Oleh: Dewi Nasjag
Member Akademi Menulis Kreatif
Hanya karena seorang anak yang mengingatkan ayahnya agar tidak merokok sedal-sedul di luar rumah tersebab ini bulan Ramadan.
"Duuh pak poso poso mbok ojo rokokan ning njobo" (Duuh pak bulan puasa kok sembarangan merokok di luaran)
Teguran pelan itu dibalas dengan pelototan dan bentakkan juga makian "Ojo sok suci! emangnya kamu tok seng poso! iki kampungku sakkarepku!" (Jangan sok suci! Memangnya kamu saja yang puasa! Ini kampungku terserah apa mauku).
Hanya karena pembelaan atas respect seorang menantu atas bentakan dan makian yang di lemparkan pada istrinya. Ia mencoba mendekati dan mengingatkan pelan.
Namun sang Ayah bertambah naik pitam mengolok-olok bahkan mengusir anak dan menantunya "Nyingkriho lek gak seneng! Omah iki sek omahku!" (Silakan pergi kalau tidak suka! Rumah ini juga masih rumahku). Buruknya lagi suara lantang dan amarah membara-bara itu dipertontonkan di depan seorang cucu yang masih berusia 5 tahun. Tentu saja itu bukanlah sebuah pertunjukkan edukasi bagi si cucu.
Beruntungnya Qonita mengaji dan mengkaji Islam secara kaffah sehingga tak mudah terpancing amarah terjerumus dalam pertengkaran dan kompetisi baqo' yang diselenggarakan oleh mahkluk bernama Syetan.
Mengalah, meredam suami dan Ayahnya, menahan diri, beristighfar memaklumi kejahiliyahan sang Ayah, juga bertawakal serta mendoakan agar Ayahnya mendaptakan hidayah dan diampuni dosanya oleh Allah adalah sikap yang diteguhkanya.
Sekuat jiwa raga Qonita merelai, menggiring suami masuk kedalam bilik, mencoba mendinginkan suasana. Setelahnya giliran Qonita beristighfar dan menghela nafas panjang-panjang.
Kendatipun, Qonita tak menyesali atas aktivitas amar maruf nahi munkar yang baru saja menyebabkan ia dimaki hingga suami dan Ayah bentrok. Ia tak jera menjadi penyeru kebaikan walau akhirnya jusrtu diperseteru. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِّمَّن دَعَآ إِلَى اللهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِ مِنَ
الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru menuju Allah, mengerjakan amal yang shalih dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri” [Fushshilat:33].
Ikhitar menyeru kepada yang haq adalah keharusan sementara hasil adalah urusan Allah. Demikian halnya dengan kausalitas yang tak terlepas dari resiko dan tantangan dalam berdakwah.
Ya, benar terkadang dakwah bisa dengan mudah diterima namun terkadang juga ditolak mentah-mentah dan tak jarang membuahkan hujatan. Semua lika-liku berdakwah adalah sunatullah.
Satu hal yang pasti berdakwah dengan cara yang ahsan adalah kewajiban setiap muslim yang diperintahkan Allah Swt juga suri tauladan Rasulullah Saw.
Sedikit mengorek sebenarnya apasih hal yg menyebabkan buta, tuli dan bisunya seseorang?
Apa sih yang membuatnya sulit menerima saat diingatkan/diajak pada kebaikan?
Bisa jadi karena beberapa faktor di antaranya pengetahuan ilmu agamanya yang kurang dan egois atau rasa menang sendiri.
Namun pangkal dari kesemuanya tak lain dan tak bukan adalah virus yang bersemayam dalam diri seseorang yakni virus sekularisme.
Sekularisme adalah virus yang menafikkan aturan agama dalam kehidupan. Orang yang mengetahui puasa adalah kewajiban tapi karena terserang virus sekularisme menganggap yang wajib ini tidak perlu dilaksanakan. Sedemikan hebatnya virus ini merasuk juga merusak pola pikir dan pola sikap seseorang. Sekularisme mampu membuat pengidapnya jauh dari agamanya, jauh dari perintah Allah dan ajaran Rasulnya.
Sekularisme mampu membutakan mata hati dan membatukan hati atas kebenaran.
Virus sekularisme saat ini sedang menyebar bebas tersebab sistem pemerintahan yang berjalan di negara ini adalah sistem Demokrasi-Kapitalisme dimana sekularisme yang menjadi dasarnya. Secara halus dan masif virus inilah yang memformat pribadi seseorang yang semestinya menjadi pribadi yang bertakwa lantas bermetamorfosa menjadi pribadi pencinta kesenangan dunia, bebal jumawa dengan membuang jauh aturan Sang Pencipta.
Islam adalah agama sekaligus ideologi.Tuntunanya lengkap dan sempurna. Islam tak sekedar ditulis di KTP sebagai pengisi identitas status agama yang dianut seseorang lantas selesai, ketika mati akan mendapatkan surga? Oh, tentu ber-Islam tidak sesempit dan sederhana, demikian
seseorang yang mengakui agamanya adalah Islam, Allah Swt sebagai tuhannya, Muhammad Saw sebagai Rasulnya dan Alquran sebagai kitabnya tentu akan melaksanakan semua aturan yang ada di dalamya secara keseluruhan sebagaimana Allah berfirman dalam surat al Baqoroh ayat 208:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُو خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu."
Sekularisme (pemisahan aturan agama dalam berkehidupan) selayaknya harus dibasmi dengan berjuang menegakkan Islam secara kaffah. Dengan Islam kaffah, hukum-hukum Islam dan sanksi bagi yang melanggarnya akan "Auto aplication". Orang orang akan berpikir seribu kali ketika melanggar hukum Islam. Inilah sebuah perisai yang mampu mencetak pribadi-pribadi yang bertakwa. Sebuah kewajiban untuk mewujudkannya pada setiap muslim sebagai wujud ketaatan juga wujud cinta terhadap sesama, manusia, hewan dan alam semesta yang kemudian mampu menuai berkah dari sang pemilik alam semesta seluruhnya.
Wallahu'alam bishowab