Oleh: Meliana Chasanah
Belum lama ini KPU mengumumkan hasil pemilu Capres dan Cawapres yang akan menduduki kursi kepemimpinan selama periode 2019-2024. Namun banyak kejanggalan yang terjadi pada pemilu tahun 2019 ini. Dimulai dari input data yang tidak valid, kematian anggota KPPS yang menelan korban hampir 700 orang, dan juga kecurangan dari salah satu paslon yang dilakukan secara terencana, terstruktur, masif dan brutal. Anehnya, tidak ada satu pun media televisi yang mengungkit permasalahan ini hingga tuntas.
Masyarakat tidak berhenti dan berdiam diri, mereka menuntut keadilan kepada pemerintah atas kejanggalan tersebut melalui gerakan ‘People Power' yang berlangsung pada tanggal 21-22 Mei 2019. Namun dari aksi ini tersiar kabar bahwa: “aksi people power" ditunggangi gerakan ekstremis dan radikal".
Dilansir dari detiknews.com-- "Relawan Jokowi menganggap gerakan people power yang digaungkan itu bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah (makar), sehingga menganggap gerakan people power adalah gerakan inkonstitusional. Menurut para relawan, gerakan itu hanya untuk kepentingan kelompok tertentu. "Gerakan people power dalam bentuk apapun tujuannya adalah makar sehingga hal ini akan menimbulkan kegaduhan dan rasa ketakutan di tengah masyarakat, untuk itu secara qaidah kita harus mendahului atau mengutamakan menghindari hal yang dapat menimbulkan kerusakan dan kemudhorotan," ujar Sekjen Solidaritas Ulama Muda Jokowi (Samawi) Aminuddin Maruf pada Sabtu (18/5/2019)." (detiknews.com)
Framing Jahat
Ada begitu banyak framing buruk dan jahat yang sampai pada masyarakat seputar gerakan people power tersebut. Framing buruk dan jahat ini di dukung oleh pemberitaan di berbagai media massa baik cetak ataupun elektronik yang tampaknya sudah tidak netral lagi, bahkan cenderung berupaya menutupi kebenaran yang terjadi di lapangan. Di mulai dengan kematian Harun Rasyid yang dianiaya oleh aparat namun media memberitakan bahwa Ia merupakan korban kerusuhan aksi 22 Mei. Kedua, media yang sedang ramai-ramainya meliput bahwa ada mobil Ambulance berisikan batu, namun tidak dengan mobil Brimob yang membawa banyak peluruh tajam. Ketiga, media yang ramai memberitakan kerusuhan aksi 22 Mei pada malam hari, namun sedikit kedamaian pada siang hari. Keempat, media yang ramai memberitakan dampak negatif aksi 22 Mei, namun menutupi inti sari dan tujuan penting dalam aksi 22 Mei. Kelima, banyak media yang memposting foto-foto aparat yang kelelahan seolah-olah mereka pahlawan dan penenang dalam kerusuhan aksi 22 Mei, tetapi media televisi bungkam dengan foto-foto aksi penembakan yang dilakukan oleh aparat. Keenam, media tidak menyiarkan secara menyeluruh video, foto dan fakta yang terjadi di lapangan, sebagian ditutup dan tidak diberitakan untuk menutupi keburukan pihak tertentu.
Jika pun ada yang berani membongkar fakta di lapangan, pastilah dia akan langsung dilaporkan pada pihak yang berwenang dengan tuduhan menyebarkan hoax, ujaran kebencian, hingga tuduhan melakukan tindakan makar.
Imam Nawawi tuduhan menjelaskan tentang perkara menutupi kebenaran atau berdusta:
“Ketahuilah, madzhab Ahlus Sunnah berkata bahwa bohong adalah mengabarkan sesuatu yang menyelisihi kenyataannya, sama saja engkau sengaja atau tidak sengaja. Orang yang berbohong dengan tidak sengaja, maka tidak ada dosanya, akan tetapi ia akan berdosa apabila melakukannya dengan sengaja.” (Al-Adzkar, hal. 326, lihat pula Al-Adab asy-Syar’iyah, 1/53)
Allah SWT pun telah memperingatkan secara tegas dalam firmannya:
وَلَا تَقْفُ مَا لَـيْسَ لَـكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗ اِنَّ السَّمْعَ وَا لْبَصَرَ وَا لْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰٓئِكَ كَا نَ عَنْهُ مَسْئُوْلًا
"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya."(QS. Al-Isra' 17: Ayat 36)
Dampak dari Kerusuhan 22 Mei
Tragedi yang terjadi akibat aksi people power telah terungkap sedikitnya ada 8 korban yang meninggal dan 737 orang lainnya mengalami luka-luka. Wiranto sendiri menuturkan: “Khilafah boncengi keruwetan pemilu”. Begitu mirisnya ajaran Islam yang satu ini kembali menjadi kambing hitam. Padahal, seperti yang kita ketahui bahwa khilafah sudah 95 tahun tidak ada untuk menyertai kita selaku umat Muslim. Namun framing jahat yang selalu memonsterisasi ajaran Islam tentang Khilafah tidak ada henti-hentinya. Akibatnya tak sedikit dari kalangan orang awam menjadi benci dan tidak percaya dengan Khilafah. Bertolak belakang dengan Wiranto, justru Letnan Jenderal TNI Johannes Surya Prabowo, menuturkan: “Negara pecah bukan karena Khilafah. Negara hancur karena tidak tegaknya keadilan”
Kerusuhan yang terjadi pada tanggal 22 Mei semuanya riil akibat rusaknya sistem demokrasi yang telah melahirkan Rezim otoriter dan refresif, seperti halnya negara Komunis Korea Utara. Maka, siapa pun yang berani melawan kedaulatannya, tak segan-segan untuk dijadikan tumbal atas kebengisannya tersebut. Hanya karena rakyat menginginkan kedaulatannya secara jujur dan adil, namun di sisi lain pemerintah seolah-olah tidak menghiraukan semua itu, bahkan barang siapa yang berani melawan pemerintah selalu mendapat predikat sebagai “Pengkhianat Negara”.
Siapa yang Bertanggung Jawab?
Dalam hal ini yang harus bertanggung jawab adalah negara, walau bagaimana pun seorang pemimpin negara harusnya mengayomi umat dan bukan sebaliknya yang bersikap otoriter atau bahkan berbuat dzalim. Karena Rasulullah SAW telah memperingatkan kepada para pemimpin agar berlaku adil:
Dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ عَادِلٌ وَأَبْغَضَ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ وَأَبْعَدَهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ جَائِرٌ
“Sesungguhnya manusia yang paling dicintai oleh Allah pada hari kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah adalah seorang pemimpin yang adil. Sedangkan orang yang paling dibenci oleh Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah seorang pemimpin yang zalim.” (HR. Tirmidzi)
Di sini, umat hanya menginginkan keadilan dan ingin merasakan dipimpin oleh pemimpin yang mampu mengayomi rakyat dan juga mencintai rakyatnya. Merasakan keamanan pun merupakan tanggung jawab dari seorang pemimpin negara. Dan, sudah selayaknya apabila umat kembali pada aturan yang dibuat oleh Sang Khaliq dan juga sebagai Maha Pengatur. Bukan aturan yang dibuat oleh manusia yang telah terbukti rusak dan menyengsarakan.
Dan solusi perubahan yang hakiki hanya mampu di bangun dengan mewujudkan kesadaran umum (wa'yul aam) dan Opini umum (Ra’yul aam). Salah satunya dengan membangun kesadaran di tengah-tengah umat bahwa akar permasalahan umat selama ini yang di dera dengan berbagai kesulitan dan kesengsaraan hidup adalah diakibatkan penerapan sistem kapitalis sekuler, termasuk sistem demokrasi sekuler yang jelas bobrok dan merusak. Dan solusi dari semua permasalahan tersebut adalah dengan cara mengganti sistem demokrasi yang bobrok tersebut dengan sistem Islam, yaitu Khilafah yang menerapkan syariah Islam secara kaffah. Khilafah adalah sebuah sistem pemerintahan, warisan Rasulullah SAW, yang sudah terbukti selama 13 abad lamanya membawa umat pada puncak kejayaannya. Kemudian ketika sudah terbentuk kesadaran umum maka perjuangan diarahkan untuk mewujudkan opini umum. Sehingga berkembang opini umum di tengah-tengah umat akan wajibnya penegakan syariat Islam secara kaffah dalam naungan daulah khilafah sebagai satu-satunya solusi konkret untuk menyelesaikan permasalahan kehidupan. Karena keberkahan hidup mampu diperoleh apabila kita patuh dan tunduk kepada seluruh ajaran Islam yang di sampaikan oleh Rasulullah SAW. Bukti sejarah yang telah mencatat kurang lebih 13 abad lamanya umat manusia, baik Muslim maupun non Muslim berada di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah, dan mereka sama-sama merasakan kedamaian dan keadilan hidup di bawah naungan Sistem Islam.[]
Wallahu a’lam bi ash-showab