Oleh: Amallia Fitriani*
Deddy Corbuzier (DC) resmi menjadi mualaf dengan dipimpin langsung oleh Gus Miftah, pada Jumat (21/6) siang. Deddy mengucapkan dua kalimat syahadat di Pondok Pesantren Ora Aji, Tundan, Purwomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta. (merdeka.com)
Masuk Islamnya Deddy Corbuzier (DC) menjadi fenomena menarik yang menyita banyak perhatian masyarakat. Indonesia dengan mayoritas umat Islam jelas bersyukur, dan turut bahagia atas keislaman sang artis. Pemberitaannya pun banyak diliput di berbagai media dan menjadi trending topik di tengah-tengah masyarakat bahkan sampai dibahas apakah DC berislam karena sudah banyak mempelajari dan memahami ajaran Islam atau karena ingin menikahi seorang muslimah. Masyarakat juga ramai memperdebatkan siapa yang akan membimbing DC dalam berislam: apakah DC akan cenderung mengikuti grup artis hijrah yang dicap radikal atau sebaliknya bersama kelompok muslim moderat? Bahkan sampai ada yang mengaku akan berjihad mengembalikan DC ke agama lamanya bila sampai bergabung kajian radikal.
Fenomena mualaf memang sedang menjadi perhatian besar dunia. Islam menjadi agama yang saat ini paling pesat perkembangannya. Salah satunya karena tingginya angka mualaf, di negeri muslim maupun dunia Barat. (.republika.co.id).
Di tengah sistem kehidupan kapitalistik saat ini yang begitu menuhankan materi sehingga membuat manusia kehilangan banyak fitrah kemanusiaan, ditambah agama lamanya tidak mampu menjawab serta memecahkan semua permasalahan hidup yang di alami, banyak yang pada akhirnya mencari agama yang dianggap mampu memuaskan akal dan menentramkan jiwa. Bagi mereka yang mau berpikir menghendaki agama bisa memuaskan akal mereka sekaligus selaras fitrah. Hingga pada titik tertentu banyak yang menemukan bahwa yang mereka cari adalah Islam.
Di Indonesia, sebuah lembaga mualaf mencatat bahwa ada lebih dari 50 ribu mualaf sepanjang kurun waktu 15 tahunan terakhir. (republika.co.id, 8/2/2019). Di negeri mayoritas muslim seperti Indonesia, faktor perilaku, sikap dan budaya kaum muslim bisa menjadi sarana efektif yang langsung dilihat kesehariannya oleh nonmuslim. Ini bisa membawa pengaruh positif maupun negatif terhadap mereka. Kita yakin bahwa semua ajaran Islam membawa maslahat dan paling mampu memberi solusi atas semua masalah kehidupan. Namun, Baik buruknya kaum muslim dalam mempraktikkan Islam ini bisa juga membuat non muslim tertarik masuk Islam atau sebaliknya.
DC yang dikenal kritis dan memiliki intelektualitas di atas kebanyakan misalnya, dalam beberapa kesempatan di program TV dan channel yang dimilikinya menghadirkn narasumber pemuka agama Islam dan juga mengulik banyak fenomena kritis di tubuh umat Islam. Soal penodaan agama, perbedaan sikap umat Islam dalam perlakuannya terhadap nonmuslim dan masalah-masalah krusial lainnya yang dekat dengan kehidupan beragama umat Islam di negeri ini. Barangkali itulah yang menjadi pintu awal ketertarikannya terhadap Islam.
Bersyahadatnya seorang nonmuslim memang menjadi pintu gerbang masuknya ke dalam Islam. Islam memandang pindah agama nya seorang nonmuslim menjadi muslim bukan hanya sekedar tadinya tidak sholat menjadi salat. Namun, hakikat berislamnya seseorang adalah saat dirinya memahami secara utuh dan mempraktikkan seluruh ajaran Islam, serta menjadika Islam sebagai jalan hidup dan sumber satu-satunya dalam menghadapi seluruh problematika kehidupan. Hal ini merupakan sebuah perubahan yang besar. Maka, agar mampu menjadi muslim yang sejati, seorang mualaf seperti DC dan lainnya harus mendapatkan pembimbingan memadai dan berkelanjutan, mendapatkan pemahaman yang benar tentang syariat Islam, lantas siapa, dari kelompok mana yang membimbing Islam yang mana?. Inilah yang sekarang menjadi problematika kritis bagi banyaknya mualaf di negeri ini.
Seharusnya negara yang menjamin terpenuhinya kebutuhan tersebut. Para mualaf membutuhkan perlindungan dan pengayoman selepas dari keluarga yang mungkin tidak lagi menyokong bahkan bisa memusuhinya. Lebih dari itu negara seharusnya memenuhi kebutuhan mendasar masyarakat untuk beragama. Yakni memberikan pembimbingan dan pendampingan penuh untuk mengenal agama Islam, mulai akidah, syariat hingga dakwah.
Faktanya, saat ini negara abai dalam mewujudkan itu. Maka para mualaf banyak yang tidak terbimbing, atau mencari pembimbing sendiri di tengah fitnah keji dan cap radikal yeng menyudutkan agama Islam.
Mualaf seperti DC dan para mualaf lainnya bahkan kaum muslim saat ini di hadapkan pada keadaan yang memilukan dimana adanya stigma buruk yang dicitrakan terhadap agama Islam, seperti adanya istilah Islam nusantara, kearifan lokal dan muslim moderat yang kerap dibenturkan dengan muslim yang dilabel radikal karena menegaskan cita-cita mewujudkan penerapan syariat Islam yang kaffah atau memperjuangkan Khilafah. Upaya ini jelas membahayakan bagi umat Islam karena melahirkan fanatisme/taashub, mendorong perpecahan, permusuhan dan konflik yang gampang tersulut antar sesama muslim yang diharamkan syariat. Bagi mualaf ini juga memberi gambaran yang menyesatkan tentang bagaimana seharusnya muslim berperilaku dan menyelesaikan masalah.
Sadarilah, upaya semacam ini adalah bagian dari desain kaum penjajah agar umat Islam tidak menyadari makin kuatnya cengkeraman penjajah karena disibukkan oleh problem internal umat Islam. Karena itu umat Islam seharusnya segera mengakhiri kondisi mereka yang terkotak-kotak, memahami bahwa Islam hanya satu dan merupakan kewajiban setiap muslim untuk mempraktikkan Islam secara kaffah, inilah yang harus kita kenalkan dan pahamkan serta bimbingkan kepada umat muslim saat ini terlebih juga kepada saudara-saudara baru kita seperti DC. Wallahualam bishowwab
*(Anggota Komunitas Ibu Pembelajar Karawang)