Oleh: Ade Irma
(Aktivis Revowriter)
Memasuki April tahun 2019 Indonesia mulai dilanda kekeringan. Padahal prediksi BMKG musim kemarau baru akan terjadi Agustus mendatang. Kekeringan pun sudah terjadi diberbagai daerah termasuk wilayah Jakarta. Dilansir dari situs Suara.com - Memasuki puncak musim kemarau, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan ada dua provinsi yang berstatus awas berpotensi kekeringan. Dua provinsi tersebut meliputi Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Untuk potensi awas di wilayah Jawa Timur, BMKG mengemukakan dua daerah yakni, Sampang dan Malang. Sedangkan untuk wilayah NTT diwaspadai di semua wilayah tersebut.
Dalam keterangan tertulis yang diperoleh Antara, Deputi Klimatologi BMKG Herizal mengemukakan ada kriteria yang dinyatakan dalam kategori awas yakni, terkait dengan curah hujan yang rendah dan tidak adanya hujan selama 61 hari.
"Status Awas karena telah mengalami lebih dari 61 Hari Tanpa Hujan (HTH) dan prospek peluang curah hujan rendah di bawah 20 milimeter per dasarian pada 20 hari mendatang lebih dari 80 persen," kata dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (25/6/2019).
Selain daerah tersebut, sebagian besar Yogyakarta, Indramayu (Jawa Barat), dan Buleleng (Bali) juga berstatus Awas.
Sejumlah daerah berstatus Siaga atau telah mengalami lebih 31 HTH dan prospek peluang curah hujan rendah di bawah 20 milimeter per dasarian pada 20 hari mendatang lebih dari 80 persen.
Daerah tersebut, yaitu Jakarta Utara, Lebak, dan Tangerang Provinsi Banten, Nusa Tenggara Barat, dan sebagian besar Jawa Tengah.
Dengan adanya kekeringan di musim kemarau panjang ini sepertinya sudah menjadi hal biasa krisis air bersih akan terjadi diberbagai belahan dunia bukan hanya ada di negeri ini. Di tengah sulitnya ekonomi Indonesia saat ini rakyat terpaksa harus merogoh kocek untuk sekedar membeli air bersih. Padahal air bersih adalah kebutuhan mendasar manusia. Yang sudah tentu menjadi haknya tanpa harus membelinya.
Jika kita lihat tampaknya pemerintah selalu mengkambinghitamkan Faktor alam seperti terjadinya Pemanasan global, Anomali iklim El Nino atas bencana kekeringan yang menimpa rakyat saat ini.
Padahal jelas peningkatan pemanasan global merupakan akibat bukan sebab. Begitupun terjadinya kekeringan dan krisis air bersih saat ini merupakan impact (dampak) berkelanjutan yang satu sama lain saling berkaitan. Bisa kita simpulkan bahwa ancaman kekeringan panjang saat ini bukanlah semata-mata fenomena alam saja. Tapi menjadi akibat dari ulah tangan manusia yang tak bertanggungjawab. Meraih keuntungan namun merusak alam. Penyebab sebenarnya atas bencana kekeringan dan krisis air bersih hari ini adalah terus berkurangnya luas hutan dunia terutama beberapa dekade terakhir.
Hutan menjadi komponen yang penting dalam keberlangsungan kehidupan manusia. Hutan adalah pemberi oksigen dan penyerap karbon dioksida. Keberadaan hutan juga memiliki peran penting bagi siklus air. Pohon - pohon akan menyerap curah hujan sehingga bisa mengurangi bahaya banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau.
Diakui atau tidak pembalakan liar banyak terjadi di negeri ini termasuk di Kabupaten Ngawi. Belum lagi masifnya pembangunan infrastruktur, pembangunan kawasan industri ataupun pemukiman. Menurut kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan,setiap tahun terjadi penyusutan lahan pertanian antara 150.000 hingga 200.000 hektar akibat alih fungsi hutan.
Pemerintah saat ini belum memberikan perhatian penuhnya akan ancaman kekeringan panjang ini. DalamDalam mengatasi bencana kekeringan ini pemerintah mengklaim telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasinya. Tetapi bisa kita lihat berbagai upaya yang dilakukan hanyalah bersifat tambal sulam.
Jumlah hutan kritis terus bertambah dari tahun ke tahun. Investor asing bahkan diundang untuk datang ke negeri ini meski kita sendiri yang harus rugi karena apa yang investor lakukan justru lebih banyak merusak lingkungan. Bisa disimpulkan bahwa upaya yang dilakukan oleh pemerintah hanya mengatasi masalah permukaan bukan dari akarnya.
Allah SWT menciptakan bumi dan seisinya dengan sebaik-baiknya keteraturan dan keseimbangan. Allah menciptakan bumi ini tentu memberikan aturan agar terjalin keberlangsungan hidup didalamnya. Ulah tangan manusia lah yang membuat alam menjadi 'sakit' ia tak berjalan dengan semestinya.
Sebagaimana firman Allah SWT :
ﻇَﻬَﺮَ ﺍﻟْﻔَﺴَﺎﺩُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺒَﺮِّ ﻭَﺍﻟْﺒَﺤْﺮِ ﺑِﻤَﺎ ﻛَﺴَﺒَﺖْ
ﺃَﻳْﺪِﻱ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻟِﻴُﺬِﻳﻘَﻬُﻢْ ﺑَﻌْﺾَ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻋَﻤِﻠُﻮﺍ
ﻟَﻌَﻠَّﻬُﻢْ ﻳَﺮْﺟِﻌُﻮﻥَ
"Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan akibat perbuatan tangan (maksiat)[1] manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) [ar-Rum/30:41]
Sudah saatnya bagi kita untuk saling bersinergi, kembali kepada aturan Illahi sebagai satu- satunya solusi.
Sebab hanya Syariat Islam lah yang mampu menjawab segala tantangan zaman. Melalui Institusi Khilafah tidak akan ada pihak yang semena- mena memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Menjamin keberlangsung hidup manusia sesuai dengan aturan-Nya. Agar turun Rahmat da Karunia- Nya.
Hukum Islam akan menindak tegas bagi siapapun yang melakukan eksploitasi sumber daya alam secara zholim. Tidak ada satupun persoalan yang tidak ada solusinya dalam Islam. Termasuk di dalamnya masalah kekeringan. Bila kita hidup di bumi dengan menjalankan kewajiban kita sebagai hamba yang takut akan Allah. Tentu kita akan menjaga alam. Menjaga untuk tidak mengekplorasi air bersih sebab manusia berserikat dalam 3 hal. Air, rumput dan api. Maka haram ketika kita memperjualbelikan air. Pengelolaan air harus sepenuhnya diambil alih oleh pemerintah dan dikembalikan kembali kepada rakyat sebab air menjadi kebutuhan dasar manusia. Menjaga hutan dan tidak membakar hutan. Serta yang paling utama rasa takut kita terhadap Allah.
Menjalankan semua perintahnya dan menjauhi laranganNya. Ada korelasi yang erat antara kemaksiatan dan dosa yang kita lakukan dengan datangnya berbagai bencana. Akhirnya bila kita ingin tinggal di negeri yang penuh berkah maka tidak ada jalan lain yang mesti kita lakukan selain kembali pada aturan Allah. Rakyatnya dipenuhi dengan rasa takut pada Allah sementara pemimpinnya bertugas menerapkan aturan Allah secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan. Kembali ke aturan Islam dalam naungan Khilafah. Wallahu a’lam.