Oleh: Heni Andriani
(Member Akademi Menulisnya Kreatif)
Bencana kekeringan di Kabupaten Sukabumi meluas. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sukabumi mencatat sedikitnya ada 24 kecamatan yang kesulitan mendapatkan air bersih.
Sebelumnya, terdata 12 kecamatan yang dilaporkan mengalami kekeringan. Yakni Kecamatan Bantargadung, Palabuhanratu, Simpenan, Cikakak, Warungkiara, Parungkuda, Cibadak, Lengkong, Jampang Tengah, Bojonggenteng, Gunungguruh, dan Ciemas.
Hingga jelang akhir Agustus ini, terdapat tambahan laporan dari 12 kecamatan berbeda. Kecamatan Kabandungan, Waluran, Cikembar, Ciambar, Gegerbitung, Jampangtengah, Jampangkulon, Kalapanunggal, Parakansalak, Cidahu, Cicurug, dan Cisaat.
"Dibandingkan dengan tahun yang lalu memang meningkat. Dampak kekeringan saat ini semakin meluas," ungkap Kepala Kedaruratan BPBD, Usman Jaelani kepada sukabumiupdate.com, Selasa (28/8/2018).
Dari 24 kecamatan tersebut, Usman merinci jumlah desa dan kampung yang terdampak. Yakni 57 desa dan 238 kampung.
BPBD Kabupaten Sukabumi berupaya memprogramkan suplai air bersih, pipanisasi dan pemasangan toren air.
Sukabumi Mulai Kekeringan
Belasan warga mengantre di sebuah bendungan bekas aliran sungai, sambil membawa jerigen ukuran 10 dan 20 liter satu persatu mereka mengambil air dari tempat itu. Meski terlihat jernih, air terlihat berwarna kehijauan di sekitarnya tampak berlumut dan kotor.
Dampak kekeringan dikhawatirkan akan semakin meluas. Hal ini terlihat dari beberapa sawah milik warga yang mulai mengering dan terbelah.
Perlunya Pengawasan Pemerintah
Ini harus segera diantisipasi, karena Sukabumi banyak sekali berdiri pabrik-pabrik yang mengelola air sebagai barang produksinya, seperti halnya produsen air mineral, yang tumbuh seperti jamur di daerah Kabupaten Sukabumi. Dalan hal ini, perlu adanya pengawasan dari pemerintah.
Perusahaan air tersebut, ternyata tak hanya memanfaatkan mata air dari air permukaan, tetapi juga mengebor air tanah dalam sehingga terjadi penurunan muka air tanah. Akibatnya, sumber air untuk masyarakat turun drastis, terutama pada saat musim kemarau. Sehingga pemenuhan untuk air bersih dan air pertanian masyarakat menjadi berkurang.
Adanya fakta pengeksploitasian berupa privatisasi sumber mata air ini jelas merupakan wujud dari adanya kapitalisasi sumber daya, yang seharusnya menjadi milik umum. Keberadaannya sebagai kepentingan umum esensinya menunjukkan bahwa benda tersebut merupakan milik umum.
Di Indonesia, ternyata privatisasi air dilegalkan oleh Undang-undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Lahirnya undang-undang ini pada 19 Februari 2004 diikuti dengan terbitnya sejumlah peraturan daerah (Perda) yang terkait dengan privatisasi air. Privatisasi air di Indonesia sangat berkontribusi terhadap krisis air bersih, karena UU No. 7 Tahun 2004 memberikan peluang privatisasi sektor penyediaan air minum, dan penguasaan sumber-sumber air (air tanah, air permukaan, dan sebagian badan sungai) oleh badan usaha dan individu. Akibatnya, hak atas air bagi setiap individu terancam dengan agenda privatisasi dan komersialisasi air di Indonesia.
