Pembinaan Mualaf, Cukupkah Hanya sampai Bersyahadat?



Oleh : Ghina Citra Diany 

Baru baru ini publik dihebohkan dengan berita seorang artis yang memutuskan memeluk agama islam pada Jumat, 21/06/2019. Ya, pria yang dikenal dengan nama Dedy Corbuzier itu mengaku sudah lama mendalami agama islam. Keingintahuan Dedy yang besar mengenai agama islam membuatnya mantap untuk mengucapkan syahadat. Tentu saja hal ini membuat warganet kaget juga bersyukur lalu beramai ramai membanjiri kolom komentar dengan ucapan doa dan selamat atas keputusannya untuk menjadi mualaf. 

Fenomena artis hijrah memang sangat besar menyita perhatian publik. Beragam pro dan kontra selalu ada ditengah tengah berita ini. Sebagai seorang muslim, tentu saja ini merupakan kabar gembira karena bertambahnya saudara muslim yang tertunjuki Hidayah oleh Allah, khususnya di Indonesia yang memang mayoritas penduduknya beragama Islam ini. Tapi, selesaikah hanya sampai di sini? 

Pemahaman yang seringkali muncul di masyarakat yaitu, selesai bersyahadatnya seorang mualaf adalah tujuan akhir. Hal tersebut tentu saja keliru, pasalnya seorang mualaf bukan sekedar dibimbing bersyahadat, tetapi ada tanggung jawab lebih untuk membawa mualaf ke dalam Islam yang utuh. Sebagaimana Rasulullah SAW membimbing sahabat yang memeluk Islam dengan mengajarkan Islam secara intensif.  

Karena, pindahnya seseorang ke dalam agama Islam bukan hanya sekedar dari tidak sholat menjadi sholat. Tetapi ini adalah merupakan suatu perubahan yang besar. Jadi mereka harus benar-benar dibersihkan keyakinannya terlebih dahulu, baru kemudian keyakinan kepada islam dan ajarannya dibangun dengan kuat agar senantiasa istiqomah. 

Sayangnya, pembinaan mualaf kurang optimal saat ini yang ditenggarai akibat perhatian umat islam yang kurang. Selain itu juga, disebabkan minimnya perhatian pemerintah dalam menyediakan pembinaan secara intensif kepada para mualaf. Masih sangat sedikit masjid dan ormas islam yang peduli dengan para mualaf, terutama dalam aspek pembinaannya. Minimnya pembinaan itu juga tidak terlepas dari kurangnya sumber daya manusia yang mumpuni untuk membangun pondasi keimanan yang dibutuhkan para mualaf. 

Karena itu, sudah seharusnya umat islam sadar untuk memperhatikan hal ini. Bagaimana agar pembinaan mualaf sesuai dengan metode pembinaan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW agar bisa meng-Islamkan diri secara Kaffah atau menyeluruh dan menerima Islam secara penuh. Ketika melakukan pembinaan mualaf tidak sesuai dengan yang contohkan , dikhawatirkan para mualaf hanya terbatas pada Islam KTP saja, atau justru meninggalkan tuntunan syariat karena ketidakpahamannya akan agama Islam.  

Jika mengikuti metode Rasulullah SAW, yaitu melakukan Pembinaan intensif [tatsqif murakkaz] dengan mengirim orang yang lebih dahulu memeluk islam atau yang mumpuni untuk mengajarkan islam kepada mereka yang baru memeluk Islam. Pembinaan ini dilakukan dalam bentuk halqah [kelompok kecil], di rumah-rumah para sahabat ridhwanu-Llah ‘alaihim. Selain itu, mereka juga membentuk halqah di Ka’bah, sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab as-Sirah al-Halabiyyah. 

