Berbagi Kursi Sudah Tradisi




Oleh: Sumiati  (Praktisi Pendidikan dan Member AMK )

Belum juga rakyat bernafas lega menyaksikan kisruh pemilu, kini tinggal melihat mereka berebut kursi kekuasaan. 

PKB telah mengusulkan 10 nama menteri ke Jokowi. Terkait hal ini, Wasekjen Golkar Maman Abdurrahman menilai, usulan PKB itu adalah hal yang biasa.

Ia menyerahkan komposisi menteri sepenuhnya kepada Joko Widodo sebagai presiden terpilih. Ia menyebut komposisi menteri merupakan hak prerogatif Jokowi. 

"Kalau sampai 20 juga tidak apa-apa. Namanya juga usulan yang tentunya semuanya akan kembali kepada hak prerogatif presiden," kata Maman kepada kumparan, Rabu (3/7).

Namun demikian, Maman tetap memberikan catatan bahwa semua harus dipertimbangkan dengan proporsional dan melihat berbagai macam pertimbangan. Salah satunya pertimbangannya adalah perolehan kursi di parlemen dan komitmen Golkar mendukung Jokowi, jauh sebelum Pilpres 2019 digelar.

Sebagaimana diketahui, Golkar adalah peraih suara terbesar ketiga dan peraih perolehan kursi terbanyak kedua setelah PDIP di Pileg 2019 ini. 

"Contoh, Partai Golkar adalah partai yang pertama kali mendukung penuh pencapresan Pak Jokowi jauh sebelum partai-partai lain mendukung, dengan alasan untuk memberikan kepastian masa depan dan jaminan politik kepada Pak Jokowi agar bisa lebih tenang bekerja dan menjalankan program-program pemerintah," jelasnya. 

Maman enggan membeberkan sudah sejauh apa pembahasan terkait posisi menteri di partai berlogo pohon beringin itu. Namun, anggota Komisi VII DPR itu mengatakan pembahasan kursi menteri akan segera dibahas antara Ketum Golkar Airlangga Hartarto dan Jokowi. 

Meski demikian, ia berharap siapapun yang dipilih oleh partai, adalah orang yang benar-benar memiliki kapasitas. 

"Dengan catatan siapapun yang ditempatkan harus memiliki kapasitas dan kualitas (right man in right place)," pungkasnya.

Menyaksikan penomena demikian, akhirnya dapat menyimpulkan, bahwa sistem Kapitalis Demokrasi adalah bobrok dan hanya sebagai sistem transaksional. Menjadikan kekuasaan  sebagai ajang bancakan, ibarat sebakul nasi liwet lengkap dengan lauk pauknya, kemudian di bagi-bagi dan di makan bersama. Sungguh sistem Kapitalis Demokrasi rusak dan merusak. Bukannya fokus kepada periayahan rakyat, namun fokusnya pada berapa kursi yang akan ia dapat.

Kebijakannya selama ini dibuat justru untuk meraih kepentingan partai, kelompok dengan berbagi kekuasaan, dan sponsor dari luar. Menjalankan undang-undang sesuai pesanan, agar sponsor mudah berlenggang di negeri tercinta ini. Mereka tunduk kepada sponsor, mereka tidak peduli dengan jeritan rakyat sendiri yang terdzalimi. 

Di sini, sungguh rakyat membutuhkan penguasa yang benar-benar meriayah rakyat, berkuasa untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Sejarah mencatat bahwa 1.300 tahun Islam berjaya, dengan sistem pemerintahan Islam. Rakyat tentram, segala kebutuhannya terpenuhi, sehingga rakyat bisa fokus untuk menjalankan ketaatan kepada Allah ta’ala. Tidak memikirkan biaya hidup yang mahal, karena kesehatan, pendidikan dan lain-lain di perhatikan oleh Negara yang mengelola sumber daya alam sendiri, untuk kesejahteraan rakyat sendiri.

Inilah sepenggal kisah dalam kekhilafahan Islam.
Pada masa Dinasti Umayyah, khalifah yang paling terkenal kesuksesannya dalam melakukan pemerataan kesejahteraan adalah Umar bin Abdul Aziz. Ketika diangkat menjadi khalifah, Umar serta-merta menyerahkan harta kekayaan pribadi dan keluarga yang dia peroleh secara 'tidak wajar' (misalnya, hadiah penguasa) kepada baitul mal.

Umar naik takhta ketika kondisi kesejahteraan umat tidak stabil. Karena itu, Umar bin Abdul Aziz lebih memprioritaskan pembangunan dalam negeri. Ia melakukan perbaikan dan peningkatan kesejahteraan di kawasan Islam, alih-alih melakukan perluasan wilayah.

Umar juga membuat aturan takaran dan timbangan untuk meminimalisasi kecurangan serta mengurangi beban pajak. Umar bin Abdul Aziz mereformasi sistem perpajakan supaya tagihan pajak kepada rakyat kecil tidak terlalu tinggi.

Di sisi lain, ia memberikan hukuman kepada pejabat yang berlaku tidak adil. Dalam bidang pertanian, Umar bin Abdul Aziz melarang penguasaan lahan oleh salah satu pihak. Ia mengatur sewa tanah sesuai dengan tingkat kesejahteraan petani.

Adiwarman Azwar Karim dalam Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam menjelaskan, pengalokasian subsidi kepada masyarakat berdaya beli rendah sebagai tujuan distribusi zakat terus ditingkatkan pada masa Umar.

"Umar menyadari bahwa zakat merupakan sebuah instrumen pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan /(growth dan equity)," kata Adiwarman.

Untuk mewujudkan kesejahteraan negara, Umar menjadikan jaminan sosial sebagai landasan utama. Pada akhir masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, tidak ada satu orang pun yang mau menerima zakat.

Di samping itu, lanjut Adiwarman, Umar menyadari pengelolaan anggaran merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang terpenting selain pajak. Tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi, kebijakan itu juga mengurangi penduduk miskin, menciptakan stabilitas ekonomi, serta meningkatkan pendapatan per kapita. Pengelolaan anggaran menopang tujuan utama pemerintahan negara Islam yang tak lain adalah kesejahteraan seluruh warga negara.

Wallahu a'lam bishawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak