Sistem Zonasi: Kebijakan Penuh Kontroversi



Oleh: Ummu Khaira (Menulis Asyik Cilacap)


Mendapatkan kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan merupakan hak setiap anak bangsa. Namun, apa jadinya ketika negara sebagai penyelanggara pemerintahan yang sudah seharusnya menjamin atas hak tersebut justru mengambil kebijakan yang pada akhirnya hanya akan merampas kebebasan anak untuk menentukan masa depannya sendiri. Alih- alih ingin membenahi masalah dalam dunia pendidikan kita. Namun pada kenyataan yang terjadi di lapangan, kebijakan zonasi ini justru menimbulkan perdebatan, pertentangan & masalah- masalah baru di tengah- tengah masyarakat.

KOMPAS.com - Dewan Pendidikan Kota Kediri mencurigai banyaknya kartu keluarga (KK) titipan pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) jenjang SMA/SMK di Kota Kediri. Akibatnya, anak warga asli Kota Kediri gagal masuk zona sekolah dekat rumah mereka. 

"Kuat dugaan warga yang punya anak masih SMP, setahun atau dua tahun sebelum masuk SMA/SMK titip KK pada keluarga kerabat yang domisilinya dekat dengan sekolah," ungkap Heri Nurdianto, Ketua Dewan Pendidikan Kota Kediri, Jumat (21/6/2019). 

Dijelaskan Heri, akibat banyaknya KK titipan, warga Kota Kediri yang berada dalam zona yaitu kelurahan yang jaraknya 1 -2 km dari sekolah, gagal msuk SMA yang dituju. Heri mencontohkan, calon peserta didik yang diterima jarak rumah tempat tinggal dengan sekolah di bawah 50 meter. Padahal logikanya, sekolah di seputar Jalan Veteran dan Jalan Penanggungan, Kota Kediri dengan asumsi jarak sedimikian dekat kurang masuk akal, karena di kawasan tersebut selain sekolah ada perkantoran yang bukan tempat tinggal warga. 


Heri mengimbau kepada warga yang anaknya tidak diterima agar tidak memaksakan untuk masuk lewat jalur- jalur yang melanggar aturan. 

"Menyekolahkan anak di sekolah negeri bukanlah hal yang wajib atau mutlak," ungkapnya. 

Terkait kecurigaan itu, Heri menyarankan syarat PPDB SMA di Kota Kediri yang menyebutkan calon siswa harus KK setempat dalam zona, diubah menjadi KK calon siswa bersama orangtua. Selain itu ke depan diharapkan untuk zona SMA/ SMK di Kota Kediri cukup wilayah yang secara administratif masuk Kota Kediri. Sehingga tidak perlu menambah wilayah kabupaten yang berbatasan dengan Kota Kediri. 

"Pihak sekolah diminta fair dan transparan dalam menyampaikan info PPDB online kepada masyarakat, agar tidak muncul prasangka terjadi praktik kotor dalam PPDB," ujarnya.


https://amp.kompas.com/regional/read/2019/06/22/15325041/dewan-pendidikan-curiga-banyak-kk-titipan-dalam-sistem-zonasi-ppdb


Kebijakan Memakan Korban

Ditengah carut marutnya dunia pendidikan kita, mulai dari tingginya biaya sekolah, kesenjangan dalam mendapatkan pelayanan antara siswa mampu dengan yang miskin, rendahnya gaji guru honorer, tidak meratanya sarana & prasarana antara sekolah- sekolah di desa dengan di kota, belum lagi perihal berganti- ganti kurikulum setiap kali berganti si pembuat kebijakan yang dirasa tidak efisien & membingungkan siswa, serta sederet masalah pelik lainnya.

Kali ini pemerintah mengeluarkan kebijakan zonasi yang justru melahirkan konflik horizontal hingga memakan korban. Protes para orang tua siswa, kasus KK titipan, sekolah minus murid, hingga tak sedikit siswa berprestasi yang depresi karena nilai yang ia raih setelah bertahun- tahun belajar nyatanya tidak bisa mengantarkannya untuk masuk ke sekolah favorit hanya karna terbentur oleh jarak.


Buruknya Sistem Menjadi Pangkal Masalah

Upaya yang ditempuh pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan, seyogyanya jangan sampai harus mengorbankan kepentingan anak.

Selain perlu adanya evaluasi & pengkajian ulang, sekali lagi zonasi bukanlah sebuah solusi. Hanya merupakan tambal sulam kebijakan yang tak mampu menyentuh akar masalah yang sesungguhnya.

Diluar masalah kurikulum, yang menjadi problem utama dunia pendidikan kita dewasa ini adalah pembangunan yang tidak merata baik infra maupun suprastruktur. Maka, mau tidak mau kita harus membenahi terlebih dahulu fundamental sistem pendidikan kita.

Merperbaiki paradigma pendidikan dan implementasinya.

Ini akan dapat terwujud ketika disokong oleh sistem ekonomi yang kuat & political will negara.

Tetapi, sepertinya jauh panggang dari pada api. akan sangat sulit untuk merealisasikan itu semua saat ini. ketika sistem ekonomi kapitalistik & sistem politik demokrasi sekuler masih diemban (diterapkan) oleh negara.

Sistem ekonomi berbasis kapitalisme tidak bisa dilepaskan dari asas manfaat. Ketika negara tidak menjamin pendidikan secara gratis bagi rakyatnya, tidak mampu memberikan gaji yang layak bagi para tenaga pendidik, pada akhirnya dunia pendidikan tidak lagi menjadi sebuah pelayanan akan tetapi menjadi ladang bisnis.

Walhasil bisa kita rasakan dampaknya saat ini, biaya sekolah yang tak lagi murah dengan berbagai macam pungutan biaya.

Sistem demokrasi sekuler dengan landasan pemisahan agama dari kehidupan pun turut menjadi pengaruh rendahnya kualitas pendidikan kita.    

Lihatlah generasi dari hasil pendidikan sekuler hari ini, banyak kita dapati siswa yang berprestasi di sekolah namun diluaran sana terjerembab dalam pergaulan bebas, kasus narkoba, tindak kriminal, tak sedikit juga kita jumpai kasus seorang murid yang menganiaya gurunya, hingga perbuatan melanggar norma lainnya. Ini adalah sebagai akibat dari penerapan pendidikan sekuler yang permisif terhadap arus liberalisasi yang begitu massif menyerang generasi

muda kita.

Kita tidak kekurangan anak- anak pintar. Tetapi sungguh kita krisis generasi yang tangguh & berkarakter. Pemilihan sekolah bukanlah faktor utama untuk membentuk kepribadian siswa. kembali lagi pada faktor keluarga & lingkungan.

Namun, sistem zonasi sekolah yang diharapkan mampu mengatasi kesenjangan pendidikan juga bukanlah solusi yang tepat.

Karna tak mampu mengatasi persoalan dunia pendidikan kita secara tuntas & menyeluruh.


Islam Sebagai Solusi

Di dalam Islam, menjamin pendidikan yang layak & gratis serta menyediakan sarana & prasarana merupakan kewajiban negara (Daulah) atas setiap warga negaranya. 

Dengan cara mengelola kekayaan alam yang ada secara mandiri, kemudian dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk fasilitas. Tak heran ketika masa kejayaan Islam, gaji guru begitu tinggi. Perpustakaan, gudang perbekalan, tempat penginapan bagi para pelajar yang berasal dari jauh tersedia secara cuma- cuma. 

Negara (Daulah) tegas memfilter setiap tsaqofah asing yang masuk guna mencegah bahaya laten paham barat yang bertentangan dengan aqidah Islam.

Semua ini bukanlah sebuah utopia belaka. Tinta emas peradaban telah menorehkan sejarah kegemilangan daulah Islam selama 13 abad lamanya, dalam melahirkan generasi emas yang tangguh, berkarakter & berkepribadian Islam.

Dengan kembali kepada Al- Islam dengan menerapkan aturannya secara kaffah. Niscaya bukan suatu hal yang mustahil kita akan mewujudkan pendidikan yang adil dan merata serta mampu mencetak generasi cerdas, hebat, generasi yang berakhlak mulia. 


Wallahu 'alam Bishshawab


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak