah lain, misal Probolinggo dan Kediri juga menganggarkan gaji GTT PTT dalam APBD. Membuat honor mereka minimal sesuai Upah Minimal Kota/Kabupaten (UMK).
“Ini audensi kita kedua sejak 27 Maret lalu. Rapi hasilnya belum memuaskan. Sebab selama ini gaji kita rata-rata Rp 100 ribu dan paling banyak Rp 150 ribu,” keluh Sumari.
Dikatakan Sumari, kini pihaknya masih menunggu apakah pemerintah atau DPRD bisa menganggarkan honorarium mereka di Perubahan APBD (P-APBD P) 2019 ini. Bila tidak mereka akan menggelar aksi mogok kerja usai pembahasan P-APBD.
“Kalau usai pembahasan Perubahan APBD pada 8 Agustus nanti pemerintah tidak mengganggarkan kita ke APBD, kita akan mogok kerja bersama,” pungkasnya.
Demokrasi membuat calon pemimpin mudah berjanji. Menjanjikan kesejahteraan, keamanan, kedaulatan, dan seabrek janji yang kini tinggal mimpi. Harapan-harapan manis selalu ditebarkan di masa kampanye, agar suara tak membludak di pihak lawan. Namun, setelah terpilih jadi pemimpin, rakyat yang jadi korban. Dihempaskan jatuh setelah dibiarkan berharap terlalu jauh.
Gambaran buruk yang menimpa para pendidik generasi tak lepas dari sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Perhitungan untung rugi menjadi bahasan utama. Pun dalam mengurus kepentingan warga negara, pemerintah menempatkan diri sebagai regulator semata. Terkait prakteknya, biarkan uang yang bekerja. Maka, sesiapa yang memiliki dana, ialah yang paling berhak mengecap sejahtera.
Berbeda dengan Islam. Islam memandang bahwa penguasa adalah penanggung jawab utama keberlangsungan hidup masyarakat. Khilafah Islam wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya secara langsung. Dan syara' telah menetapkan bahwa negara yang secara langsung menjamin pengaturan pemenuhan kebutuhan primer ini (Abdurrahman Al-Maliki, 2001 hal. 186).
Penguasa berkewajiban memenuhi segala keperluan mendasar warga negara seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara optimal. Maka, gambaran pendidikan dalam Islam adalah pendidikan gratis berkualitas yang diampu oleh para pengajar terbaik serta fasilitas penunjang yang lengkap. Kesejahteraan para pendidik pun tidak perlu dikhawatirkan. Khalifah Umar bin Khattab misalnya, menggaji para guru sebesar 15 dinar sebulan. Itu setara dengan Rp 33.000.000 di masa kini.
Pemenuhan kebutuhan masyarakat oleh negara didukung dengan politik ekonomi Islam yang kokoh. Sistem pendidikan formal yang diselenggarakan Negara Khilafah memperoleh sumber pembiayaan sepenuhnya dari Negara (Baitul Mal).
Terdapat dua sumber pendapatan Baitul Mal yang dapat digunakan membiayai pendidikan, yaitu (1) pos fa'i dan kharaj yang merupakan kepemilikan negara- seperti ghanimah, khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah dan dhariibah (pajak); (2) pos kepemilikan umum seperti tambang minyak dan gas, hutan, laut dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan).
Adapun pendapatan dari pos zakat tidak dapat digunakan untuk pembiayaan pendidikan karena zakat mempunyai peruntukannya sendiri, yaitu delapan golongan mustahik zakat (QS:9:60) (Zallum, 1983; an-Nabhani,1990).
Andaikan penerimaan tersebut tidak mencukupi, negara akan mengupayakan segera dengan cara utang tanpa riba. Biaya pendidikan dari Baitul Mal itu secara garis besar dibelanjakan untuk dua kepentingan. Pertama, untuk membayar gaji segala pihak yang terkait dengan pelayanan pendidikan seperti guru, dosen, karyawan,dan lain-lain. Kedua, untuk membiayai segala macam sarana dan prasarna pendidikan, seperti bangunan sekolah, asrama, perpustakaan, buku-buku pegangan, dan sebagainya (An-Nabhani, 1990).
Demikianlah gambaran pendidikan dalam Islam. Hanya saja, hal tersebut takkan pernah terwujud tanpa adanya institusi negara Khilafah yang berkomitmen menerapkan syariat kaffah. Khilafah Islam telah diruntuhkan sejak tahun 1924. Inilah saatnya kaum muslim berjuang mewujudkan kembali kekhilafahan berdasarkan manhaj kenabian. Itulah khilafah yang dijanjikan oleh Allah SWT.
“Periode kenabian akan berlangsung pada kalian dalam beberapa tahun, kemudian Allah mengangkatnya. Setelah itu datang periode khilafah aala minhajin nubuwwah (kekhilafahan sesuai manhaj kenabian) selama beberapa masa, hingga Allah mengangkatnya. Kemudian datang periode penguasa yang menggigit selama beberapa masa.
Selanjutnya datang periode penguasa yang memaksakan kehendak dalam beberapa masa hingga waktu yang ditentukan Allah. Setelah itu akan terulang kembali periode khilafah ‘ala minhajin nubuwwah. Kemudian Nabi Muhammad saw diam” (HR. Ahmad, shahih). [Ummu Khansa: dari berbagai sumber].