Oleh : Dara Millati Hanifah, S.Pd*
.
Pada Senin, 17 Juni 2019 merupakan hari pertama pendaftaran PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) dimulai dari jenjang SMP, SMA, dan SMK. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini PPDB harus melalui sistem zonasi yaitu yang terdekat dari tempat tinggalnya. Hal ini sesuai permendikbud nomor 51.
.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, menyebut bahwa penerapan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi bertujuan untuk menghapus label sekolah favorit. "Iya (PPDB menghapus label sekolah favorit), yang favorit itu harus anak. Jadi setiap sekolah, semua sekolah nanti harus bagus, harus favorit, standar pelayanan minimum harus terpenuhi," kata Muhadjir di Kantor PP Muhammadiyah Yogya, Kamis (30/5/2019). (www.detik.com)
.
Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Generasi mengkritik kebijakan sistem zonasi yang persebarannya berlandaskan pada sekolah negeri. Penerapan sistem zonasi dinilai telah menafikan fakta bahwa jumlah sekolah negeri masih kurang dan sebarannya tidak merata di semua wilayah di Indonesia. Di sejumlah daerah, seperti Bekasi misalnya, jumlah daya tampung sekolah negeri hanya sepertiga dari total jumlah siswa pendaftar.
"Kekhawatiran siswa didik dan orangtua dengan sistem ini masih terus terjadi, karena minimnya antisipasi persoalan yang muncul dalam penerapan PPDB sistem zonasi ini," kata Ena dalam siaran pers di Jakarta, Minggu, 16 Juni 2019. (www.medcom.id)
.
Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Ferdiansyah mengkritisi penerapan kebijakan sistem zonasi yang dinilai terlalu kaku dan terburu-buru. Banyak daerah yang belum siap dengan persebaran guru berkualitas, sarana prasarana, dan daya tampung sekolah negeri, sehingga penerapan sistem zonasi ini berpotensi merugikan peserta didik.
"Sebenarnya PPDB ini dilihat dari tujuannya sangat baik, tapi lagi-lagi di Indonesia ini kondisinya tidak dapat disamaratakan. Harusnya dibuat bertahap, sama seperti penerapan kebijakan lain, kurikulum 2013, UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer), semuanya kan sangat bertahap," kata Ferdiansyah di Jakarta, Senin, 17 Juni 2019
Sejumlah masalah dalam PPDB dengan sistem zonasi ini, kata Ferdiansyah, tidak akan terjadi jika kondisi dan kualitas pendidikan di Indonesia seperti kualitas guru, sarpras, dan latar belakang ekonomi masyarakatnya sudah relatif sama. "Kalau terjadi disparitas kualitas pendidikan seperti ini mana mungkin tidak menimbulkan masalah," ungkap anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini. (www.medcom.id)
.
Sistem zonasi ini merupakan bukti kurangnya Pemerintah dalam penyediaan sarana pendidikan dan pelayanannya. Secara umum, hal di atas pun merupakan bukti akan kurangnya tanggung jawab Negara dalam memenuhi hak-hak rakyatnya. Jika Negara abai dalam memenuhi pendidikan rakyat, maka pemerataan pendidikan tidak akan pernah terwujud. Apalagi, pendidikan saat ini yang masih dikendalikan oleh sistem kapitalisme.
.
Berbeda halnya dengan sistem Islam. Sistem Islam menyatakan bahwa pendidikan merupakan kebutuhan mendasar yang dibutuhkan rakyat. Negara bertanggung jawab dalam menyelenggarakan proses pendidikan dari jenjang paling rendah hingga tertinggi. Pengurusan berbagai hal semisal fasilitas, gaji guru, sarana prasarana, dan menyiapkan standar kurikulum adalah tanggung jawab seorang Kepala Negara atau Khalifah. Segala biaya yang dikeluarkan sebab hal tersebut pastilah diambil dari kas negara, bukan dari kantung pribadi rakyat.
.
Sebagaimana hadits Rasulullah saw :
"Seorang Imam (Khalifah/Kepala Negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rakyatnya" (HR Bukhari dan Muslim)
.
Pengurusan berbagai hal yang mencakup sarana, penyesuaian metode pembelajaran sesuai syariat serta penyediaan tenaga pengajar yang berkualitas dan terjamin kesejahteraannya, sungguh akan melahirkan generasi-generasi unggul dengan kepribadian Islam, terampil dalam sains dan teknologi juga berjiwa pemimpin.
.
Semua hal tersebut sungguh tidak akan terwujud dalam sistem Kapitalisme. Sebab hanya sistem Islamlah yang mampu mewujudkannya. Sistem Islam akan mewujudkan pendidikan yang berkualitas, merata, mudah diakses semua kalangan (baik miskin maupun kaya), dan menghilangkan favoritisasi pendidikan pada sekolah-sekolah tertentu.
.
Wallahu A'lam Bis Shawab.
*(Pemerhati Pendidikan)