Oleh : Kiki Amelia
Pemuda adalah generasi penerus bangsa. Mereka adalah harapan bangsa. Masa depan mereka seharusnya selalu dijaga. Sebab, mereka bisa membuat masa depan bangsa menjadi baik atau malah sebaliknya. Pemuda juga merupakan garda terdepan dalam menyuarakan perdamaian. Seperti yang dilaksanakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang berupaya menebarkan semangat perdamaian pada generasi muda.
BNPT sendiri senantiasa melahirkan inovasi baru dalam rangka menanggulangi radikalisme dan terorisme sehingga dapat menyetuh tiap lapisan masyarakat. Sejak tahun 2016 BNPT telah konsisten melibatkan pemuda dalam menyebarkan perdamaian melalui program Duta Damai Dunia Maya. Dan telah bergabung 780 anak muda dari 13 Provinsi di Indonesia dan kini diperluas hingga kawasan Asia Tenggara.
Berbagai upaya dilakukan untuk memberikan pemahaman mengenai isu dan langkah-langkah penanggulangan terorisme salah satunya dengan mengadakan Pelatihan Duta Damai Asia Tenggara yang dilaksanakan pada 22 April hingga 25 April 2019. (Merdeka.com, 23/04/2019)
Terorisme bagi mereka tidak hanya tentang aksi teror tetapi juga penyebaran narasi dan ideologi kekerasan lainnya. Seperti yang disampaikan oleh Kepala BNPT sendiri “Perlu disadari bersama bahwa terorisme bukan hanya sekedar aksi teror, tetapi penyebaran narasi dan ideologi kekerasan yang dapat mempengaruhi siapapun. BNPT memandang penting untuk merangkul dan melibatkan generasi muda dalam upaya menyebarkan konten perdamaian dalam melawa narasi kekerasan, ekstrimisme, dan radikal terorisme di dunia” (www.bnpt.go.id, 24/04/2019)
Namun pada kenyataannya, hal yang dianggap mereka radikal, teroris dan ekstrimis tidak sebatas pada orang-orang yang melakukan penyerangan terhadap orang lain tetapi label semacam itu justru malah ditujukan kepada orang-orang yang menyuarakan kebenaran Islam. Stigma radikalisasi banyak ditujukkan pada gerakan keislaman. Sehingga semangat keislaman para pemuda terus ditekan dan dikerdilkan agar tidak menjadi radikal.
Adanya stigma negatif yang menganggap bahwa gerakan keislaman adalah gerakan radikal juga menjadikan para pemuda muslim semakin takut menonjolkan keislaman dirinya. Sehingga mereka tidak lagi ingin mempelajari agama dan semakin menjauh dari agama mereka sendiri.
Munculnya stigma negatif yang mengatakan beberapa gerakan Islam adalah gerakan radikal disebabkan karena gerakan Islam ini tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Beberapa gerakan Islam memang memunculkan atau menyuarakan keburukan-keburukan dari sistem yang ada sekarang ini. Sehingga membuat para petinggi negara menjadi gelisah.
Para petinggi negara bahkan merasa takut keburukan mereka akan ikut terbongkar sehingga mereka berupaya mennyebarkan stigma negatif terhadap gerakan islam yang bertentangan dengan kebijakan mereka meskipun sebagian dari mereka mengetahui bahwa apa yang disampaikan oleh beberapa gerakan Islam ini adalah sebuah kebenaran.
Pemuda muslim dibuat sibuk dengan urusan keduniaan mereka, sehingga mereka tidak lagi peduli dengan permasalahan yang sedang dialami oleh umat. Saat beberapa pemuda berusaha menuntut ilmu agama, mereka seolah ditekan dengan stigma negatif bahwa orang yang memperdalam ilmu agama akan menjadi orang yang fanatik di mana itu akan memunculkan hal yang ekstrim sehingga mengakibatkan adanya radikal terorisme.
Tekanan demi tekanan yang dialami para pemuda muslim saat mereka berusaha melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar membuat mereka merasa takut. Tidak hanya tekanan dari lingkungan bahkan keluarga dan negara pun ikut menekan mereka. Hal semacam ini memang terkadang membuat para pemuda merasa takut, hingga sebagian dari mereka memilih bersembunyi, berdiam diri atau bahkan sampai berhenti menyampaikan kebenaran.
Keadaan ini seharusnya tidak membuat mereka berhenti, mereka justru harusnya menyadari bahwa pada masa Rasulullah dulu pun sama bahkan lebih menyakitkan dari apa yang mereka alami. Contohlah pemuda pada masa Rasulullah, yang hidupnya disibukkan dengan hal bermanfaat untuk agama. Tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk umat di sekitarnya.
Memang berpegang teguh pada agama pada masa sekarang ini sangat sulit bahkan hal ini sudah digambarkan oleh Rasulullah dalam hadist beliau
“Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api” (HR. At-Tirmidzi no. 2260)
Al-Qari mengatakan bahwa sebagaimana seseorang tidaklah mungkin menggenggam bara api melainkan dengan memiliki kesabaran ekstra dalam menghadapi kesulitan yang luar biasa. Begitupula dengan orang-orang yang ingin berpegang teguh pada ajaran Rasulullah di masa sekarang ini.
Itulah gambaran orang-orang yang mau konsisten menerapkan hukum Allah. Begitu beratnya hal yang harus dihadapi orang-orang muslim, khususnya pemuda muslim. Mereka harus menghadapi cacian dan dijauhi teman-teman yang belum sepaham dengan mereka.
Mereka pun harus melawan arus, saat pemuda-pemuda lain sibuk dengan kegiatan dunianya tetapi mereka pemuda muslim memegang teguh syariat justru sebaliknya. Mereka tersibukkan dengan memikirkan umat dan mengajak umat menerapkan hukum Allah secara kaffah.
Hal diatas terjadi karena tidak adanya sistem aturan yang bisa melindungi mereka. Sistem yang digunakan justru malah mengucilkan mereka yang ingin taat dengan aturan Allah. Keadaan seperti ini membuat orang-orang yang ingin taat semakin terbebani dan orang-orang yang ingin bermaksiat justru difasilitasi.
Namun berbeda jika yang digunakan adalah aturan Allah. Di mana aturan itu akan menekan orang-orang yang bermaksiat sehingga mau tidak mau mereka juga akan melakukan kewajiban yang dibebankan kepada mereka. Dan mereka juga akan menerapkan aturan Allah secara kaffah baik dalam diri sendiri maupun dalam kehidupan di masyarakat.
Wallahu a’lam bisshowwab