Oleh. Junaidah S.Pd.I
(Praktisi Pendidikan, Member Penulis Ideologis)
Hutang lagi! Itulah solusi yang kembali diambil pemerintah untuk mengatasi kesulitan dana dalam membiayai pembangunan. Kali ini tumpukan hutang negara yang sudah mencapai Rp 5,577 triliyun(data BI) akan ditambah lagi oleh Kementerian Agama. Bank Dunia menyetujui pinjaman senilai 3,5 triliyun untuk meningkatkan mutu madrasah, dasar dan menengah di Indonesia.(CNN Indonesia)
Menteri Agama, Lukman mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki 48 ribu madrasah (negeri dan swasta). Pengembangan madrasah tidak akan optimal jika hanya mengandalkan anggaran negara. Pasalnya keterbatasan dana mengakibat pengembangan madrasah lebih terpusat pada pengembangan bangunan fisik, belum ke arah kualitas pendidikan. Untuk menyiapkan sarana fisik saja, APBN kita tidak cukup. Apalagi bicara kualitas guru, sistem rekrutmen siswa, standardisasi siswa dan pembangunan sistem informasi dan teknologi yang lebih baik, kata Lukman saat menghadiri rapat kerja dengan komisi VIII DPR, Senin lalu (24/6). (CNN Indonesia)
Menanggapi hal itu, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Yunahar Ilyas mempertanyakan dari mana uang untuk membayar dana Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) dan Bank Dunia untuk peningkatan kualitas madrasah itu. Dia mengaku belum melihat sumber dana yang bisa digunakan untuk membayarnya. "Bayarnya bisa apa nggak? Siapa yang bayar nanti? Dari mana Kementerian Agama dapat uang? Kalau pembinaan madrasah pasti habis, uangnya nggak akan ada yang balik," katanya, Kamis (26/6). (Republika.co.ID)
Memang benar, dalam kondisi seperti saat ini, apakah hutang itu akan terbayar? Hutang yang sudah ada saja belum terbayar, malah makin banyak. Hal itu tentu sangat berbahaya bagi negara. Negara tidak akan benar-benar merdeka. Mereka tentulah mengharapkan keuntungan dari hutang yang mereka berikan. No free lunch. Tidak ada makan siang gratis!
Hutang menjadi salah satu cara mereka menjajah negeri ini. Dengan hutang itu mereka dapat membelenggu dan menekan para pejabat agar memuluskan kepentingannya, termasuk dalam kebijakan pendidikan Islam. Mereka akan dengan mudah mengobok-obok kebijakan pendidikan lewat tangan para pejabat negara.
Sangat ironis, pendidikan yang merupakan salah satu pilar peradaban malah dikendalikan penjajah. Bagaimana bisa lahir generasi Islam yang berkualitas jika arah pendidikan Islam disetir penjajah? Yang akan lahir hanyalah generasi Islam yang pemahaman dan kualitas ke-Islamannya sesuai keinginan penjajah.
Islam sangat memperhatikan pendidikan. Islam mewajibkan atas setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan untuk menuntut ilmu. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah disebutkan, "Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim."
Begitu pula, menjadi kewajiban pemerintah mengurusi urusan rakyat termasuk pendidikan, sehingga Rasulullah S.A.W. menyebutkan dalam hadis, " Tidak seorang pemimpin pun yang mengurusi urusan kaum muslimin, kemudian ia tidak bersungguh-sungguh untuk (kemaslahatan) kaum muslimin, dan tidak memberi nasehat kecuali dia tidak akan masuk surga bersama mereka." (H.R. Imam Muslim) Kemudian dalam hadis Bukhari dan Muslim disebutkan, "Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, penguasa tertinggi negara adalah pemimpin dan akan ditanya tentang rakyatnya, seorang laki-laki adalah pemimpin keluarganya dan akan ditanya tentang rakyatnya."
Jadi, dalam Islam kewajiban negaralah mengurusi rakyatnya, menjamin kebutuhan dasar rakyat, termasuk masalah pendidikan. Negara berkewajiban menyediakan sekolah-sekolah yang baik termasuk sarana dan prasarananya, menyediakan guru yang berkualitas dan menjamin terlaksananya kurikulum pendidikan yang sesuai dengan syariat Islam. Jika tidak, nanti diakhirat akan mendapat azab yang pedih.