Pilpres Ulang Hanya Buang-Buang Uang



Oleh: Chezo*


Pada sidang perdana gugatan Pilpres kemarin, Tim Hukum Prabowo-Sandiaga yang diketuai oleh Bambang Widjojanto membacakan beberapa tuntutan. Salah satunya adalah pemungutan suara ulang secara jujur dan adil di seluruh wilayah Indonesia.


Meski belum diputuskan hasil dari tuntutan tersebut, Direktur Riset Core Indonesia Piter Abdullah menilai Pemilu ulang memberikan dampak yang cukup besar pada perekonomian tanah air karena membebani APBN. Bahkan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai pengusaha domestik maupun luar negeri akan meninggalkan Indonesia jika Pemilu Pilpres benar-benar diulang karena mampu menurunkan tingkat kepercayaan investor terhadap Indonesia seolah-olah Indonesia sudah tidak ada kepastian hukum. (m.detik.com/15/06/2019)


Saat ini pilpres adalah satu-satunya ajang bagi rakyat di negara ini untuk memilih pemimpin terbaik mereka. Namun sayang faktanya yang terjadi beberapa kali pilpres pemimpin yang terpilih tidak bisa menjadikan dan tidak bisa merubah keadaan pada keadaan yang lebih baik, bahkan yang terjadi malah lebih buruk.


Hal ini dikarenakan kapasitas dan kualitas para calon pemimpin tidak diukur atau ditimbang dengan Alquran dan as-sunnah. Misalnya saja tidak ada satu pasal pun dalam konstitusi maupun perundang-undangan yang menyatakan bahwa para capres dan cawapres wajib terikat dengan hukum Islam ataupun tidak ada yang berkomitmen untuk menerapkan Syariah Islam setelah mereka terpilih menjadi pemimpin. Padahal dia itu seorang muslim dan yang dipimpinnya pun (rakyat) mayoritas muslim.


Biaya pemilihan dalam demokrasi pun amatlah mahal, karena harus dilakukan ulang tiap lima tahun sekali. Sehingga dari sistem demokrasi yang menganut kebebasan ini pada akhirnya melahirkan pemimpin yang tidak menerapkan hukum Allah dan membuat kaum muslim berada pada posisi yang sulit.


Berbeda dengan Islam, pemilihan penguasa di dalam Islam prosedur nya amatlah praktis, tidak membutuhkan biaya yang mahal dan tidak butuh waktu yang panjang. Karena masa kepemimpinan atau jabatan khalifah tidak mempunyai masa tertentu yang dibatasi dengan patokan waktu tertentu. Selama khalifah masih tetap menjaga Syariah, menerapkan hukum-hukumnya serta mampu melaksanakan berbagai urusan negara, ia masih tetap sah menjadi khalifah. 


Maka masihkah kita terus berharap pada sistem yang rusak ini. Sebaiknya kita segera menggantinya dengan sistem Islam agar rakyat dapat menikmati hidup berkah dalam naungan Khilafah yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala.



(Aktivis BMI Community Cirebon)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak