Mewujudkan Keadilan




Oleh: Fatmawati

Pensiunan guru dan pegiat dakwah




Secara fitrah setiap manusia menyukai keadilan dan membenci kezaliman. Secara fitrah pula manusia akan berpihak pada pelaku keadilan dan bersimpati kepada orang yang dizalimi.


Namun demikian, akibat hawa nafsu dan bujuk rayu setan, sepanjang sejarah manusia kita menyaksikan ragam kezaliman dan eksisnya orang-orang zalim. Karena itu upaya mewujudkan keadilan diantara manusia terus menjadi "misi" kemanusiaan manusia.


Islam memberikan serangkaian panduan dan petunjuk serta sistem untuk mewujudkan keadilan di tengah-tengah manusia.


Adil adalah menempatkan sesuatu pada tempat yang seharusnya.

Allah adalah Dzat Yang Maha Adil sekaligus yang mengetahui keadilan hakiki. Karena itu standar keadilan hakiki harus bersumber dari Allah SWT.


Saat  syariah tidak dijadikan rujukan, kezalimanlah yang berlaku, bukan keadilan.


Allah SWT berfirman,


"Siapa saja yang tidak memutuskan perkara menurut wahyu yang telah Allah turunkan, mereka itulah kaum yang zalim." (TQS al-Maidah (5): 45)


Dengan demikian keadilan hanya akan terwujud dengan diterapkan hukum syariat yang telah Allah SWT turunkan. Sebab tidak ada yang lebih baik dari hukum Allah, sebagaimana firman-Nya,


"Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik dari hukum Allah bagi kaum yang yakin?"

(TQS al-Maidah (5): 50)


Potret di masa kekhilafahan tergambar dalam diri Qadhi Suraih ketika mengdili perkara antara Khalifah Ali bin Abi Thalib Ra, dan seorang Nasrani (atau seorang Yahudi) dalam persengketaan baju besi. Imam al-Baihaqi di dalam Sunan al-Kubra, Ibnu al-Atsir di dalam al- Kamil fii at-Tarikh dan Ibnu Katsir di dalam al-Bidayah wa an-Nihayah menceritakan bahwa Khalifah Ali bin Abi Thalib Ra, suatu ketika menemukan baju besinya ada pada seorang Nasrani. Lalu keduanya mengajukan perkara kepada Qadhi Suraih. Karena Ali tidak punya bukti, maka Qodhi Suraih memutuskan baju besi tersebut untuk orang Nasrani itu.


Menerima putusan demikian, orang tersebut berkomentar, bahwa sungguh itu merupakan hukum para nabi. Amirul Mukmini berpekara dengan dirinya di hadapan qodhinya. Lalu qodhinya memutuskan vonis yang mengalahkan Amirul Mukmini dan Amirul Mukminin ridha.


Menyaksikan hal demikian, orang itu pun masuk Islam.


Keadilan dalam memutuskan perkara, apapun bentuknya dan siapapun yang terlibat, akan terwujud saat syariah Islam diterapkan.


Maka motivasi berpekara bukan yang penting menang, meski dengan segala cara. Akan tetapi semuanya karena mendambakan terwujudnya keadilan.


Karena itu siapapun yang merindukan terwujudnya keadilan, hendaklah saling bahu membahu dalam memperjuangkan penerapan syariah Islam secara kaffah.


Wallah a'lam bi ash-shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak