(Oleh : Siti Ghina Citra Diany, SWI Cileunyi)
Masih segar dalam ingatan, kasus pelecehan seksual secara verbal yang dialami oleh Baiq Nuril, seorang guru honorer di SMAN Mataram pada pertengahan 2012. Dimana, pelecehan tersebut dilakukan oleh seorang Kepala Sekolah yang seharusnya menjadi seorang pemimpin yang mengayomi bawahannya. Bermula ketika Baiq Nuril di telepon oleh kepala sekolahnya, Muslim, dan dari percakapan itu mengarah ke pelecehan seksual kepada Baiq Nuril. Lalu Baiq Nuril merekam percakapan tersebut dan rekamannya diserahkan pada rekannya hingga kemudian beredar luas di masyarakat Mataram pada tahun 2015 hingga membuat Muslim geram, kemudian melaporkan Nuril ke polisi karena merekam dan menyebarkan rekaman tersebut.
Memang, ketika di tingkat Pengadilan Negeri Mataram Baiq Nuril di vonis bebas. Namun, jaksa mengajukan banding hingga tingkat kasasi dan Mahkamah Agung memberi vonis hukuman 6 bulan penjara juga denda Rp500 juta karena dianggap melanggar UU ITE. Tetapi, Kejaksaan Agung memutuskan untuk menunda eksekusinya ke penjara. Penolakan Mahkamah Agung (MA) terhadap Peninjauan Kembali (PK) membuat Baiq Nuril kembali dihantui hukuman bui dan denda yang sangat besar ditengah keterbatasan ekonominya, sehingga membuat beberapa donator bersimpati untuk membantu meringankan bebannya. Hingga kini pun baru terkumpul 375 juta rupiah dan masih tersisa 125 juta rupiah untuk memenuhi denda yang harus dibayarkan.
Pasca penolakan MA terhadap PK-nya, Baiq Nuril pun berinisiatif menulis surat kepada Presiden, Joko Widodo. Surat bertuliskan tangan tersebut berisi permohonan sekaligus upaya menagih janji Jokowi untuk segera memberikan amnesti. Tetapi, Jokowi pun belum memberi tanggapan dan komentar banyak mengenai putusan MA yang menolak PK Baiq Nuril.
Pada rangkaian fakta Baiq Nuril dapat kita lihat dan rasakan bagaimana ketidakdilan dan lemahnya hukum yang dialami oleh Baiq Nuril sebagai seorang perempuan yang menjadi korban. Siapapun yang menggunakan akal sehatnya, pasti akan percaya rusaknya sistem kufur kapitalis-sekular yang diterapkan saat ini telah membawa seluruh manusia ke dalam kesengsaraan, termasuk kepada perempuan. Terlebih lagi, ketika perempuan bekerja di tengah-tengah masyarakat dan mengalami pelecehan atas kehormatannya.
Sistem demokrasi-kapitalis telah berbohong dalam UU yang mengklaim menjaga hak-hak perempuan dan mensetarakan antara perempuan dan laki-laki. Nyatanya, baik di Barat maupun di Indonesia, fenomena seperti itu terus terjadi bahkan semakin meningkat. Kemiskinan, kekerasan, serta tidak terjaminnya hak-hak menjadi masalah utama yang dialami perempuan saat ini. Bagaimana kemiskinan akibat kapitalisme memaksa perempuan ikut dalam arus eksploitasi ekonomi walaupun harus mengorbankan kehormatan dan mengabaikan peran utamanya untuk mengasuh dan mendidik generasi.
Lantas seperti apa posisi perempuan dalam Islam? Islam memandang bahwa, “hukum asal seorang perempuan adalah sebagai ummu wa rabbatul bayt; perempuan adalah kehormatan yang wajib dijaga,” (Kaidah Syara’). Begitulah Islam, yang merupakan agama dan ideologi yang mengatur seluruh aspek kehidupan secara khas. Perbandingan agama dan ideologi selain Islam yang ada di dunia ibarat “siang dan malam”, termasuk pandangan Islam dalam memposisikan perempuan di dalam kehidupan. Islam hadir untuk menghapus segala bentuk penghinaan, diskriminasi, dan perlakuan-perlakuan buruk yang merendahkan kaum perempuan. Islam datang untuk memberi penghargaan serta penghormatan yang sangat tinggi terhadap kaum perempuan, yaitu status mulia dan bermartabat.
