Oleh : Srikandi Nusaibah
Politik berdarah perebutan kursi kekuasaan sepanjang sejarah Indonesia kian pekik. Pertama dalam sejarah Indonesia orang yang mengalami gangguan mental (gila) mempunyai hak suara dalam pemilihan penguasa dan pertama dalam sejarah pemilu yang memakan korban jiwa yang sangat fantastis.
Menurut data Kementerian Kesehatan melalui dinas kesehatan tiap provinsi mencatat petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang sakit sudah mencapai 11.239 orang dan korban meninggal 527 jiwa.
Berdasarkan siaran pers Kementerian Kesehatan yang diterima di Jakarta, Kamis (16/5/2019), seperti dikutip Antara, jumlah korban sakit dan meninggal tersebut hasil investigasi Kemenkes di 28 provinsi per tanggal 15 Mei 2019. (Kompas.com)
Dari sekian jumlah diatas, tidak ada satupun korban yang di otopsi untuk mengetahui penyebab pasti kematian masal tersebut. Meskipun masyarakat butuh penjelasan akan hal itu.
Tidak sampai disitu, penghitungan suara era digital yang dapat dipantau oleh seluruh rakyat indonesia mengalami banyak keganjilan. Mulai dari kesalahan penginputan yang tidak sesuai dengan C1, pengurangan jumlah untuk suara 02 dan penambahan angka untuk 01, itu sangat terang benerang. Tidak hanya satu TPS, tapi banyak. Dan KPU mengakui itu sebagai human eror. "Kalau kita cermati kekeliruan itu 100 persen human error dan bukan karena petugas KPU ingin curang," ujar Komisioner KPU Wahyu Setiawan di Jakarta, Minggu (21/4/2019).
Namun, sebagian besar masyarakat mengangap itu bukanlah human eror belaka. Namun ada kecurangan yg tersistematis dan masif. Terlebih beredarnya banyak vidio amatiran masyarakat yang menangkap kejadian-jejadian yang tidak biasa di tempat TPS.
Lalu masyarakat dibuat gempar saat pengumuman pemenang terpilih sementarapun tidak pada tanggal yang disepakati dan disampaikan dini hari saat masyarakat terlelap.
Kendati demikian, kubu pertahanan tetap menganggap semua baik-baik saja dan berjalan aman dan damai bahkan menyenangkan.
Namun tidak dengan kubu oposisi. Merasa dicurangi lalu mengambil jalur gugatan kepada MK sebagai jalan akhir. Dan ternyata kubu oposisi kalah dalam bukti. Puluhan vidio media masa ternyata tidak dapat dijadikan bukti dalam sidang.
Masyarakat dibuat heran dengan alur cerita yang menggemaskan. Teringat kasus HRS dengan vidio chatnya disosial media yang dijadikan bukti dan diproses hukum. Lalu buni yani yang mengambil bukti dari vidio sosial media. Lalu banyak kasus serupa terjadi. Namun tidak untuk hal ini.
Kalahnya oposisi menjadikan pertahanan 2 periode.
Namun kenapa masyarakat mayoritas tidak bersuka cita? Lalu kemanakah suara mereka?
Apakah ini hasil dari dana 27 Triliun dalam pesta demokrasi?
Sungguh, Sistem Islam sangatlah agung.
Dana yang begitu besar tidak akan dipergunakan untuk hal yang mubadzir. Karena masih banyak jutaan masyarakat kelaparan, jutaan anak-anak putus sekolah, jutaan ayah pengangguran, jutaan rakyat yang direnggut hak-haknya.
Untuk pemilihan khalifah, hanya ditentukan oleh orang-orang terpilih. Para ulama, dan perwakilan yang terjamin ketaqwaanya. Dan masyarakat hanya tinggal membai'at pemimpin terpilihnya.
Tanpa pesta, tanpa huru hara, tanpa memakan korban jiwa, tanpa dana puluhan Triliyun.
Sistem Islam adalah sistem agung. Peradaban Islam adalah peradaban gemilang.
Lalu masih mau dibodohi Demokrasi? Dengan ide sekuler dan kapitalis didalamnya? Warisan para penjajah.
Kenalilah Islam, kenalilah Syari'ah Khilafah. Warisan Rasulallah Salallahi alaihi wa salam.
Lalu kembalilah pada sistem Islam.
SYARI'AH KHILAFAH
Wallahu a'lamu bisyowab