Merindu SurgaMu



Cerpen by: Sri Elita Sari


Bagaikan petir di siang hari, Sawitri mendengar kabar kematian kakak laki laki kesayangannya, Fikri.


Sawitri berkemas meninggalkan ruang meeting di kantornya. 


“Maaf, saya harus meninggalkan ruangan ini, kakak saya meninggal dunia. Mohon doa nya,” belum sempat Sawitri melangkah, Sawitri jatuh pingsan di tempat itu. 


“Bu, istigfar, nyebut bu,” terdengar suara suara ribut di sekitar Sawitri. Sawitri tersadar, dan ternyata Sawitri sudah berada di sofa ruang kantornya.


“Astagfirullahaladziim, aku harus segera pulang, aku harus segera melihat mas Fikri,” kali ini Sawitri tidak mampu membendung air matanya.


“Mas, kenapa kamu harus pergi secepat ini, sebelum aku meminta maaf sama kamu. Mas Fikri, Kamu tega, mas ..” tangis Sawitri semakin kuat.


“Bu, istigfar. Semua yang terjadi, adalah karena kehendak Allah. Ibu sekarang pulang, saya antar bu,” Dewi sekretaris Sawitri mencoba menenangkan Sawitri, yang kelihatan begitu terguncang.


“Kamu ga tau Wi, apa yang baru saja terjadi antar aku dengan mas Fikri,” Sawitri terisak-isak menceritakan semua yang terjadi pada sekretarisnya itu.


********


“Laki-laki itu baik, De” Fikri meyakinkan Sawitri, siang itu.


“inshaAllah, dia bisa menjadi imam yang baik buat kamu. Dia mampu membahagiakan kamu” Lanjut Fikri lagi.


“Aku belum berpikir untuk menikah, mas. Semua yang aku miliki saat ini sudah membuat aku nyaman, aku pikir untuk apa aku bersuami?”, Sawitri menolak saran Fikri.


“Aku sudah bilang berkali-kali kan, kalau pun punya suami ujung- ujung nya hanya seperti nasib ibu, buat apa, mas?”


“Kenyamanan yang aku dapat sekarang, hanya akan akan sia-sia dengan pernikahan? aku ga mau mas!” tegas Sawitri


“Kamu jangan selalu memandang sebuah pernikahan, dengan apa yang ibu alami, Wit. Masih banyak diluar sana yang begitu berbahagia dengan pernikahannya. Contohnya aku, mas mu ini. Apa kamu pernah dengar aku ribut dengan mbak Ratumu itu? Apa aku selingkuh, atau mbak mu itu selingkuh, tidak kan?


“Itu kan mas, dan baru berapa lama sih pernikahan mas sama mbak Ratu, masih seumur jagung mas, belum apa-apa.” Sawitri selalu punya alasan untuk menolak sebuah pernikahan. Dan Fikri tidak pernah bosan bosan membujuk adik perempuan satu satu nya itu.


*******


Nasib ibu mereka, Sundari, memang tidak sebagus apa yang di idam-idam layaknya sebuah pernikahan, bagi seorang perempuan.


Suami Sundari, adalah pelaut. Ritme kerja seorang pelaut, yang banyak menghabiskan waktu di laut, membuat hubungan Sundari dan suaminya itu kian lama kian merenggang. 


Hisyam, suami Sundari hanya memiliki waktu sedikit buat istri dan anak anaknya.


Hingga akhirnya, Pernikahan pun kandas di tengah jalan. Waktu itu usia Fikri 5 tahun, dan Sawitri baru saja berusia 6 bulan.


Intensitas pertemuan, dan komunikasi yang kurang, menjadi alasan bagi Hisyam untuk menikah lagi.


Saat itu Sundari begitu terguncang, Dia tidak bisa menerima kenyataan itu. Hingga akhir nya Sundari meninggal dunia di sebuah rumah sakit jiwa, tahun ke 3 masa perawatannya.


*******


Sore itu langit begitu cerah, secerah hati Fikri, karena pada akhirnya Sawitri mau menikah dengan laki-laki pilihannya.


Teman-teman dan kerabat memenuhi gedung pernikahan Sawitri dan Ibas.


********


“Ibas terlalu ngatur aku, mas.” Sawitri mengadu pada Fikri, selang beberapa bulan setelah pernikahannya. 


“Aku bukan orang yang suka taklim-taklim, kok ya disuruh ke majlis taklim. Kalau dia mau pergi, ya pergi aja sendiri, ngapain ngajak ngajak aku?,” Lanjut Sawitri dengan sedikit kesal.


“Waduh, Kamu ini kayak bukan orang pinter aja Wit. Ibas itu suami idaman wanita. Orangnya

santun, dari keluarga baik-baik dan agamanya bagus .” Fikri mencoba menenangkan Sawitri.


“Kamu harusnya bersyukur, Wit, kamu boleh ga suka kalau Ibas ngajak kamu ke Diskotik? Wong ngajak ke tempat baik Kamu protes?, Kamu terlalu mengada ngada Wit! Wes aku pusing, dengan aduanmu yang ga masuk akal !” Fikri pun berlalu dari hadapan Sawitri.


Fikri dan Ibas memang teman dalam satu kajian Islam. Disana lah Fikri mengenai Ibas. Seorang anak muda yg selalu ringan melangkah kan kakinya pada majelis- majelis ilmu.


Kepribadiannya santun, dan dari keluarga baik baik.


Ibas memang hanya seorang guru, yang mungkin tidak sebanding dengan Sawitri adiknya itu. Sawitri seorang pengacara hebat, senior. Selalu memenangkan setiap kasus yang ditanganinya.


Tapi bukan dari sisi itu Fikri melihat Ibas. Dengan pemahaman agamanya yang bagus, Fikri yakin bila Ibas mampu mengimbangi Sawitri. Sawitri hebat dengan karirnya, namun sangat keras kepala.


“De, isya dulu, tinggalkan dulu pekerjaanmu,” Ibas mengingatkan istrinya dengan lembut


“Mas duluan aja, tanggung nih,” Sawitri menjawab namun tangannya masih sibuk dengan berkas berkas di atas meja nya.


“Tapi kan shalat mu lebih penting, sayang.” Kali ini Ibas agak sedikit jengkel.


“Allah mu harus lebih kamu prioritas kan dibanding apapun di dunia ini, de. Kamu punya semua karena kebaikan Dia!


Kamu boleh tidak mau aku ajak ke majlis taklim, tapi kalau shalat tidak boleh kamu tunda- tunda. 


Aku suamimu, bertanggungjawab atas dirimu sayang” Ibas terus membujuk istrinya itu.


“Aduh kamu ribet ya mas, Ia aku tau, tapi kamu juga harus ngerti kalau aku butuh waktu cepat menyelesaikan pekerjaan ku!” Sawitri sedikit berteriak


“Mas, istri mu ini pengacara, dan dari awal kamu sudah tau itu. Jadi tolong mas jangan atur-atur aku, aku bukan anak kecil mas. Coba tolong ngerti aku, aku tau kok posisiku. Dan mas juga tau aku ga pernah tinggal kan shalat ku, itu kan yang penting, mas!” Sawitri benar benar kesal kali ini.


*******


Rasa-rasa nya Ibas hampir hilang kesabaran, di tahun pertama pernikahan ini Ibas masih cukup kesulitan menaklukan Sawitri istrinya.


Sebelumnya Ibas sudah diberikan informasi yang cukup tentang Sawitri dari Fikri.


Sawitri yang keras kepala, sulit di atur, dan begitu trauma dengan pernikahan.


“Kamu harus banyak bersabar Bas, banyak berdoa. Sawitri istrimu, tanggungjawab dunia akhiratmu, kamu ingat itu saja.” Fikri mencoba menguatkan Ibas.


“Kamu sudah menyanggupi untuk merubah perlahan-lahan Sawitri. Sekarang kamu jalani dengan sabar, karena Allah. Allah, akan mudahkan semua , kamu harus yakin,” Fikri menepuk-nepuk bahu Ibas.


******


“Aku mau cerai, mas! Aku ga bisa hidup dengan suami yang terlalu ngatur-ngatur aku, mendikte aku, aku capek mas,” Sawitri mengutarakan keinginan nya pada Fikri.


“Istigfar kamu, Wit. Kalau ngomong kok asal aja, trus Amira mau kamu kemanakan? Dia anak Kamu satu satunya, dan masih terlalu kecil untuk menanggung semua. Amira masih butuh kalian orang tuanya tetap bersama.

Apa tidak cukup, untuk dijadikan pelajaran kejadian orang tua kita dulu? Ia, kalau kita, aku dan kamu, mampu lewati semua, tapi Amira belum tentu, Wit. Jangan gegabah Kamu.”


Namun akhirnya, Sawitri tetap memilih bercerai dari Ibas. Hak asuh anak diberikan pada Ibas, karena Ibas tidak sesibuk Sawitri.


Sejak kejadian itu, Fikri tidak mau lagi menemui Sawitri, walaupun sekedar bicara lewat telepon.


Fikri betul betul kecewa dengan adiknya itu. Entah harus dengan cara apalagi untuk memberitau adik satu satunya itu. Fikri menyerah, Fikri betul betul marah.


Sambil terisak, Sawitri menyudahi kisahnya pada Dewi, sekretarisnya itu.


********

“Mas Fikri, maaf kan Wit mas, aku tau rasa sayang mas yang begitu besar. Aku tau mas ingin aku bahagia.”

Sawitri terisak-isak di samping batu nisan Fikri.


“Aku janji mas, aku akan perbaiki hidupku, demi kamu, demi Amira dan dan demi Ibu mas, aku janji ..,” Sawitri menangis lirih ...


**^^^


Perlahan namun pasti Sawitri mulai meninggalkan dunia pengacara nya. Kemudian pada akhirnya Sawitri memutuskan untuk meninggalkan karirnya, kembali pada Ibas suaminya, mendalami ilmu agamanya. Bersama-sama suami dan putri kecilnya, menjalani hidup yang selama ini dicari dan diinginkan. Sawitri bukan hanya menginginkan keberkahan dunia, namun Sawitri menginginkan surga di masa akhir nanti, surga Allah Nya ..


#Kolaka, 17 Juni 2019


********

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak