Oleh : Kiki Amelia
Ketika iman sudah tidak lagi merasuk dalam dada, bahkan seseorang yang berilmu pun bisa melakukan hal yang hina. Tidak ada halangan bagi orang-orang yang tidak lagi peduli dengan aturan Allah untuk berbuat suatu hal yang tidak diridai-Nya bahkan hal yang dimurkai oleh-Nya. Mereka sudah teracuni oleh syahwatnya tanpa memikirkan akibat yang akan diterima.
Seperti yang baru terjadi beberapa pekan ini, yaitu pelecehan seksual yang terjadi di salah satu pondok pesantren Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan. Parahnya lagi pelakunya adalah pimpian pondok pesantren itu sendiri. Pelaku mencabuli 7 santri dan sebagian besar korban adalah anak di bawah umur. (Banjarmasinpost.co.id, 17/06/2019)
Pondok pesantren yang didirikan oleh pelaku ternyata mendapatkan bantuan dana dari Pemerintan Daeah Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Dana tersebut berupa dana hibah pemerintah daerah untuk biaya makan dan minum santri selama belajar di sana. Bahkan satu santri mendapat bantuan sebesar Rp 10.000,00 perhari untuk biaya makan. (Banjarmasinpost.co.id, 31/05/2019).
Betapa mirisnya hati ketika mengetahui kejadian ini. Sosok yang seharusnya menjadi panutan karena dia adalah seorang pimpinan di pondok pesantren tersebut lantas berbuat demikian. Kejadian ini tidak hanya terjadi sekali saja. Bahkan sebelumnya sudah pernah beberapa kali terjadi di tempat lain yang pelakunya adalah seorang guru di sana.
Perbuatan keji yang dilakukan oleh pimpinan pondok pesantren ini bisa terjadi karena beberapa faktor. Selain dari diri pribadinya, juga karena tidak adanya hukuman yang membuat pelaku jera, itu bisa menjadi faktor “keberanian” bagi pelaku untuk melakukan perbuatan keji tersebut.
Begitulah realita kehidupan yang kita hadapi sekarang. Tidak menutup kemungkinan bagi orang-orang tertentu yang memanfaatkan “ilmu agama” yang ia miliki untuk kepentingan diri pribadi dan untuk memenuhi hawa nafsunya saja. Ilmu agama tidak lagi menjadikan ia takut untuk berbuat dosa tetapi malah dia jual murah demi pemenuhan syahwat belaka.
Ilmu yang dimiliki tidak lagi membekas dalam relung hatinya. Sebab, perbuatannya sudah tidak lagi sesuai syariat Allah. Dia rela kehilangan kebaikan disisi Allah demi memenuhi nafsu birahinya semata. Padahal Allah sudah mengingatkan dalam firman-Nya :“Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini dibanding kehidupan akhirat hanyalah sedikit” (TQS. At-Taubah : 36).
Dunia memang sangat menyilaukan bagi orang-orang yang tidak mengutamakan cinta kepada Rabbnya. Padahal nyatanya dunia hanyalah tempat “permainan”, seperti firman Allah :“Dan Tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka,tidakkah kamu mengerti?” (TQS. Al-An’am : 32).
Inilah dunia yang banyak membuat orang terpedaya. Ia tak lain sekedar tempat permainan yang hasilnya hanyalah kelalaian belaka. Betapa banyak orang-orang berilmu yang sudah terpejara oleh dunia. Mereka rela mengorbankan ilmu yang dia punya demi memuaskan nafsu dirinya semata.
Seperti halnya fakta yang sudah dijelaskan diatas. Pelaku yang notabene adalah seorang “asatidz” ternyata bisa melakukan hal keji semacam itu. Dia sudah terperangkap dalam godaan setan dan terpedaya dengan hawa nafsunya. Ditambah lagi dorongan dari luar bisa jadi dari tontonan atau kejadian yang dilihatnya.
Keadaan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Hukuman penjara dan denda hanya membuat jera sementara. Jika permasalahan seperti ini tidak diberantas sampai ke akarnya, pasti akan menimbulkan korban yang selanjutnya. Buktinya sampai saat ini kejadian pelecehan seksual baik terhadap anak-anak maupun orang dewasa terus saja terulang.
Lain halnya dengan tindak kriminal lainnya. Masih begitu banyak korban kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang mungkin dia sendiri terpaksa melakukannya atau memang dia senang melakukan hal itu. Terlepas dari kemungkinan alasan pelaku, maka sepatutnya keadaan di masyarakat juga harus mendukung dalam penghentian kejadian semacam ini.
Kerusakan demi kerusakan pada masyarakat akan terus terjadi jika tidak ada aturan yang membatasinya. Karena pada dasarnya manusia pasti akan melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya saja. Keinginan manusia tidak akan pernah terpuaskan, sebab itu Allah menurunkan aturan untuk manusia demi menjaga perilakunya agar tidak merugikan.
Penggunaan aturan yang diberikan oleh Allah haruslah secara menyeluruh, tidak bisa mengambil sebagian dan meninggalkan yang lain. Apalagi meninggalkan seluruhnya dan mengambil aturan selain dari aturan-Nya. Sebab, aturan apapun selain dari aturan Allah tentu tidak akan bisa memberikan keadilan kepada seluruh umat manusia.
Aturan dari Allah adalah aturan yang sempurna, tidak ada cela dan kesalahan dalam aturan-Nya. Mengikuti aturan-Nya akan memberikan ketenangan dan kedamaian di seluruh belahan dunia. Aturan Allah akan memberikan efek jera dan hukuman yang pantas bagi pelaku pelecehan ataupun pelaku kriminal lainnya.
Wallahu a’lam bisshowwab