Liberalisasi Keluarga Dibalik Peringatan Hari Keluarga



Oleh : Fitri Apriyani S.Pd.I ( Aktivis dakwah dan Pemerhati Sosial )

“Tiada istana termegah yang dibangun didunia ini, selain keluarga”.

Mungkin ada beberapa orang melihat kewewahan dan kebahagian itu melalui bentuk fisik materinya saja. Namun apalah artinya jika terbangun sebuah Istana megah nan mewah, apabila suasana nya tak sedikitpun memberikan kehangatan, dan tak pernah terpancar wajah kedamaian dari sang penghuni Istana. Jadi rasanya tak berlebihan bila Keluarga merupakan tempat terindah dan ternyaman untuk bernaung, saling berbagi suka maupun duka.

Berbicara mengenai keluarga, dilansir dari Wikipedia. Hari keluarga Internasional merupakan hari perayaan yang diperingati pada tanggal 15 Mei setiap tahunnya ( SRIPOKO.COM). Diproklamasikan oleh mejelis umum PBB pada tahun1993 lewat resolusi A/RES/47/237. 

Peringatan keluarga Internasioanal dilaksanakan dalam mempertimbangkan kepentingan hubungan komunitas Internasioanal dengan keluarga dan meningkatkan pengetahuan terhadap proses social, ekonomi, dan demografi terhadap keluarga. Adapun Harganas (Hari Keluarga Nasional) di Indonesia diperingati setiap tanggal 29 Juni. Peringatan Harganas sendiri sudah berlangsung 26 kali sejak tahun 1993.

Untuk tahun 2019 ini, Harganas akan dilaksanakn di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Dengan tema “ Hari keluarga Hari Kita Semua, dengan Slogan “Cinta Keluarga Cinta Terencana”. (Fajar.co.id). Gubernur Kalsel Sahbirin Noor, menyatakan kesiapannya menjadi tuan rumah dan menerima kunjungan 12.000 tamu undangan saat berlangsungnya acara tersebut.  Ia juga mengajak seluruh warga Kalsel untuk bergerak dan tidak lengah dalam mensukseskan perhelatan Harganas tersebut. Hal terebut dikarenakan pencapaian program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) cukup berjalan baik di wilayahnya.

Menurut Haryona Suyono, yang merupakan penggagas Harganas, selaku ketua Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasioanal (BKKBN). Ada beberapa hal yang menjadi inti peringatan Harganas salah satunya adalah  membangun keluarga menjadi keluarga yang bekerja keras dan mampu membenah diri menjadi keluarga yang sejahtera. (Tribun news,com)

Dengan melihat lebih jauh  inti dari Harganas tersebut secara tidak langsung menuntut setiap anggota keluarga untuk bekerja keras. Bukan hanya suami, tetapi istri juga harus bekerja keras. Hal tersebut harus diwaspadai, mengingat Harganas sendiri  menjadi momentum yang baik untuk memahamkan ide kesetaraan gender. Yaitu paham yang menyatakan laki – laki dan perempuan bisa bekerja keras dengan kedudukan yang sama. 

Ide kesetaraan gender sendiri adalah produk Barat, kapitalisme sekuler yang memisahkan antara kehidupan dunia dengan akhirat.  Agama hanya dijadikan sebagai aspek ritual belaka yang mengatur aspek ibadah saja.  Sistem  ini juga memberikan jaminan kebebasan kepada individu  untuk menentukan hidupnya sendiri, termasuk hubungan  keluarga.  Dengan ide ini maka lini terkecil dalam sebuah Negara, seperti keluarga  akan mengalami kehancuran yang sangat.  Bagaimana tidak, ayah akan sibuk dengan pekerjaannya, begitu juga dengan ibu akan sibuk degan karirnya. Sementara anak akan dititipkan kepada pengasuh anak yang terkadang belum jelas baik pola pengasuhannya. Maka jadilah anak – anak akan tumbuh dengan tidak mendapat kasih sayang dan pendidikan dari kedua orangtuanya. Maka harapan terbentuk keluarga yang sejahtera tidak akan terwujud dalam sistem saat ini.

Islam adalah  agama dan peraturan yang melahirkan sitem  yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Termasuk kehidupan keluarga. Dalam islam suami menjadi pemimpin  dalam keluarga, yang membimbing dan mengantarkan keluarga  agar terikat dengan hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT, yaitu menafkahi istri dan anak – anaknya.  Adapun istri bertugas mencetak generasi hebat agar dapat berjuang untuk membela agamanya  Allah SWT.  Seperti yang terjadi pada masa kejayaan islam bagaimana peran seorang ibu mampu mencetak generasi kelas tinggi seperti  Imam Syafii, Ibnu Sina, Umar bin Abdul Aziz, Muhammad Al Fatih dan masih banyak lagi.  Semua itu tidak lepas dari peran ibu yang mendedikasikan seluruh waktunya untuk mendidik generasi dengan Al – qur’an dan Sunnah Nabi. Jika ibu membagi waktu dengan pekerjaan,  tentu hasil yang didapat tidak akan sehebat itu. 

Inilah yang harusnya disadari dan dipahami betul oleh para orang tua,  bahwa ide yang dibawa oleh liberalisme ini justru sangat merusak tatanan keluarga. Memaksa setiap individu untuk terikat dengan setiap aturannya dan tujuan yang ingin dicapai, tak lain tak bukan semata - mata untuk meraup keuntungan sebanyak – banyaknya. Hingga setiap individu dalam sebuah keluarga akan menjadi individu yang hedonis dan materialistis. Para orang tua sibuk menginvestasikan hartanya untuk hal duniawi saja. Tapi lupa berinvestasi untuk akhiratnya. Padahal jika ditanya, apakah harta kekayaan bisa dibawa mati ? tentu sudah pasti semua sepakat menjawab, tidak. Jika dibiarkan terus menerus seperti ini, tidak akan mungkin keturunannya menjadi Generasi penerus bangsa yang hebat, karena fungsi dan peranan keluarga menjadi pincang dan justru malah terus terabaikan. Saat nya kita memutuskan rantai liberalisme, dari sistem bobrok kapitalisme yang sedang bercokol saat  ini. Dan berjuang untuk menerapkan syariat islam secara Kaffah untuk mengembalikan peran dan fungsi keluarga dengan semestinya. Tidak menjadikan manusia suskses di dunia saja. Tapi menjadi manusia sukses dunia dan akhirat. Dan kesuksesan serta gemilangan ini hanya akan dapat kita rasakan ketika sudah berhasil menerapkan syariat secara kaffah dalam naungan Khilafah Ala Minhajji Nubuwwah.

Wallahu ‘alam Bishawab.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak