Oleh : Ustadzah Yanti Tanjung
Kalau saya melihat remaja pada saat ini emosi mereka tidak stabil, sering baper, lebih senang dengan teman-teman ketimbang orang tuanya, galau dll. Sepertinya memang sedang mencari jati dirinya. Apakah dalam Islam usia sekitar remaja saat ini dikenal dengan fase mencari jati diri? Lalu bagaimana sebagai orang tua menyikapi anak remajanya yang sedang puberitas? Demikian tanya seorang ibu dalam kuliah rutin WA Group Parenting Ibu Tangguh dan Parenting Ayah Tangguh di suatu kesempatan.
Tidak dipungkiri usia 10 tahun ke atas, sesaat setelah baligh apa yang disebut usia remaja atau usia puberitas mereka memang labil, keputusan-keputusannya belum bisa diserahkan sepenuhnya, karenanya mereka membutuhkan bimbingan dan arahan dari ayah dan bunda, hingga kematangan kepribadian Islam mereka. Jika pendampigan itu bagus anak tidak akan berlama-lama dalam kegalauan dan ketidakstabilan.
Betulkah anak usia remaja itu adalah masa pencarian jati diri ? Ini bisa dikatakan benar jika pencariannya belum tuntas di usia 10 tahun, karena dalam pendidikan Islam pencarian anak tentang hakekat kehidupannya sudah harus terjawab di usia 10 tahun bahkan anak sudah memiliki pola pemikiran yang Islami untuk memecahkan problema kehidupannya. Juga seluruh kecendrungan-kecendrungan anak pemenuhannya sudah mengarah kepada hukum syara’ standarnya halal dan haram.
Apa yang disebut jati diri? Kalau kita buka di kamus Jati : ciri-ciri, gambaran, atau keadaan khusus seseorang atau suatu benda; identitas atau yang mungkin lebih tepat disebut Inti. Diri adalah : personal, seseorang. Jadi jati diri adalah : identitas dan inti kehidupan seseorang.Biasanya yang dicari itu adalah kebahagiaan hidup.
Kebahagiaan hidup ini adalah hak anak dan harus dia dapatkan di rumahnya bersama ayah bundanya, kebahagiaan itu mencakup seluruh pemenuhan kebutuhan fisik anak dan naluri-naluri, diberikan secara berimbang dan standarnya adalah ridhwanullah yang bisa didapatkan saat memenuhinya menerapkan aturan-aturan Allah swt. Misalnya kebutuhan anak untuk bergaul dengan teman pastinya anak akan bahagia,maka berikan arahan bagaimana Rasulullah saw mengajarkanmuslim mencari teman dan bergaul bersama mereka.
Dalam Islam kepribadian Islam sudah didapatkan di usia 10 tahun dan sudah paham identitas dirinya adalah muslim, sudah paham dari mana asal kehidupan ini, untuk apa dia diciptkan dan kemana dia setelah mati. Simpul besarnya (iqdatul qubra) sudah terjawab bahwa dia berasal dari Allah, untuk beribadah kepada Allah dan kelak akan kembali pada Allah dengan pertanggungjawaban. Perkara ini dalam rangka memenuhi kebutuhan naluri tadayyun (beragama) anak,memposisikan dia sebagai makhluk bagi Allah sang pencipta dan pengatur dan anak harus tunduk pada Allah karena manusia butuh diatur oleh Allah dan butuh taat pada Allah.
Pun anak butuh bahagia bersama ayah bundanya, diperlakukan dengan sebagus-bagus akhlak, curahan cinta dan kasih sayang serta komunikasi yang produktif dan memoivasi,selalu semangat dalam kebaikan,penurut dan berbakti kepada orang tua.
Jika kebutuhan-kebutuhan itu sudah terpenuhi maka kebahagiaan itu adalah hakiki, anak akan merasakan rumahku adalah surgaku.
Maka ketika anak beranjak baligh dia sudah menemukan hakekat hidupnya dan sudah menjadikan ridwanullah sebagai standar kebahagiaannya. Karenanya di era khilafah para pemuda belasan tahun sudah ikut berjihad, pilihan hidup yg sudah tidak ragu dan galau seperti remaja hari ini karena mereka dibentuk oleh aqidah Islam dan tsaqafah Islam yang membentuk kepribadian Islam mereka membumbung tinggi.
Pendidikan sekuler telah membuat remaja hari ini terlambat menemukan identitas dirinya sebagai muslim bahkan tidak menemukan samasekali, hilang kebahagiaan sejati, yang ada adalah kesenangan-kesenangan duniawi yang berakhir dengan kenakalan remaja dan kebahagiaan semu.
Jika makna jati diri itu adalah anak paham identitas dirinya dan inti kehidupannya adalah bahagia dalam keridhaan Allah maka usia belasan tahun itu adalah usia pemuda penuh energik dalam mengejar ilmu, haus sama ilmu, berburu guru, membela agama Allah dan aktif berdakwah bukan lagi usia pencarian jati diri. Karena mencari ridha Allah adalah pencarian yang sesungguhnya mendapatkannya adalah kebahagiaan sesungguhya.
Sebagai orang tua kita tidak boleh teralihkan pada pandangan sekuler tentang remaja dan jangan mencukupkan diri pada pendidikan sekuler, bahkan justru jangan bersentuhan dengan pendidikan sekuler sebelum ananda masuk ke Perguruan Tinggi, agar anak dapat mempertegas dirinya dan bangga mengatakan, “ Ana muslim,I am muslim.”