Oleh: Yuli Ummu Raihan
(Member Akademi Menulis Kreatif)
Innalillahi wainna ilaihi rojiun, Dunia Islam berduka atas meninggal dunianya mantan presiden Mesir Muhammad Mursi, usai menjalani persidangan, Senin 17/06/2019 di Mesir, Aljazeera TV.
Beliau sempat pingsan sebelum dinyatakan meninggal dunia di pengadilan kriminal Kairo.
Ia sempat berbicara selama 20 menit dengan penuh semangat, lalu pingsan dan meninggal dunia dirumah sakit.
Mursi sedang menghadapai serangkaian sidang, ia bersama 23 orang lain dituduh berkolaborasi dengan Hamas.
Mursi adalah tokoh terkemuka di Ikhwanul Muslimin, setelah Revolusi Mesir 2012, ia maju sebagai calon presiden dari FJP yaitu partai Kebebasan dan Keadilan.
Mursi memenangkan pemilu dengan 51,73% suara artinya dipilih mayoritas rakyat Mesir. Namun sayang 30 Juni 2013, ia dituntut mengundurkan diri oleh para demonstran, berbarengan dengan demo tandingan dari pendukungnya di lokasi lain di Kairo.
Abdul Fattah el Sisi Kolonel Jendral Angkatan Bersenjata Mesir mengumumkan announced a road map rencana mendatang Mesir yang menyatakan Mursi telah dilengserkan dan mengangkat kepala Mahkamah Konstitusi sebagai pemegang jabatan sementara Presiden Mesir pada tanggal 3 Juli 2013.
Dari pengalaman Mursi kita bisa mengambil pelajaran, bahwa demokrasi bukanlah jalan untuk sebuah perubahan. Ini gambaran betap busuknya sistem demokrasi, yang memikiki semboyan dari, oleh, dan untuk rakyat.
Mursi jelas telah memenangkan Pemilu secara jujur dan dikehendaki oleh mayoritas rakyat Mesir. Namun karena visi nya Islam yang berbeda dengan demokrasi maka ia dikorbankan, ia dikudeta. Dan sayangnya tidak ada suara pembelaan dari dunia internasional.
Sebelum Mursi sejarah telah mencatat bagaimana dulu partai Refah di Turki, FIS di Aljazair, Hamas di Palestina, butuh berapa banyak bukti lagi agar kita yakin dan percaya bahwa demokrasi adalah sistem rusak dan merusak.
Setiap jelang pemilu kita selalu terbuai janji manis demokrasi, seolah pemilu mampu mengatasi semua problematika kehidupan, padahal pemilu hanyalah sekedar pergantian rezim, bukan sistem sehingga tidak memberi pengaruh sekedar melanjutkan sesuatu yang sudah ada.
Demokrasi dari azasnya saja sudah rusak, maka mustahil bisa memberi kebaikan,dalih mengambil mudorat yang lebih kecil tidak terbukti, karena mudoratnya justru lebih besar jika kita terus melanggengkannya.
Kita selalu dibujuk untuk aktif dan terlibat dalam demokrasi (pemilu) agar orang-orang kafir atau fasiq tidak menang, tapi faktanya ketika Muslim menang demokrasi justru mengamputasinya.
Demokrasi itu sistem kufur karena , maka haram meyakininya mengemban, menerapkan dan mendakwahkannya. Sebagai umat Islam seharusnya kita hanya berhukum dan hidup dengan aturan Islam, bukan sekuler (memisahkan agama dari kehidupan).
Demokrasi tidak akan pernah memberi jalan bagi umat Islam untuk bangkit, bukan jalan menuju kebangkitan Islam yang sejati.
Kebangkitan yang sesungguhnya hanya bisa dicapai dengan cara yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw yaitu melalui 3 tahapan yaitu pembinaan, interkasi terhadap masyarakat, dan penerimaan kekuasaan. Semua proses ini harus kita ikuti, lakukan, dan perjuangkan dengan mengikuti metode yang pernah dicontohkan Nabi, dan tidak boleh berubah atau melenceng sedikitpun.
Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari semua ini, dengan kembali memperjuangkan Islam dengan cara yang Islami, bersih, dan tidak kompromi lagi dengan sistem demokrasi, saatnya kita bersatu berjuang bersama untuk menerapkan Islam secara kaffah agar tercapai kebangkitan yang hakiki. Wallahu a'lam.