Oleh : Didi Diah, S.Kom
Miris, itu kata pertama yang keluar dari lisan saya melihat dan mendengar proses penerimaan siswa baru di sekolah-sekolah negeri. Zonasi, kata yang membuat sebagian orang menjadi kekhawatiran tentang putera dan puteri mereka apakah bisa diterima atau tidak di sekolah pilihan mereka.
*Apa itu Zonasi?*
Dikutip dari akun instagram resmi Kemendikbud @kemdikbud.ri dan Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018, beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai sistem zonasi dalam PPDB 2018 di antaranya:
1. Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah (pemda) wajib menerima calon peserta didik berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah dengan kuota paling sedikit 90% dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.
2. Domisili calon peserta didik yang termasuk dalam zonasi sekolah didasarkan alamat pada kartu keluarga (KK) yang diterbitkan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum pelaksanaan PPDB.
3. Radius zona terdekat dalam sistem zonasi ditetapkan oleh pemda sesuai dengan kondisi di daerah tersebut dengan memperhatikan ketersediaan anak usia sekolah di daerah tersebut; dan jumlah ketersediaan daya tampung sekolah.
Dan beberapa catatan lainnya yang jika dirangkum, menyatakan siswa bisa diterima jika radius tempat tinggal mereka dekat dengan sekolah.
Muncul di benak saya, selama ini orang tua dengan semangat yang luar biasa mengusahakan anak-anak mereka mendapatkan nilai terbaik agar bisa diterima di sekolah pilihannya, berharap nilai Ujian Nasional menjadi modal, namun sayang seribu sayang hal tersebut terkendala dengan sistem zonasi yang diberlakukan.
Permasalahan di kota akan jauh berbeda dengan di desa. Pernahkah kita semua memikirkan solusi pendidikan di daerah? Fasilitas pembelajaran untuk mereka, ketersediaan guru, alat bantu ajar, dan segudang kebutuhan lain yang belum terselesaikan.
Jangankan berpikir zonasi, mereka sudah bisa berangkat ke sekolah saja sudah merupakan anugerah terbesar, karena apa? karena medan jalan yang mereka lalui untuk bisa sampai disekolah tak mudah, butuh keberanian yang luar biasa. Miriskah kita melihatnya? Jawabannya sangat.
*Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?*
Inilah potret buram pendidikan di Indonesia, berantakan di sana-sini. Belum lagi kesetaraan pendidikan di kota maupun di desa, akses kemudahan untuk bisa ke sekolah menjadi momok bagi rakyat pedalaman di negeri ini.
1. Negara abai dalam penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas dalam mencetak generasi unggul. Negara tidak menjalankan UUD 1945 Pasal 31 dengan benar.
"Setiap warga negara wajib mengikuti Pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang".
2. Negara abai memberikan kemudahan akses untuk rakyat mendapatkan hak pendidikannya.
3. Sesunggunguhnya pendidikan terbaik ada di orang tua, sekolah hanya merupakan pihak ketiga untuk membantu. Namun, saat ini hampir semua orang tua menyerahkan pendidikan ke lembaga, hingga berusaha mencari sekolah pilihan sekalipun itu berbiaya fantastis.
*Pendidikan Dalam Islam*
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Al-Hakim, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ما نحل والد ولده أفضل من أدب حسن
“Tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya selain pendidikan yang baik.” (HR. Al Hakim: 7679).
Orang tua mengambil peran penting dalam pendidikan. Apalagi pendidikan yang sesuai dengan Syariat Islam yaitu anak memiliki kemampuan faqqih fiddin, bersyaksyiah Islam. Bukan pendidikan yang semata berorientasi dunia, yaitu materialistik.
Mari kita kembali menerapkan sistem pendidikan yang berbasis akidah Islamiyah agar anak-anak kita bisa mendapatkan pendidikan yang mumpuni dunia akhirat.
Wallahu'alam Bishowwab.