Bahkan kemuliaan perempuan dalam Islam tercatat dalam bukti sejarah, baik pada masa Nabi ataupun masa setelah kenabian yaitu kekhalifahan. Bagaimana luar biasanya penjagaan kehormatan perempuan dibawah sistem Islam. Ketika pada masa Nabi saw, salah seorang muslimah sedang berbelanja di pasar Bani Qainiqa, lalu datang seorang Yahudi mengikat ujung pakaiannya, sehingga ketika berdiri aurat perempuan tersebut tersingkap diiringi tertawaan orang-orang yahudi di sekitarnya. Kemudian salah seorang sahabat datang menolong dan langsung membunuh pelakunya, yang dibalas oleh orang-orang yahudi dengan mengeroyok dan membunuh sahabat. Ketika berita ini sampai pada Nabi, beliau langsung mengumpulkan pasukan tentaranya dan mengepung mereka dengan rapat selam 15 hari hingga akhirnya Bani Qainiqa menyerah ketakutan.
Lalu pada masa Khalifah Al-Mu’taslim, pernah seorang perempuan menjerit di negeri amuria karena dilecehkan dan dianiaya. Dia memanggil-memanggil nama Al-Mu’taslim sebagai seorang pemimpinnya. Jeritannya di dengar dan diperhatikan oleh sang khalifah, lalu khalifah Al-Mu’taslim mengirim surat kepada Raja Amuria yang berisi, “Dari Al-Mu’tasim Billah kepada Raja Amuria, lepaskan wanita itu atau kamu akan berhadapan dengan pasukan yang kepalanya sudah di tempatmu, sedangkan ekornya masih di negriku. Mereka mencintai mati syahid seperti kalian menyukai khamr!’. Bergetarlah singgasana Raja Amuria kemudian mereka ditaklukkan oleh tentara kaum muslim.
Begitulah sikap seorang pemimpin di dalam Islam, langsung turun tangan dan bergerak cepat untuk menyelamatkan kehormatan seorang perempuan., Dengan tegas mengambil tindakan tanpa korban harus mengemis dan memohon melalui proses hukum yang panjang seperti yang dialami oleh Baiq Nuril saat ini. Hanya dibawah kepemimpinan Islamlah daulah akan melaksanakan tanggung jawabnya untuk menjaga kehormatan perempuan. Khilafah akan menerapkan syariat Islam, dimana aturan diantaranya adalah perempuan diharuskan menutup auratnya dengan sempurna (QS: An-Nur 31 & QS. Al-Ahzab:59) dan tidak boleh terlihat oleh laki-laki bukan mahramnya. Khilafah juga akan melarang perempuan bekerja jika pekerjaan itu mengeksploitasi sisi sensualitas mereka, karena dengan pekerjaan seperti ini kaum perempuan sudah menghinakan dirinya sendiri.
Khilafah akan menjamin pelaksanaan tugas utama perempuan sebagai ummu wa rabbatul bait, Islam mewajibkan kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap perempuan untuk memenuhi hak mereka dengan baik termasuk negara, menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam agar generasi berkepribadian Islami, negara wajib menyediakan fasilitas yang diperlukan seperti kesehatan dan pendidikan, lalu akan menjaga kemananan bagi perempuan baik didalam maupun diluar rumah, juga menerapkan hukum sanksi (uqubat) Islam, dan terakhir khilafah akan menguasai media massa sehingga konten yang disampaikan tidak menyimpang dari syariat Islam.
Demikianlah Islam dengan hukum-hukum syariahnya yang diterapkan oleh khilafah sedemikian rupa untuk menjaga dan melindungi perempuan. Semua hukum-hukum tersebut sejatinya bukanlah umtuk mengekang kebebasan perempuan. Bahkan dengan aturan tersebut perempuan dimuliakan karena dapat beraktivitas tanpa ancaman. Sebab, mereka yakin bahwa Allah akan melindungi perempuan karena mereka telah terikat dengan hukum dan aturan Allah.
Marilah kita menjadi bagian dari orang yang memperjuangkan kembali tegaknya khilafah. Agar kita bisa kembali menikmati kebahagiaan hakiki dari Allah. Semoga langkah kaum muslimin bisa menyatu dalam penegakan Khilafah Islamiyyah yang akan menjamin kemuliaan perempuan dan seluruh umat di dunia. Sehingga tidak akan terulang lagi kasus seperti Baiq Nuril di kemudian hari. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamiin.
Wallahu a’lam bisshawwab.