Oleh Lilik Yani
Hari-hari akhir Ramadhan yang seharusnya dimanfaatkan untuk memaksimalkan ibadah. Tapi di Indonesia ada tradisi mudik ke kampung halaman. Berkumpulnya anak cucu di hari raya (Idul Fitri) merupakan momentum yang dirindukan.
Ketika ada satu saja, anak atau cucu yang tidak bisa pulang, maka akan terjadi hujan air mata. Maka dari itu semua anak cucu akan mengupayakan semaksimal mungkin untuk bisa mudik, menjenguk orang tua sebagai bentuk baktinya. Sekaligus bisa silaturahim dengan keluarga besar, yang baru bisa berkumpul bersama ketika momentum lebaran tiba.
//Ketika Harga Tiket Pesawat Mahal//
Kali ini anak cucu yang tinggal di luar pulau, terpaksa tidak pulang. Tiket pesawat melambung tinggi di awan. Yach, bakalan sedih nich orang tua tercinta. Jadi kita ada tugas tambahan nich, menjelaskan ortu pelan-pelan agar bisa memahami kenyataan.
Memberi pemahaman? Orang tua yang kangen bertemu anak cucu, harus disuruh memahami kenyataan? Apakah mahalnya tiket karena kesalahan anak cucunya?
Tentu tidak. Seperti biasa mereka sudah menabung, menyisihkan uang gaji sedikit demi sedikit agar bisa membeli tiket untuk mudik lebaran. Eh, lha kok pas mau mudik,harga tiket tak terjangkau lagi.
Lagi-lagi orang tua yang rindu anak cucu, disuruh bersabar. Sabar sampai harga tiket turun dan terjangkau kantong sang anak atau cucu. Lantas turunnya kapan? Ketika momentum lebaran sudah berlalu? Bisa-bisa gantian anak yang tidak sempat pulang karena sudah kembali disibukkan pekerjaan. Ketika jatah cuti dan libur lebaran sudah habis.
"Wahai penguasa, berapa hati yang kalian lukai? Efek tak bisa pulang karena pemimpin salah mengambil kebijakan."
//Mudik Gratis Bus Antar Kota//
Rakyat sudah sangat senang, jika mendapat riayah penguasa. Dengan disiapkan armada gratis setiap jelang lebaran, untuk mengangkut rakyat mudik ke kampung halaman.
Diberikan kemudahan fasilitas pendaftaran lewat online, hingga rakyat tak perlu berdesakan. Rakyat sudah senang dan memuji kinerja pimpinan. Karena sebelumnya harus antri secara manual hingga berjam-jam baru mendapat tiket gratis. Sungguh sebuah perjuangan untuk bisa mudik lebaran. Dengan online, setidaknya rakyat tak perlu habiskan energi untuk antri hingga puasanya terselamatkan.
Setiap adanya kebijakan yang berfihak untuk kepentingan rakyat (menguntungkan rakyat). Maka rakyat sudah gerimis hatinya. Betapa pemimpinnya masih peduli padanya. Termasuk dengan bus gratis yang mengantarkan mereka sampai kampung halaman tercinta. Belum lagi disangoni oleh-oleh yang sebenarnya ala kadarnya, tapi respon rakyat begitu bahagia.
Wahai pemimpin, lihatlah wajah ceria mereka. Bergandengan sekeluarga, bisa mudik bersama naik bus gratis tanpa harus berdesakan di terminal. Ada gerimis haru di hatinya. "Alhamdulillah, pemimpinku peduli nasibku" kira-kira kalimat itu yang memenuhi dada, tak sanggup terucap karena dipenuhi gerimis bahagia.
Yach, riayah yang teramat kecil dan memang sudah kewajiban pemimpin seperti itu. Sebenarnya tidak perlu direspon terlalu tinggi. Karena memang sudah tugas dan kewajibannya. Tapi mungkin karena saking tidak pernah mendapat perhatian, maka riayah tersedianya transportasi gratis itu bagaikan rezqi luar biasa.
Ketika bus sudah berjalan mendekati tempat duduknya para petinggi. Rakyat berdiri melambaikan tangan, sebagai bentuk apresiasi, ucapan terimakasih kepada para pejabat itu. Bahkan, andai boleh keluar, mereka akan sungkem cium tangan para pimpinan itu satu persatu. Yach, hati rakyat yang bahagia karena mendapat riayah pemimpinnya.
//Andai Rakyat Punya Khalifah//
Jika dengan periayahan kecil saja, rakyat sudah antusias bahagia. Hingga mengelu-elukan kebijakan pemimpin yang peduli rakyatnya.
Bisa dibayangkan jika mereka sampai rumah gubuknya (bagi rakyat tidak mampu), ada kiriman sembako dan THR secukupnya. Agar mereka bisa ikut membuat masakan lezat sebagai hidangan hari raya. Ada kudapan enak yang bisa dinikmati bersama keluarga besarnya.
Sungguh tak bisa dibayangkan betapa gembira hatinya. Hingga air mata meleleh karena ungkapan bahagia.
Belum lagi jika diberitahu, "Pak, tidak perlu repot memikirkan biaya sekolah anak-anak. Semua biaya ditanggung negara. Bapak tetap bekerja, tapi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Bisa menyiapkan menu sehat bergizi buat anak-anak, agar mudah menyerap ilmu." Jika rakyat mendapat tambahan fasilitas pendidikan gratis. Bisa saja mereka tak bisa berkata-kata. Karena dadanya sesak penuh kebahagiaan.
Belum lagi jika pemimpin itu memenuhi semua kebutuhan rakyatnya. Gratis tanpa membayar sedikitpun. Maka tak ada yang bisa dilakukan kecuali tunduk taat mau diajak kemana. Jika penguasa itu mengenal Islam, maka rakyat akan diajak untuk menjalankan ketaatan kepada Allah Sang Penguasa Alam.
Kapankah itu menjadi kenyataan? Hadirnya pemimpin negeri yang dirindukan. Pemimpin yang taat pada Allah dan menjalankan kewajiban meriayah kepentingan umat. Adakah itu hanya bisa berkhayal? Tentu tidak. Karena sang khalifah, sebutan pemimpin dalam Islam, sudah pernah ada dan sukses menjalankan amanah hingga 14 abad.
Kalau pemimpin Islam yang amanah itu pernah ada. Dan negeri muslim, dimana didalamnya diterapkan syariat Islam dengan sempurna, itu juga ada. Bahkan menguasaai hampir dua pertiga dunia. Maka bukan sesuatu yang khayal jika suatu saat negeri Islam yang dipimpin seorang khalifah yang amanah itu akan terwujud kembali.
Dengan catatan, semua umat mau berjuang untuk mewujudkannya. Semua berjuang sesuai porsi masing-masing. Berjuang sekuat tenaga diiringi doa pengharapan yang tinggi kepada Allah. Tiada yang tidak mungkin. Semoga tahun ini, Ramadhan terakhir tanpa khilafah.
Wallahu a'lam bisshawab
Surabaya, 1 Juni 2019
#MudikGratisHatiRakyatGerimis
#RamadhanBulanAmpunan