"Fresh Graduate" Berjuang Memburu "Duwet"



Oleh: Bu Lisaja


Saat kapitalisme membelit kehidupan, maka tak heran kapital menjadi buruan. Sekolah didirikan untuk memenuhi faktor -faktor produksi, bukan lagi berfikir bagaimana membangun generasi. Hasilnya, lulusan hanya berfikir memburu kapital. Kehidupan mewah dengan harta berlimpah menjadi impian. Bahkan, ijazah belum dibagi sudah antre  meraih mimpi ke luar negeri. Bahkan kadang berkorban harta. Minimnya lapangan pekerjaan dan upah yang tidak layak, menjadikan TKI sebagai pilihan. Inilah yang terjadi di negeri ini termasuk di daerah madiun dan sekitarnya.

Setidaknya, pelajar SMK lulusan tahun ini berbondong-bondong mendatangi Dinas Tenaga Kerja (DISNAKER). Mereka mengurus kartu tanda pencari kerja atau AK 1, kendati ijazahnya belum keluar. Menurut Kasi Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Disnaker Kabupaten Madiun Puguh Budi Santos, tidak sedikit calon TKI yang datang mengurus AK 1 membawa ijazah SMP. (Radarmadiun.co.id, 26/06/19)

Fakta yang tidak bisa dtutupi, negeri dimana “kail dan jala cukup menghidupimu”, mengapa anak - anak bangsa ini rela untuk jadi buruh di negeri orang? Mungkin ini karena kondisi. Tuntutan hidup kian meningkat. Bekerja di dalam negeri pun tak kebagian tempat. Usaha sana sini pasti kena sikat, oleh mereka yang lebih kuat.

Faktor utama adalah ekonomi keluarga dan keterbatasan lapangan kerja. Tetapi ada variabel lain yang ikut berperan dan menjadi daya dorong begitu kuat. Diantaranya, iming-iming untuk mendapat uang banyak. Inilah yang menjadi pendorong remaja - remaja kita tertarik bekerja di luar negeri.

Sebenarnya bukan persoalan bekerja di luar negeri. Namun, yang menjadi perhatian TKI yang saat ini banyaknya pekerja kasar alias buruh. Kadang mendapatkan perlakuan sewenang - wenang bahkan melebihi budak. Mengapa ini terjadi? Ini disebabkan TKI kita kurang dari sisi kemampuan untuk bersaing. Hasilnya buruh kasar menjadi tempat tujuan. Maka, hal ini jelas menjadi bahan evaluasi.

Belum lagi gaya hidup bebas yang kental dalam kehidupan kapitalis sekuler di negara tujuan. Report resmi dari NGO Perth Finder pernah menulis. Di Hong Kong itu ada sekitar 1.000 tenaga kerja perempuan dan 1.000 anaknya diasuh oleh NGO karena kelahirannya tidak dikehendaki, lantaran terdapat 30% tenaga kerja Indonesia (TKI) yang mengidap penyakit HIV. Dampak kehidupan bebas inipun sangat berpengaruh pada kehidupan  keluarga di dalam negeri.

Persoalan ini tidak semata - mata disebabkann potret dunia ketenagakerjaan. Namun, persoalan tersebut muncul dan diakibatkan juga oleh persoalan - persoalan mendasar di negeri ini. Politik pemerintahan, sosial ekonomi kemasyarakatan, pendidikan dsb. Akibat kebijakan politik dan ekonomi yang keliru, Indonesia mengalami persoalan ekonomi yang serius. Berbagai kebijakan investasi misalnya belum berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan masyarakat luas. Bahkan investasi asing yang membawa seperangkat MOU justru menggeser peran dan posisi tenaga kerja kita untuk di ambil alih TKA. Pemberian kesempatan luas bagi TKA menambah rumitmya persoalan. Tentu saja menambah daftar panjang pengangguran di Indonesia.

Demikian juga pengelolaan SDA yang seharusnya dapat dinikmati rakyat dalam bentuk tunjangan pendidikan, kesehatan belum dirasakan. Alih alih subsidi untuk kesehatan, rakyat justru dibebani tanggungan BPJS yang tidak murah. Pendidikan murah dan berkualitas masih menjadi angan - angan. Maka wajar pula dalam persoalan ketenagakerjaan kita masih menghadapi kualitas SDM yang rendah.

Sehingga pangkal persoalan yang terjadi dalam ketenagakerjaan ini adalah “upaya pemenuhan kebutuhan hidup”. Kelangkaan lapangan pekerjaan berdampak pada ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup. Gaji yang rendah di dalam negeri juga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pemenuhan kebutuhan hidup sangat erat kaitannya dengan fungsi dan tanggung jawab negara dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Politik ekonomi yang mampu untuk memenuhi kebutuhan baik kebutuhan primer atau sekunder mestinya politik yang dijalankan penguasa. Dalam menjalankan strategi tersebut maka mestinya negara menjalankan tahap - tahap strategi. Diantaranya:

Pertama, memerintahkan setiap kepala keluarga untuk bekerja. Sebagaimana di dalam Islam dorongan mencari nafkah di sebut dalam banyak nash.

Kedua, negara menyediakan berbagai fasilitas lapangan pekerjaan agar setiap orang yang mempu bekerja dapat memperoleh pekerjaan.

Ketiga, memerintahkan kepada ahli waris atau kerabat terdekat untuk bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pokok orang -orang tertentu jika kepala keluarganya sendiri tidak mampu memenuhi tanggungannya.

Keempat, negara secara langsung memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan dari setiap warga negara yang tidak mampu dan membutuhkan.

Sementara untuk pendidikan, kesehatan dan keaamanan menjadi tanggung jawab langsung oleh negara.

Pembiayaan ini dapat dilakukan dengan memaksimalkan pos - pos yang ada dalam syariat Islam yaitu,

Pertama, sektor kepemilikan individu yaitu dari zakat dan menyalurkannya untuk 8 golongan (fakir, miskin, amil, mualaf, ghorim, budak, jihad fisabilillah, ibnusabil).

Kedua, kepemilikan umum yang meliputi SDA dikelola dan hasilnya untuk kepentingan rakyat.

Dengan demikian, pemenuhan hajat umat akan terpenuhi secara layak. Sektor pendidikan berkualitas. Sehingga akan menghasilkan manusia yang produktif dan inovatif. Dengan didorong dan didukung dari penguasa yang kredibel dan lurus maka persoalan ketenagaakerjaan pun tuntas. Penyelesaian seperti ini hanya  muncul dari Islam sebagai pemecah persoalan kehidupan yang diterapkan dalam bingkai Khilafah ala minhajinnubuwwah.







Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak