Oleh: Rina Mulyani
Beredar kabar tentang Sejumlah wilayah di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara yang berpotensi mengalami kekeringan tanpa hujan lebih dari 20 puluh hari. Bahkan di wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah tidak mengalami hujan selama lebih dari dua bulan.(sindonews.com 5/7/19).
Kekeringan sering kali terjadi di bumi pertiwi, maka apa yang sebenarnya terjadi? Apa semua ini memang fenomena alam atau memang ada sebuah kejanggalan?
Bila kita perhatikan, Allâh Azza wa Jalla menyebutkan firmanNya :
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allâh merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). [ar-Rûm/30:41]
Sejatinya kerusakan alam dan lingkungan hidup yang kita saksikan sekarang ini merupakan akibat dari perbuatan umat manusia, terutama dengan adanya sistem kapitalis yang menguasai dunia saat ini. bagaimana tidak, pembangunan sekuler kapitalis cenderung rakus dan merusak.
Para pemilik modal sama sekali tidak memperhatikan kondisi alam ketika ingin melakukan sesuatu, contohnya saja ketika mereka melakukan penebangan pohon. Maka mereka akan membabat habis semua pohon yang ada dihutan tanpa mempedulikan pengaruh apa yang akan terjadi terhadap alam sekitar. Padahal dengan membabat habis semua pohon yang ada dihutan akan membuat cadangan air yang tersimpan dari pepohonan akan berkurang dan bisa memnyebabkan longsor.
Perhatikan juga bagaimana mereka membabat habis lahan pertanian untuk pembagunan gedung-gedung tinggi atau perumahan investasi. Bila semua lahan pertanian digunakan untuk rumah, maka akan terjadi kesulitan pangan dimasa mendatang.
Saya pikir kaum kapitalis tidak mungkin bila tidak mengerti dampak dari penebangan pohon secara berlebih ataupun pembangunan yang membabat habis lahan pertanian, tapi memang mereka tidak peduli terhadap keberlangsungan alam sekitar, yang ada dalam benak mereka adalah tentang bagaimana alam bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah untuk mereka.
Padahal Dien Islam yang kaffah ini telah melarang segala bentuk pengerusakan terhadap alam sekitar, baik pengerusakan secara langsung maupun tidak langsung.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melarang perbuatan merusak lingkungan hidup karena bisa membahayakan kehidupan manusia di muka bumi. Karena bumi yang kita tempati ini adalah milik Allâh Azza wa Jalla dan kita hanya diamanahkan untuk menempatinya sampai pada batas waktu yang telah Allâh Azza wa Jalla tetapkan. Oleh karena itu, manusia tidak boleh semena-mena mengeksplorasi alam tanpa memikirkan akibat yang muncul.
Syariat Islam sangat memperhatikan kelestarian alam, meskipun dalam medan jihad fiisabilillah sekalipun. Kaum Muslimin tidak diperbolehkan membakar dan menebangi pohon tanpa alasan dan keperluan yang jelas.
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya, “Zaid bin Rafi berkata,
“Telah nampak kerusakan” maksudnya hujan tidak turun di daratan yang mengakibatkan paceklik dan di lautan yang menimpa binatang-binatangnya.”
Mujâhid rahimahullah mengatakan, "Apabila orang zhalim berkuasa lalu ia berbuat zhalim dan kerusakan, maka Allâh Azza wa Jalla akan menahan hujan karenanya, hingga hancurlah persawahan dan anak keturunan. Sesungguhnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak menyukai kerusakan.”
Tapi, apakah kerusakan yang terjadi itu hanya disebabkan perbuatan manusia yang merusak lingkungan dan mengekplorasi alam semena-mena ataukah juga disebabkan kekufuran, syirik dan kemaksiatan yang mereka lakukan ? Jawabnya adalah kedua-duanya.
Maka sudah saatnya umat manusia kembali pada Agama Allah azza wa jalla, menjalankan syariat islam secara sempurna. Insya Allah keberkahanpun akan menaungi bumi sebagaimana sudah
Allah janjikan dalam surat Al-araf ayat 96
“Sekiranya penduduk bumi beriman dan bertaqwa, pasti kami akan melimpahkan pada mereka berkah dari langit dan bumi, ....”