Oleh: Chezo*
Investasi bodong, sebuah topik yang ramai di bicarakan dalam beberapa tahun belakangan ini karena jumlah korbannya yang sangat banyak dan hampir dari semua kalangan masyarakat. Investasi yang seharusnya berbuah manis ternyata menjadi cerita kelam bahkan pahit bagi investornya.
Seperti yang terjadi belum lama ini, ratusan warga yang tertipu investasi bodong dari berbagai daerah mendatangi rumah MS yang merupakan investor utama di perumahan Alam Sari Residence, Kota Cimahi, Jawa Barat, Kamis (13/6). Mereka berharap uang yang rencananya dijadikan untuk kegiatan investasi bisa segera dikembalikan. (m.republika.co.id/14/06/2019)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan kerugian yang ditimbulkan karena investasi bodong mencapai 88,8 triliun sepanjang tahun 2008 hingga 2018. Kepala Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi Tongam L Tobing mengatakan suburnya kasus investasi bodong disebabkan karena masyarakat yang memang mudah tergiur bunga tinggi. Tak jarang pula, korban dari investasi bodong adalah mereka yang memiliki pendidikan tinggi. Artinya, fenomena ini terjadi bukan dilatarbelakangi faktor pendidikan yang rendah, tapi keinginan untuk mendapat keuntungan dengan instan. (money.kompas.com/14/06/2019)
Dengan pemahaman finansial masyarakat kita yang terbatas, khususnya dalam bidang investasi, tentu hal ini menjadi salah satu sebab diantara sebab lain kenapa investasi bodong sangat laku di negeri ini. Lagipula, siapa pula yang tidak ingin mendapat keuntungan besar. Karena itu sampai saat ini, masih banyak orang tergiur dengan tawaran investasi yang menjanjikan imbal hasil tinggi.
Pelaku penipuan investasi bodong pun sesungguhnya juga bisa jadi orang yang sangat paham banyak jaring hukum yang bisa menjerat mereka. Namun mereka juga tahu celah hukum, yaitu dengan UU No. 37/2004, tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Ada kecenderungan model pembelaan dalam kasus penipuan investasi bodong, bergeser menjadi sengketa niaga.
Perusahaan yang tak mampu melunasi utang kepada para investornya bisa dipailitkan agar aset penyelenggara investasi bodong bisa disita untuk melunasi utang tersebut. Sayangnya bisa dipastikan, aset yang tersisa jumlahnya pasti tak mencukupi untuk melunasi utang tersebut.
_Low risk, low return. High risk high return._
Saran itu selalu disampaikan kepada investor pemula. Tapi sesungguhnya tak cuma pemula yang mesti mengingat saran tersebut. Semua pelaku investasi selalu dihadapkan pada risiko dan keuntungan. Artinya, bila hanya terfokus pada keuntungan yang dijanjikan, melupakan risiko, malah bisa buntung jadinya.
Dalam Islam, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا، وَالْمَكْرُ وَالْخِدَاعُ فِي النَّارِ.
“Barangsiapa yang menipu, maka ia tidak termasuk golongan kami. Orang yang berbuat makar dan pengelabuan, tempatnya di neraka” (HR. Ibnu Hibban 2: 326. Hadits ini shahih sebagaimana kata Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1058).
Sesungguhnya jika kita perhatikan, akar permasalahan dari semua ini adalah sistem Kapitalisme. Hidup dalam naungan sistem ini membuat orang hanya berpikir bagaimana cara untuk mendapatkan keuntungan besar dalam waktu yang singkat meski harus menabrak aturan syara. Islam tak lagi dijadikan sebagai sebuah pegangan dalam kehidupan karena masalah pahala dan dosa bukanlah perkara yang utama. Maka sudah saatnya kita kembali menerapkan sistem Islam secara totalitas agar hal seperti ini tidak terjadi lagi.
*(Aktivis BMI Community Cirebon)