Hal inilah yang mengakibatkan berbagai bencana lingkungan hidup. Dalam hal ini, bencana kekeringan yang terus meluas. Sejatinya negara tidak melakukan privatisasi air, namun seharusnya keberadaan pasokan air dikelola oleh negara secara penuh. Apalagi di wilayah Sukabumi hampir sebagian pasokan air pegunungan sudah dikelola oleh perusahaan asing. Bahkan menjamurnya pabrik-pabrik di wilayah yang subur air tentunya mengakibatkan debit air tanah dengan banyak pabrik serta pengeboran dan minimnya lahan yang ditanami tumbuhan kedap air akibat penebangan secara liar semakin menjamur.
Solusi islam
Islam sebagai agama yang mampu memecahkan berbagai permasalahan umat, maka seharusnya seorang muslim mengembalikan masalah tersebut sesuai dengan Alquran dan As-sunah. Berkaitan dengan masalah kekeringan, Islam telah mengharamkan seseorang/ perusahan untuk mengeksploitasi Air. Allah SWT menganugerahkan air untuk masyarakat secara umum agar dimanfaatkan bersama-sama, maka tidak boleh dikuasakan kepada segelintir orang atau kelompok orang apalagi digunakan untuk berbisnis, menghalangi masyarakat untuk memperolehnya. Rasulullah Saw bersabda: “Manusia berserikat dalam tiga hal, air, padang rumput dan api”. Artinya pemanfaatan air adalah untuk umum.
Negara seharusnya mengatur bukan malah memberi izin pada perusahaan air minum, membangun properti di tanah resapan air. Selain itu, negara juga harus mengajak rakyatnya taat kepada Allah SWT dengan menerapkan seluruh aturan Allah SWT, Sang Pemilik bumi. Hal ini tidak lain agar rahmat Allah diturunkan dari langit dan bumi, sebagaimana Allah firmankan dalam Q.s Al A’raf ayat 96: “Andaikan penduduk sebuah negeri beriman dan bertaqwa maka akan aku bukakan baarokah dari langit dan dari bumi…”.
Dalam hal ketaatan seorang pemimpin, tersebutlah kisah inspiratif sarat makna keimanan dari sosok amirul mukminin Umar bin Khattab saat menerima kabar dari warganya di Mesir tentang sungai Nil. Sungai tersebut mengalami kekeringan. Kebiasaan masyarakat setempat agar air nya mengalir dengan cara melemparkan tumbal seorang perawan ke dalam sungai tersebut. Ketika kabar ini sampai kepada Umar, beliau kemudian menulis sebuah surat kepada wakilnya di Mesir, Amr bin Ash agar melemparkan surat itu ke dalam sungai:
“Dari hamba Allah, Amirul Mukminin, Umar bin Khattab Amma Ba’du.”
“Wahai Sungai Nil, hamba Allah, jika kau mengalir karena dirimu maka janganlah engkau mengalir. Namun jika yang mengalirkanmu adalah Allah, maka kami mengadukanmu dan memohon kepada Allah yang Maha Esa dan Maha Perkasa untuk mengalirkanmu kembali.”
Surat tersebut kemudian dilemparkan ke dalam Sungai Nil yang kering tak berair sama sekali. Tak lama Allah SWT pun mengalirkan kembali air Sungai Nil. Kekeringan yang melanda Sungai Nil pun sirna, Subhanallah.
Pelajaran dari kisah tersebut adalah seorang pemimpin yang hanya meminta pertolongan kepada Allah, bukan makhluk lain. Seyogiyanya, pemerintah hari ini tidak berpangku tangan kepada investor yang mengelola SDA berupa air, dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat yang justru malah menyengsarakan rakyat berupa kekeringan yang melanda. Cukuplah Allah sebagai pelindung dan penolong.
Allah SWT menciptakan manusia, bumi beserta isinya serta jagad angkasa raya, kehidupan yang ada didalamnya dibekali dengan aturan. Aturan yang sempurna telah Allah tuangkan di dalam kitab suci al Qur’an dan di contoh oleh Rasulullah sebagai suri tauladan manusia yang sempurna akhlak serta akidahnya didalam kehidupan individu, keluarga, bermasyarakat dan bernegara. Allah berfirman:
“Apakah hukum jahiliyyah yang mereka kehendaki? Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi kaum yang yakin?”. (TQS al Maidah [5]:50).
Wallohu a'lam bish ashowab.
Tags
Opini