Materi yang disampaikan di dalam halqah-halqah tersebut, umumnya terkait dengan pembentukan akidah sebagai kaidah berpikir para sahabat. Mulai dari bagaimana islam mengajarkan jalan menemukan keimanan yang harus menggunakan nalar, baik ketika meyakini adanya Allah, Alquran sebagai kalam Allah, Muhammad sebagai utusan Allah, maupun apa yang ditunjukkan oleh Alquran sebagai perkara ghaib yang harus diyakini melalui penjelasan Alquran. Seperti keimanan kepada Malaikat, Kitab-kitab terdahulu, Hari Kiamat, dan lain-lain. 

Materi tersebut bukan hanya bersifat teoritis, tetapi juga praktis. Karena apa yang disampaikan itu benar-benar bisa ditunjukkan faktanya dalam kehidupan. Dengan begitu, apa yang diajarkan oleh Nabi SAW benar-benar mengakar kuat dalam keyakinan sahabat. Meski, tidak jarang di antara mereka hanya bertemu beberapa kali, bahkan ada yang hanya sekali, dengan Nabi SAW. Tetapi tetap kokoh dan yakin dalam mendakwahkan islam. Tak lain, karena islam yang disampaikan oleh Nabi itu disampaikan dengan pengaruh dan kesan yang begitu kuat dan melekat.  

Proses talaqqi fikriyyan seperti inilah mengantarkan para sahabat yang baru memeluk islam memiliki pemahaman sekaligus keyakinan yang luar biasa. Pondasi yang menjadi modal besar baginya dalam mengemban dakwah kepada kaumnya. 

Begitulah produk pembinaan yang dihasilkan oleh Nabi SAW. Pembinaan yang dilakukan secara intensif ini benar-benar telah menghasilkan kekuatan akidah dan pondasi dalam diri para sahabat. Pembinaan intensif ini juga diikuti dengan interaksi Nabi SAW dengan mereka, selama di Makkah. Interaksi pemikiran, perasaan dan dakwah islam ini berjalan melengkapi proses pembinaan yang dilakukan di dalam halqah-halqah. Selain pendekatan personal, Nabi SAW pun menjadikan rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam sebagai pusat pembinaan umum. 

Selain itu, Rasulullah SAW juga menggunakan person-person sahabat yang mempunyai kemampuan untuk merekrut dan membina orang lain. Abu Bakar, misalnya, dikenal mempunyai pergaulan yang sangat luas. Temannya juga banyak. Karena itu, Abu Bakar digunakan oleh Nabi SAW untuk menarik teman-temannya, seperti Abdurrahman bin ‘Auf, ‘Utsman bin Madh’un, Zubair, Thalhah, Sa’ad dan sebagainya. Ini juga bagian dari penggunaan uslub dan wasilah yang tepat dalam pembinaan umum, guna merekrut orang-orang baru. 

Seperti itulah seharusnya seorang yang mualaf dibina. Agar kuat dan kokoh akidah serta keimanannya, bisa melaksanakan seluruh perintah dan syariat Allah tanpa paksaan, dan mampu mendakwahkan Islam kepada siapa saja. Tidak cukup hanya bersyahadat saja, tetapi mampu dibina lebih dari itu agar bisa menjadi muslim yang berkontribusi banyak untuk umat dan Islam. 

Ketika masih dipimpin dibawah sistem kufur seperti sekarang ini, mau tidak mau kita memang hanya bisa mengandalkan person ataupun lembaga untuk pembinaan mualaf. Yang keberadaannya pun masih sangat kurang dan minim. Karena sejatinya, hanya ketika berada di bawah kepemimpinan islam lah pembinaan intensif dan umum bisa terlaksana dengan optimal khususnya bagi mualaf., yaitu kepemimpinan dibawah Daulah Islamiyah, Khilafah ‘ala min haji nubuwwah. Inilah urgensinya kita harus memperjuangkan tegaknya khilafah ini, agar menjadi rahmat diseluruh alam dan mewujudkan ketakwaan individu maupun negara sehingga bisa melaksanakan pembinaan secara optimal kepada seluruh ummat. Aamiin Ya Rabbal ‘alamiin.. 

Wallahu a’lam bisshawab.  


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak