Utang Menumpuk, Indonesia Makin Terpuruk



Oleh : Ika Nur Wahyuni


Menkeu, Sri Mulyani Indrawati menyatakan APBN periode April 2019 mengalami defisit sebesar Rp 101, 04 Triliun. Ini lebih tinggi dari tahun sebelumnya pada periode yang sama dan merupakan sejarah baru dan terparah sejak kemerdekaan republik ini. (Kompas, 16/5/2019)

BPS pun merilis data terbarunya melalui Kepala BPS, Suharyanto bahwa neraca dagang Indonesia pada April juga mengalami defisit parah. Ini disebabkan nilai impor lebih tinggi sebesar US$ 15,5 Miliar daripada ekspor yang hanya di angka US$ 12,6 Miliar. (Kumparan, 18/5/2019)

Menurut peneliti INDEF, Bhima Yudhistira Adhinegara DSR (debt to service ratio) sangat buruk. Penyebabnya tidak lain karena kinerja pemerintah yang terlalu agresif menambah utang di tengah kondisi global dan domestik yang berisiko.

Utang yang ditarik pemerintah juga terbukti belum mampu menciptakan stimulus untuk perekonomian. DSR sendiri adalah pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap penerimaan transaksi berjalan. (Detik.com, 18/5/2019)

Indonesia Jauh Dari Sejahtera

Indonesia diambang kebangkrutan tak terbantahkan lagi. Ini dapat dilihat dari kemampuan keuangan negara tiap tahun lebih besar utang daripada kemampuan memobilisasi pendapatan negara yang kini sangat bergantung dari penerimaan pajak yang sulit terealisasi.

Ini akibat sistem ekonomi kapitalisme yang dianut oleh Indonesia. Dimana sistem ini terbukti telah melahirkan kesenjangan ekonomi yang semakin dalam. Kekayaan hanya dinikmati oleh segelintir orang. Rakyat semakin dimiskinkan dengan tidak diutamakan. Padahal yang dimaksud dengan negara maju yang berhasil, salah satu tandanya adalah kesejahteraan rakyat meningkat.

Indikator rakyat sejahtera yang pertama adalah jumlah dan pemerataan pendapatan. Ini berhubungan dengan penyediaan lapangan pekerjaan dan kondisi usaha lokal yang stabil, dimana pemerintah mendorong dan memfasilitasi pengusaha lokal yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas ekspor. 

Kedua adalah pendidikan yang semakin mudah dijangkau dan murah. Seluruh rakyat dapat mengakses pendidikan setinggi-tingginya sehingga kualitas SDM meningkat dan mampu bersaing dengan negara lain. Sekolah-sekolah baik formal maupun informal dibangun dengan jumlah yang banyak dan merata.

Ketiga adalah kualitas kesehatan yang baik dan semakin meningkat. Ini merupakan kewajiban pemerintah yang tidak bisa ditawar lagi. Rakyat mudah mendapat pelayanan kesehatan yang murah dan berkualitas. 

Ketiga indikator ini sulit ditemukan di Indonesia. Angka pengangguran meningkat dari tahun ke tahun karena serbuan TKA. Barang-barang impor yang membanjiri pasar Indonesia membuat perekonomian lokal stagnan, tidak menunjukkan peningkatan yang berarti. Belum lagi meroketnya harga bahan pokok yang hingga kini tidak ada pemecahan solutif dari pemerintah yang mengakibatkan daya beli menurun.

Taraf pendidikan pun rendah karena mahalnya biaya pendidikan tanpa dibarengi kualitas yang baik. Akhirnya banyak anak putus sekolah. Ditambah wacana pemerintah untuk mengundang guru dari luar negeri menandakan buruknya kualitas pendidikan Indonesia. Tunggakan tagihan BPJS menambah daftar panjang bahwa Indonesia sangat buruk dalam pengelolaan kesehatan warga negaranya.

Ini bukti bahwa masyarakat Indonesia jauh dari kata sejahtera. Buruknya pengelolaan negara yang menggantungkan pembiayaan dari utang ribawi membuat Indonesia semakin terpuruk. Belum lagi tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah yang semakin hari semakin menurun.

Pengelolaan Keuangan  Negara Dalam Islam

APBN Indonesia disusun oleh DPR dan Pemerintah tanpa terikat syariah dan bertumpu pada pajak sebagai sumber pendapatan utama. Dan mengalami defisit dari tahun ke tahun, mencapai puncaknya pada tahun ini. Sehingga untuk menutupinya dengan jalan berutang.

Penambahan utang baru menyebabkan Indonesia terus terikat dengan para kreditur asing. Akibatnya cengkeraman kreditur asing dan para investor semakin kuat terhadap kebijakan pemerintah baik dari sisi politik maupun ekonomi. Akhirnya bukan kemandirian ekonomi yang didapat malah terjadi perbudakan ekonomi.  

Dalam Islam, berutang sangat tidak dianjurkan baik individu maupun kolektif (negara). Karena negara Islam memiliki tujuan untuk menyebarkan dakwah Islam dalam hubungan diplomatik internasional secara mandiri dan bebas. Inilah yang menuntut kondisi negara Islam memiliki integritas tinggi.

Bagaimana mungkin suatu negara menjalankan tujuannya bila kemandirian dan integritas sebagai bangsa hilang akibat terlilit utang. Negara tidak lagi mempunyai wibawa apalagi untuk berperan aktif di kancah internasional. Lalu bagaimana Islam membiayai kebutuhan negara?

Bayt al Maal memiliki kesamaan fungsi dengan APBN yaitu mengelola pendapatan dan pengeluaran negara. APBN Islam dibangun dari paradigma Islam tentang ekonomi yaitu dengan mengklasifikasikannya menjadi tiga bagian. Yaitu bagian Fai’ dan Kharaj, bagian kepemilikan umum dan bagian Shadaqah. 

Dari ketiganya APBN Islam mendapatkan berbagai jenis pendapatan dan syariah menjelaskan pos pembelanjaan dan alokasinya. APBN Islam tidak harus selalu dihabiskan pada tahun anggaran berjalan. Boleh jadi pada suatu waktu minus karena terjadi bencana, paceklik, atau perang.

Sehingga negara perlu menunda sebagian pengeluaran atau menarik pajak atau berutang yang merupakan alternatif terakhir bukan yang utama dan pertama kali dilakukan.Dan di waktu yang lain surplus di jumlah penerimaan yang dapat digunakan untuk melunasi utang. 

Distribusi pengeluaran yang terbesar adalah pada sektor pendidikan, pengentasan kemiskinan dan infrastruktur. Dalam sektor infrastruktur sudah dialokasikan dana riset sains dan teknologi yang besar. Semua ini akan sangat cukup untuk menggerakan roda perekonomian. Pada akhirnya akan menekan angka kemiskinan ke level terendah.

Sudah saatnya Indonesia menerapkan sistem ekonomi yang bertumpu pada syariah yang menjadikan Indonesia menjadi negara mandiri dan berdaulat. Mengembalikan aset nasional ke pangkuan ibu pertiwi dan dikelola oleh anak-anak negeri. Tenaga kerja lokal terserap, roda perekonomian kembali berputar, distribusi merata dengan pembangunan infrastruktur yang luas bahkan mencapai ke pelosok negeri.






Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak