Oleh : Aya Ummu Najwa
Setiap pernikahan pasti menginginkan mendapatkan keturunan, dan setiap orang tua pasti menginginkan mempunyai keturunan yang shalih, qurrata a'yun. Akan tetapi, terkadang keinginan tinggal keinginan, bahkan tak jarang manusia hanya berharap namun tidak tahu bagaimana mendapatkan keturunan yang shalih atau shalihah.
Banyak cara yang ditempuh manusia untuk mendapatkan anak yang shalih, dari sekolah ke madrasah, sekolah Islam terpadu, hingga dimasukkan ke pesantren. Orang tua lebih fokus kepada masalah anak, bagaimana caranya anak menjadi baik, tapi tidak melihat bahwa diri merekalah yang mempunyai pengaruh besar dalam membentukan karakter, tingkah laku dan kepribadian anak. Banyak orang tua ingin mempunyai anak hafidz Alquran, tapi dia sendiri tidak mau mengenal dan bergaul dengan Alquran.
Jadi, bagaimanakah seseorang bisa mendapatkan anak yang shalih? Ternyata semua itu berawal bukan sedari mendidik anak ketika telah lahir. Namun faktor utama adalah pada istri yang shalihah. Karena istri adalah madrasah awal di rumah. Kalau suami salah memilih atau membina istri menjadi baik, maka keadaan anak ikut serba salah. Kalau suami menyerahkan pada istri yang shalihah, anaknya jelas ikut shalih.
Karena yang sehari-hari bertemu dengan anak di rumah adalah ibunya. Seperti ungkapan orang Arab yaitu,
الأُمُّ هِيَ المدْرَسَةُ الأُوْلَى فِي حَيَاةِ كُلِّ إِنْسَانٍ
“Ibu adalah sekolah pertama bagi kehidupan setiap insan.”
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ
“Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (QS. Al-Baqarah: 221).
Kalau istri shalihah yang dipilih pasti akan mendapatkan keberuntungan. Karena,
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا ، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Perempuan itu dinikahi karena empat faktor yaitu agama, martabat, harta dan kecantikannya. Pilihlah perempuan yang baik agamanya. Jika tidak, niscaya engkau akan menjadi orang yang merugi”. (HR. Bukhari, no. 5090 dan Muslim, no. 1446; dari Abu Hurairah)
Istri juga harus baik akhlaknya dan benar-benar berpegang pada agamanya. Sebagaimana penilaian kaum Maryam kepada Maryam ketika ia melahirkan Isa tanpa bapak,
يَا أُخْتَ هَارُونَ مَا كَانَ أَبُوكِ امْرَأَ سَوْءٍ وَمَا كَانَتْ أُمُّكِ بَغِيًّا
“Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina.” (QS. Maryam: 28)
Maksud ayat tersebut adalah bapak Maryam itu adalah orang shalih, tak mungkin anaknya adalah orang yang berperilaku jelek. Ibunya pun wanita shalihah, tak mungkin anaknya menjadi wanita pelacur.
Jadi awalnya dari orang tua, anak itu menjadi baik. Bagi yang sudah terlanjur, tinggal memperbaiki diri. Dengan harapan istri menjadi baik, keadaan anak pun menjadi baik.
Namun sebenarnya bukan hanya dari istri, suami juga memegang peranan. Suami hendaklah yang baik. Sehingga keduanya akan mendapatkan anak yang shalih dan shalihah. Sehingga keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah bisa tercapai, biidznillah.
Wallahu a'lam.
---
[Like and share, semoga menjadi amal sholih]
---
Join Komunitas Muslimah Cinta Islam Lampung di:
⬇️⬇️⬇️
Facebook: fb.com/DakwahMCI
Telegram: t.me/MuslimahCintaIslam
Instagram: @muslimah.cintaislam
Twitter: twitter.com/DakwahMCI
---