Oleh Rifdatun Aliyah
Beberapa waktu lalu, dunia perfilman Indonesia dihebohkan dengan rencana rilisnya film remaja berjudul "Dua Garis Biru". Pasalnya, film ini menceritakan kenakalan dua pelajar SMA yang melakukan hubungan suami istri sebelum menikah. Meskipun ada upaya untuk menafkahi pasangan zina nya yang telah hamil, namun pada dasarnya hubungan diluar nikah jelas melanggar norma susila dan agama.
Dilansir dalam detik.com, ada petisi yang digagas oleh Gerakan Profesionalisme Mahasiswa Keguruan Indonesia (Garagaraguru) di Change.org. Mereka menilai ada beberapa scene di trailer yang menunjukkan situasi pacaran remaja yang melampaui batas. Menurut mereka, tontonan tersebut dapat memengaruhi masyarakat, khususnya remaja untuk meniru apa yang dilakukan di film (detikHOT.com/1/5/2019).
Sebelum film dua garis biru, film yang juga sempat menimbulkan kontroversi adalah film kucumbu tubuh indahku. Film ini juga melanggar norma susila dan agama sebab didalamnya mengandung unsur-unsur pelanggaran lesbian gay biseksual transgender (LGBT). Adanya film-film yang melanggar norma agama khususnya syariat Islam tak lepas dari pemikiran sistem kapitalisme yang menjadikan dunia hiburan sebagai ladang meraup keuntungan.
Tak peduli halal-haram. Asalkan mendapatkan untung dan daya tarik yang besar, maka ia akan terus memproduksi tontonan dan hiburan yang bisa mendatangkan pundi-pundi rupiah. Begitu pula dengan sistem sosial yang berbasis liberal dan hedonis. Sehingga selalu menampilkan gaya hidup bebas dan penuh hura-hura. Jauh dari nilai bermoral atau berakhlak mulia.
Sayangnya, arus liberalisasi yang menghancurkan generasi tidak dapat dikendalikan oleh negara. Rezim saat ini seakan tak berdaya untuk menyelamatkan generasi. Tidak adanya sanksi yang tegas kepada para pelaku tindak kejahatan menjadi salah satu maraknya kejadian yang tak diinginkan.
Buruknya kontrol masyarakat terhadap tingkah laku para individu juga memicu seseorang melakukan kemaksiatan. Termasuk pula rendahnya keimanan dan pemahaman agama khususnya syariat Islam juga menjadi alasan seseorang melanggar syariat Islam. Sehingga, perlu ada sinergi antara individu, masyarakat dan negara dalam membangun peradaban yang berbudi luhur.
Islam sebagai sebuah pandangan hidup yang sempurna dan paripurna memandang bahwa dunia hiburan termasuk dunia film merupakan sarana yang dapat mendekatkan diri seseorang kepada Allah swt. Tentu saja jika ini sesuai dengan syariat Islam. Sebab, dalam sistem Islam, film dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendakwahkan Islam serta memberikan pendidikan yang baik.
Negara juga berperan penting dalam mengontrol semua film yang akan ditampilkan ke tengah-tengah masyarakat. Sehingga, negara akan mampu mengendalikan produksi film dalam negeri serta memfilter film yang berasal dari luar negeri. Semua itu akan terwujud jika suatu negara mau menerapkan syariat Islam secara keseluruhan. Wallahu A'lam Bishowab.