Oleh: Farid Haritsah S.Pd
(Pendidik. Anggota pengajian Qonitat Magetan)
Ratusan Guru Tidak Tetap (GTT) di Magetan sejak Januari 2019 tidak menerima honor dari Disdikpora. Sesuai data BKD, tercatat ada 319 tenaga honorer di lingkup Pemkab Magetan. Terdiri dari 319 orang tenaga honorer di bawah naungan Disdikpora dan 118 tenaga lainnya tersebar di sejumlah OPD. Sedangkan, jumlah tenaga honorer non K-II ada sebanyak 1.984 orang.
Belum cairnya honor ratusan GTT itu disebabkan karena tidak ada regulasi yang mengatur tentang penggunaan APBD untuk kegiatan tersebut. Untuk itu Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dari Disdikpora bakal berkonsultasi dengan TP4D. Tujuannya supaya mereka tidak salah langkah dalam mengambil kebijakan yang menyangkut honor ratusan GTT tersebut.
Djoko memastikan bahwa honor para GTT itu sudah ada dalam APBD 2019. Hanya dasar hukum penggunaan anggaran itu belum ada. Yang terpenting menurut Djoko adalah dia tidak ingin persoalan ini makin berlarut-larut. Karena memang hampir setiap waktu para GTT selalu menanyakan perihal uang transport mereka ke Disdikpora.
Selain permasalahan sering molornya penerimaan gaji, masalah lainnya adalah rendahnya gaji guru honorer, bahkan di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Ada banyak guru honorer dengan pendidikan tinggi setingkat sarjana yang mendapatkan gaji di bawah Rp 1 juta/bulan. Seperti halnya untuk GTT dan PTT golongan K-II mendapat jatah transport sebesar Rp 700 ribu. Sedangkan, non K-II mendapat Rp 136 ribu.
Nur Kalim, Guru honorer di SMP PGRI Wringinanom, Gresik, Jawa Timur ia juga hanya mengantongi penghasilan Rp 450.000 per bulan. Dengan nominal tersebut setiap bulan tentu jauh dari cukup untuk menghidupi kebutuhan sehari-harinya jika mengacu pada upah minimum di Gresik sekitar Rp 3 juta per bulan.
Lebih miris lagi bahwa sebenarnya besaran upah minimum hanya memiliki komposisi untuk sandang, pangan dan papan. Sedangkan untuk biaya transportasi lain lagi. Sungguh tidak masuk akal dan tidak manusiawi kondisi ini.
Muhadjir Effendy selaku Mendikbud menjelaskan rendahnya gaji guru honorer saat ini lantaran hanya dibiayai oleh pihak sekolah yang mempekerjakan. Sebab, guru honorer tidak terikat pada instansi manapun, melainkan diangkat oleh kepala sekolah.
Adapun sumber pendanaan gaji guru honorer menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Padahal menurut Muhadjir sebetulnya dana BOS tidak diperkenankan untuk menggaji guru honorer.
Selain dari dana BOS, kata Muhadjir, ada juga beberapa Pemerintah Daerah (Pemda) yang sengaja menganggarkan dana Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerahnya (APBD) khusus untuk guru honorer. Langkah itu jauh lebih baik dibanding menggaji guru honorer dengan menggunakan dana BOS, karena lebih mensejahterakan dan tak mengganggu anggaran sekolah. Sayangnya, masih sedikit Pemda yang menganggarkan dananya tersebut.
Tidak mengherankan jika beberapa waktu lalu ramai pemberitaan mengenai demo guru honorer di depan Istana Negara. Mereka meminta kepada Presiden Joko widodo agar diangkat menjadi PNS. Bahkan seperti dilaporkan Liputan6.com 5 guru dilaporkan meninggal dunia.
Upaya Pemerintah
Permasalahan nasib guru honorer K II masih belum selesai. Komisi X masih menggelar rapat kerja dengan pihak pemerintah. Rapat yang berlangsung selama 3,5 jam ini dihadiri oleh Mendikbud Muhadjir Effendy, perwakilan dari Kemenkeu, Kemendagri dan KemenPAN-RB. Yang kemudian rapat ini menghasilkan beberapa kesepakatan.
Tercatat sejak proses seleksi 2013 masih ada 157.210 guru honorer. Dari angka itu yang masih masuk dalam kriteria ujian tes CPNS seperti usia maksimal 35 tahun hanya 12.883 guru honorer. Kemudian yang mendaftar CPNS hanya 8.498 orang. Sementara guru honorer yang lulus SKD(Seleksi Kompetensi Dasar) hanya 6.541 orang. Itu artinya dari guru honorer yang masuk dalam kriteria tes CPNS masih ada sebanyak 6.342 yang statusnya belum jelas.
Sementara bagi guru honorer yang usianya sudah lebih dari 35 tahun pemerintah memberikan kesempatan mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kesempatan itu juga diberikan kepada guru honorer sebanyak 144,327 orang yang tidak masuk dalam kriteria CPNS.
Namun beberapa anggota Komisi X masih mempertanyakan solusi seleksi PPPK itu. Sebab mereka masih akan dibedakan statusnya dengan guru PNS. Hal itu menyebabkan terjadinya diskriminasi guru honorer di tempat mengajarnya. Selain itu terkait seleksi PPPK juga masih belum jelas. Pemerintah belum menentukan berapa jumlah guru honorer yang bisa diterima dalam seleksi PPPK tahun ini. Sebab masih menunggu perhitungan Kementerian Keuangan terkait kemampuan keuangan negara untuk menerima guru honorer yang menjadi PPPK.
Hal itu pun mendapatkan tanggapan keras dari Anggota Komisi X Fraksi PKB Dedi Wahidi. Jika memang pemerintah kekurangan uang untuk mengatasi nasib guru honorer, dia menyarankan agar menghentikan proyek-proyek infrastruktur.