Demokrasi Bukan Wajah Islam



Oleh : Annisa Dinda Apriasnyah


Dewasa ini, rasanya semakin banyak masyarakat yang sudah mulai jenuh dan bosan dengan kondisi negara  yang selalu dihadapkan dengan bermacam masalah tanpa solusi. Tanggapan yang timbul dari masyarakat pun tentunya bermacam-macam, ada yang dengan terang-terangan mengkritik, ada yang hanya mampu bersumpah serapah, bahkan ada yang dengan lantang menuntut agar sistem di negeri ini diganti. Terlebih kini kaum muslim seperti tak memiliki kapal dan nakhoda yang kuat. Terombang-ambing dalam sampan-sampan kecil yang minin kekuatan. Saat ini umat muslim seluruh dunia tak dalam satu komando nahkoda yang sama. 

Sebenarnya wajar saja saat masyarakat bereaksi sedemikian rupa, sebab sistem yang digunakan di negeri ini memang tak sesuai dengan fitrah manusia khususnya bagi kita sebagai umat muslim. Ya, tentu saja, demokrasi jelas bukan ajaran islam dan memang bukan berasal dari islam. Namun tak sedikit pula yang mengatakan bahwa demokrasi adalah bagian dari Islam. Benarkah?

Sistem demokrasi jelas berbeda dengan sistem Islam (Khilafah) dilihat dari awal kemunculan, kemudian masuk kepada asas yang mendasarinya, pemahaman, pemikiran, maqayis (standar), serta hukum yang digunakan untuk mengatur segala urusan, juga konstitusi dan undang-undang yang dilegislasi untuk nantinya diimplementasi dan diterapakan di negara. 

Demokrasi muncul pada masa kegelapan Eropa hasil jalan tengah antara  gerejawan dan para pemikir masa itu. Aqidah dari sistem ini adalah kebebasan, sehingga mengagungkan pemisahan agama dengan kehidupan. Agama hanya ditempatkan pada ranah ritual saja, jika sudah berbicara mengenai aturan hidup, manusia lah yang berhak merancangnya, seolah sedang berkata bahwa “Allah tidak berhak ikut campur dalam urusan kehidupan manusia.”  Sehingga tolak ukur dari sumber pengambilan keputusan bukan pada Alquran dan sunnah, melainkan pada akal manusia itu sendiri. 

Semua itu jelas berbeda dengan islam yang sempurna dari segala sisi. Khilafah merupakan bagian dari ajaran islam yang diasingkan dari telinga kaum muslimin, padahal sebenarnya sistem ini sudah ada semenjak Rasulullah di Madinah dan dengan izin Allah berhasil mendirikan negara Islam yang pertama. Islam adalah aqidah dari sistem ini, sehingga tentunya tidak ada istilah pemisahan agama dari kehidupan. Justru pada sistem ini agama sebagai ruh, yang wajib hadir dari segala segi kehidupan. Tolak ukur perbuatan dan sumber pengambilan keputusan pun tentunya berbeda dengan demokrasi. Islam menjadikan Alquran dan sunnah sebagai sumber pengambilan keputusan dan penentuan hukum, halal dan haram tentunya menjadi tolak ukur segala perbuatannya. 

Tak hanya itu, Islam juga tentunya menjamin keamanan dan perlindungan bagi seluruh masyarakatnnya. Sebab dalam Islam masyarakat adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan dan khalifah adalah perisai untuk melindunginya. Seperti yang Rasulullah sabdakan,

“Seorang Imam (Khalifah) adalah tameng atau perisai, 

dimana di belakangnya umat berperang, dan kepadanya umat berlindung.” 

(HR. Bukhari)


Khalifah adalah junnah untuk seluruh umat, tak hanya umat Islam tapi mereka yang bersedia hidup dalam naungan islam terlepas dari wilayah dan kepercayaannya. Kisah seorang wanita muslimah di nodai kehormatannya oleh orang Yahudi Bani Qainuqa namun berhasil Rasulullah selesaikan secepat mungkin, kemudian kisah seorang Yahudi yang masuk Islam karena adilnya pemerintahan pada masa Umar bin Khattab. Semua itu tidak hanya dilakukan oleh Nabi dan para khulafaurasyidin, tetapi terus dilanjutkan pada khalifah setelahnya, Harun ar-Rasyid, di era Khalifah Abbasiyyah, telah berhasil menyumbat mulut jalang Nakfur, Raja Romawi dan memaksanya berlutut pada khalifah, juga kisah yang lainnya. Semua itu menunjukkan bahwa benarlah, negara itu berfungsi melindungi rakyat dan menyelesaikan segala masalah negara dengan cepat dan tepat. 

Umat Islam. Khilafah dan khalifahnya sangat ditakuti oleh kaum kafir karena akidahnya. Akidah Islam inilah yang membuat mereka siap menang dan bahkan mati syahid, taka da sedikit pun ketakutan dan keraguan dalam jiwa. Raja Romawi berkata, “Lebih baik ditelan bumi ketimbang berhadapan dengan mereka.” Sampai terpantri dibenak musuh-musuh mereka bahkan kaum muslim tak bisa dikalahkan. Inilah generasi yang terbaik, generasi yang hanya ada di sistem khilafah. 


Sebaliknya apakah penguasa saat ini telah layak di sebut imam?

Imam dalam hadist tersebut adalah penguasa dan pelindung kaum muslimin yang sangat kuat, disegani kawan dan ditakuti lawan. Bukan hanya agama, kehormatan, darah, bahkan harta mereka begitu dilindungi. Berbeda dengan saat ini, ketika Alquran dan Sunnah dinistakan, justru negara membiarkan bahkan getol membela para penistanya. Ketika darah terbuang sia-sia akibat pembunuhan dimana-mana, negara memberi hukuman tanpa memberikan rasa jera, sehingga justru semakin sering terdengar kabar kematian yang sia-sia. Ketika kekayaan alam dijajah dengan dikuasai orang kafir dengan cuma-cuma, tak pada usaha untuk mengambil kembali, bahkan yang ada penguasa bekerja sama menguras demi kepentingan bersama bukan masyarakat, ketika non-muslim menyerang masjid, membunuh mereka, bukannya dilindungi, malah mendapat undangan terhormat. 


  Maka dari itu jelaslah bahwa imam/Khalifah yang kuat hanya akan terbentuk pada sistem yang benar, yaitu Khilafah Islamiyah dan kita sebagai umat Islam tak perlu takut dengan Khilafah, selain termasuk bagian dari ajaran Islam, sistem ini juga Allah langsung yang merancang sebagai jalan menuju rahmatan lilalami. 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak