Bendera Tauhid Bukti Umat yang Wahid



Oleh: Rizka Agnia Ibrahim


Kepala Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Kabupaten Sukabumi Fahirudin menjelaskan bahwa aksi pengibaran bendera berkalimat tauhid merupakan tindakan spontan. Pihak MAN telah melakukan investigasi terkait viralnya foto siswa yang mengibarkan bendera tersebut.

“Itu yang mengibarkan siswa kami berinisial MA, dan sekarang sudah selesai. Itu hanya tindakan spontan, dan siswa itu telah membuat pernyataan kepada kami,” kata Fahirudin saat dihubungi CNNIndonesia.com, Minggu (21/7)

Kejadian tersebut menarik perhatian Kementerian Agama (Kemenag) untuk segera melakukan tindakan. Foto siswa MAN 1 Sukabumi yang mengibarkan bendera tauhid diinvestigasi karena dikhawatirkan terkait dengan organisasi yang telah dibubarkan.

Direktur Kurikulum, Sarana Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah, A Umar langsung mengunjungi MAN 1 Sukabumi. Pihaknya telah melakukan konfirmasi dan verifikasi atas informasi yang beredar kepada Kepala MAN 1 Sukabumi dan siswa yang mengibarkan bendera

“Berdasarkan penjelasan mereka dan keterangan sejumlah pihak, untuk sementara kami berkesimpulan bahwa tidak ada indikasi keterkaitan dengan HTI,”  jelas A Umar di MAN 1 Sukabumi, Jawa Barat, dilansir kemenag.go.id, Ahad (21/7).

Bendera Tauhid bukanlah bendera organisasi tertentu. Bendera yang berwarna hitam dan putih, berlafazkan kalimat tauhid, seperti yang diterangkan dalam hadis, “Bendera (liwa’) Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam berwarna putih, dan panjinya (rayah) berwarna hitam.” (HR. Al-Hakim, al-Baghawi, al-Tirmidzi. Lafal al-Hakim)

Dengan beredarnya foto siswa yang mengibarkan bendera tersebut, investigasi bukanlah hal yang tepat dalam memberi reaksi, akan tetapi seharusnya diapresiasi karena mereka adalah bagian yang merasa bangga dengan ciri serta simbol dari Islam. Tidak hanya berhenti di makna simbol saja, akan tetapi, keduanya melambangkan arti mendalam yang lahir dari ajaran Islam. Bendera yang pernah begitu kokoh digenggam Rasulullah dalam mempersatukan kaum Muslimin di seluruh dunia.

Di dalam bendera al-Liwa’ dan ar-Rayah tertulis kalimat syahadat sebagai lambang Akidah Islam. Kalimat inilah yang membedakan Islam dengan kekufuran, kalimat yang bisa menjadi penyelamat dunia dan akhirat, ketika kita bukan sekadar membaca tapi meyakini di dalam ucap, getar hati, dan langkah, terbingkai dalam iman. Tidak hanya itu, keduanya adalah bendera pemersatu umat sebagai satu kesatuan tanpa membedakan warna kulit, bahasa, kebangsaan ataupun mazhab, yang menghiasi kondisi umat Islam menjadi satu tubuh, terikat satu sama lain dengan ikatan yang kokoh.

Lambang kepemimpinan Islam. Fakta dalam sejarah mencatat bahwa kedua bendera tersebut selalu dibawa oleh komandan perang di era Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin. Pada saat Perang Khaibar, beliau bersabda, “Sungguh aku akan memberikan ar-Rayah ini kepada laki-laki yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, Allah akan memberi kemenangan kepada dirinya.” Umar bin al-Khaththab berkata, “Tidaklah aku menyukai kepemimpinan kecuali hari itu.” (HR. Muslim)

Pada masa Khilafah Utsmaniyah kedua bendera ini sangat besar pengaruhnya terhadap negeri-negeri Islam, termasuk di negeri Nusantara. Bukanlah hal mengherankan ketika sejarah tegas mencatat, beberapa kerajaan dan kesultanan di Indonesia termasuk negeri yang mengembangkan bendera tauhid ini sebagai lambang dari syiar Islam.

Bendera dengan lafaz tauhid adalah milik umat Islam, tidak bisa diklaim oleh organisasi massa mana pun. Seharusnya kita patut berbangga diri memiliki bendera dan panji, mengapa diinvestigasi? Di saat kaum pelangi (LGBT) begitu bebas mengembangkan sayap dan propagandanya dengan sebuah simbol bendera yang kini mendunia, bahkan gencar diapresiasi.

Sejak keruntuhan Khilafah di Turki tahun 1924, negeri-negeri Islam terpecah atas dasar konsep negara bangsa (nation-state) mengadaptasi tabiat negeri Barat, implikasinya, setiap negara memiliki bendera dengan corak tak sama, tentu warna pun berbeda.

Dimulai dari situlah bendera tauhid karam, bahkan menjadi hal asing bagi umat Islam, muncullah phobia yang mencekam bahkan disandingkan dengan label terorisme dan radikalisme. Tuduhan kaum sekuler itulah yang menunjukkan jati diri sejati kelompok jahiliah era modern terbelenggu taklid buta negara bangsa, memecah belah kesatuan yang telah diteladankan oleh Rasulullah dalam mempersatukan kaum Muslimin di seluruh dunia.

“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada agama (Allah), janganlah bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah mengikuti kompilasi dulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu demi nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara.” (QS. Ali-Imran: 103)

Wallahu a’lam



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak