Oleh : Alvi Rusyda
Akhir ini orang tua dipusingkan mengurus Pendidikan anak-anaknya, karena pemerintah memberlakukan sistem zonasi sekolah, atau bahasa sederhananya penempatan sekolah berdasarkan tempat tinggal. Kebijakan sistem zonasi sekolah ini menuai pro dan kontra dari masyarakat.
Sejumlah orangtua siswa di Kabupaten Lebak, Banten, khawatir anaknya gagal masuk ke SMA negeri. Kekhawatiran tersebut muncul lantaran adanya sistem zonasi di dalam proses seleksi. Salah satu orangtua murid yang ditemui Kompas.com di SMAN 1 Rangkasbitung, Atikah, mengaku waswas lantaran lokasi rumahnya berjarak lima kilometer dari SMA negeri terdekat. Jarak tersebut, kata dia, belum terlalu aman jika mengikuti sistem zonasi.
"Informasi yang saya terima jarak aman zonasi di Rangkasbitung itu sekitar 3 kilometer, sementara rumah saya di Kolelet ke SMA negeri yang terdekat adalah 5 kilometer," katanya kepada Kompas.com, Senin (17/6/2019). Atikah mengaku kecewa dengan adanya sistem zonasi ini. Padahal, kata dia, anaknya punya prestasi mumpuni dan berasal dari SMP negeri favorit di Rangkasbitung.
Namun, lantaran adanya sistem zonasi tersebut, maka nilai siswa tidak terlalu berpengaruh. Di Rangkasbitung terdapat tiga SMA negeri. Ketiga sekolah tersebut diperebutkan setidaknya oleh ribuan calon siswa dari tiga kecamatan terdekat, antara lain Rangkasbitung, Cibadak dan Kalanganyar.
Soal penerapan zonasi, dia menerangkan, menjadi faktor utama penentu diterima atau tidaknya calon siswa di SMA tersebut, berdasarkan jarak rumah calon siswa dengan sekolah. "Semakin dekat rumah dengan sekolah, maka semakin besar peluangnya diterima, tidak peduli nilainya tinggi atau kecil, jadi yang rumahnya dekat tenang saja, insya Allah diterima walaupun nilainya kecil," kata dia. Kompas.com
Urusan Semrawut
Di daerah lain, seperti di Denpasar, Antrean panjang para orang tua yang ingin mengambil nomor token Pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) terlihat di SMPN 10 Denpasar, Bali. Beberapa orang tua rupanya masih bingung dengan sistem pendaftaran sesuai zonasi.
Pantauan di SMPN 10 Kota Denpasar, Jl Gatot Subroto, Denpasar, Bali, Senin (17/6/2019) hingga pukul 11.00 Wita masih terlihat antrean dari orang tua. Antrean di SMPN 10 dibagi dari antrean pengambilan nomor urut pendaftaran, antrean verifikasi formulir, dan antrean pengambilan nomor token atau nomor registrasi online.
Salah satu orang tua siswa Mira Asta (44) mengaku sudah mendatangi dua sekolah untuk mendapatkan nomor token. Sesuai zonasi, anaknya bisa memilih sekolah di SMPN 1, SMP 5, atau SMPN 10.
"Dua sekolah dari jam 7 mengantre di SMPN 10, saya lari ke SMPN 5 sudah dapat nomornya. Saya menunggu di SMPN 5 dari jam 7 pagi sampai 10.30 Wita, terus ke sini (SMPN 10) masih antre. Kalau dulu kan pakai NEM, ini rata-rata kan nilai lulusan SD tinggi jadi banyak yang kecewa karena sudah capek belajar ternyata NEM-nya tidak kepakai," kata Mira.
"Pihak sekolah nggak siap, kalau di SMPN 10 rapi memang tapi di SMPN 5 nggak, antreannya serampangan, nggak rapi. Pihak sekolah tak menyiapkan nomor antrean, begitu masuk dipanggil satu-satu tak urut absen, nggak fair," keluh Mira.
Hal senada juga disampaikan Putu Agus Sastrawan. Dia mengaku bingung dengan sistem zonasi dan mengeluhkan ketidakjelasan informasi.
"Harapannya masuk di kawasan ini (SMPN 10), kemarin saya tanya di sekolah dia sosialisasi hanya umum. Ini pengalaman pertama mendaftarkan anak sekolah, dan sistem baru jadi bingung, sosialisasi nggak jelas. Pertama kali dia menyosialisasikan secara umum saja, kalau detail kita disuruh ke sekolah yang dituju, percuma kalau dari sekolah asal dia nggak tahu detailnya," sesal Agus. Warga yang tinggal di Perumahan Green Kori, Ubung, Denpasar Utara ini bisa mendaftarkan anaknya ke SMPN 1, SMPN 5 atau SMPN 10. Dari segi jarak ketiga SMP itulah yang terdekat dari rumahnya meskipun rata-rata jaraknya lebih dari 2 km.
"Saya di luar kawasan, tapi masuk ke zonasi SMPN 1, SMPN 5 dan SMPN 10. Tadi saya juga tanya apakah saya perlu tiga token atau hanya satu, katanya hanya perlu satu token saja untuk tiga sekolah. Bersaingnya cukup ketat, tadi saya antre dari jam 08.00 Wita dapat nomor 800, hari ini dibatasi sampai 300 nomor token saja, saya juga bilang kalau gitu waktu 3 hari nggak cukup orang terakhir tadi sampai ribuan besok mana masih terima pendaftaran lagi, tapi katanya nanti di hari terakhir akan dilayani sampai malam, katanya pasti dapat token," cerita ayah dari Putu Anandika Sasmaputra itu. Dia juga menyesalkan masih banyak informasi simpang siur yang dia dapatkan ketika hari pertama pendaftaran. Tak hanya itu sekolah juga dinilainya tidak siap melayani para orang tua yang mendaftar.
"Masukan ke depan mungkin lebih baik disosialisasikan lebih awal dari jauh-jauh hari, ini kemarin baru disosialisasikan minggu lalu. Sosialisasi untuk zoning terlalu mepet waktunya mestinya agak jauh-jauh biar kita bisa prepare, dari sekolah saya lihat juga belum siap, amburadul, dia bikin sistem (antrean) belum bagus, ya pengalaman ini untuk tahun berikutnya," usulnya. Sementara itu Kadis Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga Kota Denpasar I Wayan Gunawan juga bingung dengan munculnya isu hari ini dianggap sebagai pendaftaran. Dia juga menyebut sistem ini tak jauh berbeda dengan sistem penerimaan siswa didik baru (PPDB) tahun sebelumnya.
"Sebetulnya, kalau dibilang sulit oleh masyarakat kan bukan PPDB kali ini saja. Sebelumnya-sebelumnya juga tidak ada perbedaan dengan sebelumnya, kenapa tak beda karena tahun lalu pun siswa yang tamat jumlahnya lebih dari 13 ribu, cuma sekarang saya tak tahu siapa yang menghembuskan di lapangan artinya hari ini dianggap sebagai pendaftaran. Padahal hari ini adalah verifikasi, kemudian ada dihembuskan nanti siapa yang dapat token lebih cepat itu yang diterima padahal kenyataannya tidak seperti itu," kata Gunawan di SMPN 10. Detik.com
Negara Gagal Mengurus Pendidikan
Pendidikan hari ini ibarat permainan yang siap diatur seenaknya oleh negara. Kebijakan pemerintah dalam pendidikan ini terus berganti setiap tahunnya, sehingga masyarakat terpaksa mengikutinya. Jadi, setiap moment Penerimaan Peserta Didik Baru (PDDB), sukses dibuat galau, karena biaya mahal dan tidak sesuai dengan potensi siswa. Akibat zonasi pendidikan ini, pemerintah akhirnya lebih fokus memikirkan pemerataan siswa di berbagai daerah , dan tak lagi memikirkan bagaimana cara agar putera puteri Indonesia yang nantinya akan menjadi penerus bangsa ini dapat mengenyam pendidikan yang layak di negerinya sendiri tanpa memiliki beban biaya pendidikan yang sangat tinggi. Kebijakan zonasi ini akan mematikan bakat dan minat yang dimiliki siswa, karena sekolah yang dekat jangkauan tidak sesuai dengan jurusannya.
Seharusnya pemerintah mampu memberikan solusi menyeluruh terhadap permasalahan yang terjadi dalam bidang pendidikan, karena pendidikan merupakan hak yang harus diterima oleh setiap individu. Akibat penerapan sistem Kapitalis hari ini, masyarakat menjadi korbannya, terancam tidak sekolah. sementara penguasa mendapatkan keuntungan.
Jaminan Pendidikan Islam
Sistem Islam sesuai dengan fitrah manusia, mengatur seluruh aspek kehidupan, terutama dalam bidang pendidikan. Dalam Islam setiap muslim berhak mendapatkan pendidikan, karena menuntut ilmu merupakan suatu kewajiban. Karena tanpa Pendidikan, hidup ini akan kehilangan arah. Tujuan pendidikan Islam adalah menjadikan hamba Allah yang beriman dan bertaqwa, memiliki syaksiyah Islam yang kuat serta menguasai ilmu sains dan teknologi.
Kemajuan pendidikan Islam tidak bisa diragukan lagi. Dalam Islam Pendidikan itu gratis bagi pelajar. Fasilitas pendukung sangat lengkap. Pelajar bebas melakukan berbagai penelitian dan penemuan, serta semangat mengkaji berbagai macam ilmu. Pelajar datang dari berbagai wilayah untuk belajar, baik dari kalangan muslim atau non muslim. Dalam Islam tidak ada sistem zonasi wilayah pendidikan. Para ulama dulu harus mengembara ke negeri gurunya untuk mendapatkan ilmu, ini dilakukan oleh imam Syafi'i, Bukhari, Muslim, dll. Jadi, masalah ini akan selesai ketika sistem Islam diterapkanWallahua'lam.