Oleh: Layli Hawa
(Aktivis Dakwah Muslimah)
"Tahun 2012 kita sudah sampaikan ke publik, dalam 10 tahun, 2001-2011 ternyata Indonesia setiap hari 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual." Kata Komisioner Komnas Perempuan, Azriana di kantor Komnas Perempuan. Jakarta 23/11/2018.
Azriana juga menjelaskan, sejak 2014, Komnas Perempuan telah menyatakan Indonesia darurat kekerasan seksual. Lembaga itu mencatat pada 2014, ada 4.475 kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan dan anak perempuan. Angka tersebut meningkat pada 2015 menjadi 6.499 kasus dan di 2016 menjadi 5.785 kasus.
Tentu, ini menjadi momok yang menghawatirkan bagi Azriana. Bagaimana tidak, kasus-kasus kekerasan seksual ternyata mampu melirik tokoh Komnas Perempuan lainnya untuk segera mendesak Dewan Perwakilan Rakyat untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual.
Dilansir pada saat wawancara, "Kalau Komnas Perempuan sebenarnya sudah habis-habisan untuk meyakinkan DPR ini penting untuk segera dibahas dan disahkan sebagaimana versi pembahasan Komnas Perempuan sebelumnya," ujar Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin kepada wartawan, di Kekini, Jalan Cikini Raya, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (17/7/2019).
Melihat fantastis-nya kasus kekerasan seksual, jelas siapa yang tidak akan tercengang dengan angka-angka tersebut. Pasalnya angka-angka tersebut belum sepenuhnya jika diakumulasikan dengan kasus 3 tahun terakhir.
Namun, ini menjadi menarik jika sebelum mengkaji lebih lanjut tentang kekerasan pada seksual, maka kita akan bertanya, "Apa itu RUU-PKS?" , "Seberapa pentingnya kah?"
RUU PKS Rancangan Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang bertujuan untuk menciptakan paradigma (pola pikir) baru mengenai kekerasan seksual terhadap perempuan serta penanganan yang dianggap tepat.
Sepintas, kita mungkin akan merasakan kemaslahatan dan merasa bahwa RUU-PKS ini adalah solusi yang tepat untuk menangani kasus kekerasan seksual.
Namun jika ditinjau lebih mendalam tentang Rancangan Undang Undang ini, justru hanya menimbulkan kekacauan berpikir karena dilandasi pemikiran sekuler.
Berikut adalah beberapa contoh pasal-pasal yang kontroversial dalam RUU PKS :
Pasal 7
(1) Tindak pidana kontrol seksual sebagaimana pasal 5 ayat (2) huruf b adalah tindakan yang dilakukan dengan paksaan, ancaman kekerasan, atau tanpa kesepakatan dengan tujuan melakukan pembatasan, pengurangan, penghilangan dan atau pengambilalihan hak mengambil keputusan yang terbaik atas diri, tubuh dan seksualitas seseorang agar melakukan atau berbuat atau tidak berbuat.
(2) Kontrol Seksual sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi: a. Pemaksaan menggunakan atau tidak menggunakan busana tertentu; b. Pemaksaan kehamilan; c. Pemaksaan aborsi;d. Pemaksaan sterilisasi; dan e. Pemaksaan perkawinan.
Pasal 8
(1) Tindak pidana perkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c adalah tindakan seksual dengan menggunakan alat kelamin atau anggota tubuh lainnya atau benda ke arah dan/atau ke dalam organ tubuh yaitu pada vagina, anus, mulut, atau anggota tubuh lain, dilakukan dengan cara paksa, atau kekerasan, atau ancaman kekerasan, atau tekanan psikis, atau bujuk rayu, atau tipu muslihat, atau terhadap seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan yang sesungguhnya.
(2) Tindak pidana perkosaan meliputi perkosaan di dalam dan di luar hubungan perkawinan.
Lalu, Bagaimana Islam memandang perkara-perkara ini?
Frasa "Kontrol Seksual" pada pasal 5 ayat (2) huruf b yang dikategorikan kekerasan seksual artinya mendorong setiap orang untuk bebas memilih aktivitas seksual tanpa ada kontrol dari pihak lain. Pihak yang melakukan kontrol seksual justru bisa dipidanakan. Orang tua tidak boleh melarang anak lajangnya melakukan hubungan seks bebas karena bisa terkategori kontrol sosial. Aktivitas LGBT juga terlindungi dengan frasa ini.
