Oleh : Irayanti
(Mahasiswi UHO)
“Runcing ke bawah tumpul ke atas”. Itulah istilah yang tepat untuk menggambarkan kondisi penegakkan hukum di Indonesia. Secara fitrah, setiap manusia menyukai keadilan dan membenci kezaliman. Secara fitrah pula, manusia akan berpihak pada pelaku keadilan dan bersimpati kepada orang yang terzalimi.
Salah satu contohnya adalah kasus Baiq Nuril, seorang mantan guru honorer di SMAN 7 Mataram yang terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dirinya harus menjalani hukuman enam bulan penjara dan denda Rp.500 juta subsider tiga bulan kurungan sesuai putusan kasasi MA.
Mengulas Kasus Baiq Nuril
Kasus Baiq Nuril hanyalah salah satu dari sekian banyak kasus di Indonesia yang menunjukkan betapa ironinya hukum saat ini. Kasus Baiq sendiri bermula ketika dia merekam percakapan telepon dengan kepala sekolah yang menjadi atasannya saat dia menjadi guru. Dalam rekaman itu membuktikan bahwa bosnya melecehkannya secara seksual. Rekaman tersebut kemudian menyebar di antara staf di sekolah dan akhirnya diserahkan kepada kepala Dinas Pendidikan setempat. Baiq Nuril berpendapat bahwa dia tidak menyebarkan rekaman itu. Tetapi ada seorang teman yang mengambil rekaman dari ponselnya hingga rekaman tersebut menjadi viral. Namun, Baiq justru dilaporkan ke polisi oleh kepala sekolahnya pada tahun 2015 dijerat atas tuduhan pelanggaran UU ITE. (SindoNews.com, 06/07/2019)
Ironi hukum kasus Baiq Nuril bahkan viral ke media Internasional. Salah satunya media yang berbasis di Amerika Serikat, Reuters, Washington Post hingga New York Post yang ramai-ramai memberitakannya. “Indonesia’s top court jails woman who reported workplace sexual harassment” begitulah bunyi judulnya yang berarti “ Pengadilan tertinggi di Indonesia penjarakan wanita yang melaporkan pelecahan seksual di tempat kerja”. Bukan saja media dari Amerika Serikat, namun media ternama Inggris , BBC hingga Al Jazeera yang berbasis di Qatar juga ikut mengulas kasus Baiq Nuril ini.
Pengacara Baiq, Joko Jumadi, mengatakan kepada BBC Indonesia bahwa kliennya siap menerima putusan MA. Namun, Baiq berharap dia adalah korban terakhir yang akan menghadapi tuntutan pidana karena berbicara tentang pelecahan seksual di Indonesia. Putusan MA tidak dapat diajukan banding, tetapi tim hukum Baiq akan meminta amnesti kepada Presiden Indonesia Joko Widodo.
Keadilan Hukum Indonesia
Hukuman penjara bagi Baiq Nuril dinilai sebagai pukulan telak terhadap upaya pemerintah mencitrakan diri di mata dunia. Sekretaris Nasional Perempuan Mahardika, Mutiara Ika, di kantor YLBHI, Jakarta Pusat (06/07/2019) mengemukakan pendapatnya tentang Baiq Nuril bahwa ini adalah pukulan telak bagi upaya pemerintah untuk menampilkan diri sebagai negara yang melihat pemberdayaan perempuan sebagai elemen penting dalam pencapaian target pembangunan nasional. Menurutnya, pesan tersebut pernah tersampaikan dengan jelas oleh Presiden Jokowi ketika menghadiri sesi III KTT G20.
Pesan serupa juga disampaikan oleh Kementerian Ketenagakerjaan pada Konvensi ILO untuk mengakhiri kekerasan dan pelecehan di dunia kerja pada Juni 2019 lalu di Jenewa, Swiss. (Republika.co.id, (09/07/2019)
Berbagai dukungan dan komentar bermunculan untuk Baiq Nuril. Bahkan saat ini, Baiq mengharapkan terwujudnya amnesti oleh presiden seperti yang telah dikatakan sebelumnya pada tahun 2018. Selain kasus Baiq sebenarnya banyak kasus serupa yang korbannya adalah masyarakat kecil. Namun, berakhir dengan ketidakadilan. Akibatnya muncul pandangan bahwa jika seseorang menempuh proses peradilan berhadapan dengan pihak yang memiliki kekuasaan yang lebih, maka tidak akan pernah tercapai sebuah keadilan hukum.
Kekecewaan akan keadilan di negeri ini dipertambah dengan fakta sistem penegakan hukum kita yang masih korup (hakim, jaksa, polisi dan pengacara masih banyak yang tertangkap tangan). Lingkaran setan ini memungkinkan terjadinya proses penegakan hukum dan putusan-putusan yang mengangkangi rasa keadilan juga menjadikan para korban enggan untuk melapor, terlebih dari kalangan masyarakat kecil. Oleh karena itu harus ada reformasi hukum secara komprehensif mulai dari tingkat pusat hingga paling bawah agar rakyat kecil maupun pejabat dipandang sama di mata hukum. Namun, inilah buah aturan/hukum yang digunakan saat ini yaitu hukum buatan manusia (sistem kapitalis demokrasi). Hukum yang berlandaskan akan asas hawa nafsu dan materi belaka sehingga pedomannya bagai kalimat “siapa yang bayar dia yang menang, siapa yang berkuasa dia yang senang” bukan lagi “siapa yang salah dan siapa yang benar”.
Cara Mewujudkan Keadilan Hukum
Untuk mewujudkan keadilan hukum hanyalah dengan 1 cara yakni kembali ke aturan Pencipta manusia. Yah, Islam mensyariatkan untuk mewujudkan keadilan secara umum di tengah-tengah masyarakat. Secara lebih khusus diwujudkan dalam dunia peradilan dan pengadilan suatu perkara. Tentu perkara itu hendaknya di putuskan menurut hukum syariah yang telah Allah turunkan (baca QS. Al Maidah [5]:50). Allah Subhana Wa Ta’ala pun mengingatkan kita untuk berlaku adil sesuai firman-Nya :
Sungguh Allah telah menyuruh kalian menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, juga (menyuruh kalian) jika menetapkan hukum di antara manusia supaya kalian berlaku adil..
(QS. An-Nisa’ [4] : 58)
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian para penegak keadilan karena Allah (ketika) menjadi saksi dengan adil. Janganlah kebencian kalian kepada suatu kaum mendorong kalian bersikap tidak adil. Bersikap adillah karena adil itu lebih mendekatkan pada ketakwaan. Bertakwalah kalian kepada Allah. Sungguh Allah Mahatahu atas apa saja yang kalian kerjakan.
(QS. Al Maidah[5]:8)
Dalam Islam setiap manusia sama di hadapan hukum tidak memandang atasan dan bawahan, rakyat kecil ataupun pejabat. Contohnya perkara antara khalifah Ali bin Abi Thalib dengan seorang Yahudi yang telah mengambil baju besinya. Namun, khalifah Ali tidak cukup bukti sehingga Qadhi Suraih menetapkan baju besi tersebut adalah milik seorang Yahudi. Menyaksikan keadilan demikian, orang Yahudi itu pun masuk Islam (riwayat Abu Nu’aim di dalam Hilyah al- Awliya).
Masih banyak lagi contoh keadilan hukum dalam Islam yang mestinya menjadi pelajaran bagi bangsa ini untuk menjadikan Islam sebagai sistem yang mengaturnya dan pedoman dalam kehidupan. Agar tercapai pula sila kelima pancasila yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Wallahu a’lam bi ash-shawab