Kebebasan seksual ini makin nampak pada pasal 7 ayat (1) yaitu adanya "hak mengambil keputusan yang terbaik atas diri, tubuh dan seksualitas seseorang agar melakukan atau berbuat atau tidak berbuat." Artinya kebebasan seksual harus dilindungi. Termasuk ketika memilih seks bebas, kumpul kebo, zina dan seks menyimpang semisal LGBT.
Lebih jauh lagi, pada pasal 7 ayat (2) dinyatakan bahwa Kontrol Seksual sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi: a. Pemaksaan menggunakan atau tidak menggunakan busana tertentu; Maka orang tua tidak boleh mendisiplinkan anaknya berhijab untuk menutup aurat. Karena termasuk kontrol seksual dalam hal busana.
Seorang laki-laki tidak harus berpakaian laki-laki, namun boleh berpakaian perempuan. Demikian juga sebaliknya. Perempuan boleh berpakaian laki-laki. Karena melarangnya termasuk kontrol seksual. Para perempuan juga berhak berbaju seksi dan minim, karena itu dianggap hak yang dilindungi undang-undang.
Pasal 8 ayat (2) menyebutkan bahwa Tindak pidana perkosaan meliputi perkosaan di dalam dan di luar hubungan perkawinan. Sesuai pasal ini, seorang istri bisa sesuka hatinya memilih untuk melayani suami atau tidak. Jika suami memaksa untuk berhubungan, maka terkategori pemerkosaan.
Padahal Allah telah mengharamkan atas diri manusia sexs bebas dan zina, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata'ala :
وَ لاَ تَقْرَبُوا الزّنى اِنَّه كَانَ فَاحِشَةً، وَ سَآءَ سَبِيْلاً
Artinya : Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk. [Q.S Al-Israa' : 32]
Begitupun dengan dengan LGBT dan sejenisnya, Allah melaknat keras bagi orang yang berbuat.
Allah Ta’ala berfirman :
{إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ ۚ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ}
Artinya : Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melampaui batas. [Q.S Al-A’raaf: 81].
Allah pula telah memerintahkan kepada perempuan-perempuan muslimah untuk menutup auratnya dengan sempurna, dan melarang menampakkan aurat mereka.
Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن
يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً
Artinya : “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. Al-Ahzab: 59].
Termasuk perintah tidak menyelisihi suami dalam perkara apapun, dan ketaatan lahir dan batinnya.
Rasullullah salallahu 'alaihi wasallam, bersabda :
فَانْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ.
“Perhatikanlah bagaimana hubunganmu dengannya karena suamimu (merupakan) Surgamu dan Nerakamu.”
Alih-alih ingin menjaga perempuan dari pelecehan, tetapi justru yang digaungkan adalah kebebasan bertingkah laku dan bersikap yang asasnya adalah sekulerisme (Pemisahan agama dari kehidupan). Pada faktanya pun RUU PKS ini hanya menjadikan perempuan keluar dari fitrahnya yang terjaga, dan menjauhi aturan sang pencipta, yang seharusnya menjaga martabat agar terhindar dari kemaksitan.
Sejatinya, pengaturan tentang penyaluran naluri seksual, menutup aurat dan larangan membuka aurat, hingga hak kewajiban suami istri dalam menyalurkan syahwat jelas diatur dalam Islam. Islam pula mengatur bagaimana pencegahan pelecehan seksual menjadi dasar yang harus orangtua tanamkan dalam diri anak-anak dengan aturan yang dilandasi dengan aqidah setiap anggota keluarga, dengan memulai sejak dini membiasakan anak-anak kita menutup aurat, menjaga interaksi dengan lawan jenis, memisahkan ranjang anak ketika sudah baligh, dan penanaman ketaatan kepada suami.
Peran negara juga menjadi perkara penting dalam mengatur dan menjaga perempuan agar terhindar dari kekerasan seksual, dengan menerapkan aturan yang tepat di setiap sendi kehidupan, agar mampu tercipta lingkungan yang aman dan nyaman bagi perempuan.
Maka tidak ada jalan selain kembali kepada Islam, agama yang sempurna, sesuai fitrah, memuaskan akal, dan menentramkan hati. Tidak ada aturan yang sesuai untuk umat manusia, kecuali Islam. []
Wallahu 'alam bishawab
Tags
Opini