Oleh: Sri Purwanti, Amd.KL ( Penggiat Opini)
Ketika arus mudik dan arus balik biasanya semua bandara di Indonesia di padati calon penumpang yang akan mudik maupun balik dari kampung halaman. Akan tetapi tahun ini ada yang berbeda, sejumlah Bandara di Indonesia tampak sepi lenggang. Arus mudik dan arus balik lebaran tidak banyak membawa keuntungan bagi pelaku usaha penjualan tiket baik offline maupun online. Harga tiket yang mahal , karena mengalami kenaikan sejak awal tahun 2019 membuat masyarakat mengurungkan niat untuk mudik maupun memilih jalur alternatif seperti menggunakan jalur laut.
Ketua Dewan Penasehat Asita Kalsel, Hj Armistyani menjelaskan, bahwa kenaikan tiket yang melambung, membuat permintaan untuk tiket , terutama rute domestik saat mudik lebaran turun. Banyak masyarakat yang batal mudik karena tiket yang mahal, imbasnya permintaan tiket pun menurun, termasuk ke anggota Asita (m.kalsel.procal.co/ 12/06/2019)
Tak berhenti di situ, kenaikan harga tiket pesawat terutama untuk rute domestik pun berpengaruh pada pendapatan bandara, Pemilik usaha makanan, minuman dan souvenir yang beraktivitas di bandara, para penyedia jasa kendaraan seperti travel dan taksi serta pelaku usaha yang berhubungan dengan moda transportasi udara, seperti usaha pariwisata.
Di tengah carut marut kenaikan harga tiket si burung besi, ternyata pemegang kebijakan di negeri ini justru memiliki wacana untuk mengundang maskapai asing agar turut berkompetisi dalam dunia penerbangan di Indonesia. Kehadiran maskapai asing di anggap bisa membuat tarif maskapai menjadi lebih murah karena adanya persaingan harga. Akan tetapi harus di pastikan persaingan itu tidak mematikan industri lokal dan mengabaikan keselamatan penumpang, di tambah lagi Indonesia belum siap menghadapai persaingan ekonomi skala nasional.
Transportasi merupakan salah satu sarana yang memudahkan aktivitas masyarakat dalam melakukan aktivitas, maka sudah pasti negara sebagai pelayan masyarakat memiliki kewajiban untuk memperhatikan sarana dan prasarana ini agar bisa memberikan pelayanan terbaik, murah, mudah dan tentunya terjamin keamanannya.
Kalau di telisik lebih mendalam persoalan transportasi ini bukan sekedar kesalahan tehnik tetapi sestemik, sistem kapitalis yang di terapkan di negeri ini memandang segala hal, termasuk masalah transportasi dari sudut pandang bisnis. Kepemilikannya di kuasai oleh perusahaan atau swasta, sehingga pengelolaannya pun mengunakan sudut pandang bisnis bukan lagi sudut pandang pelayanan. Menurut kaca mata kapitalis, dalam pelayaan publik negara hanya sebagai legislator, sedangkan operatornya di serahkan kepada pasar. Penyediaan sarana dan prasarana trasnportasi pun selalu melibatkan pihak asing (baca hutang),
Pembangunan infrastruktur dalam pandangan islam
Dalam pembangunan infrastruktur Islam berpegang pada tiga prinsip, yang pertama pembangunan infrastruktur merupakan tanggungjawab negara yang seharusnya tidak boleh di limpahkan kepada pihak swasta. Yang kedua perencanaan wilayah yang baik, yang ketiga negara membangun infrastruktur publik dengan standar teknologi yang di miliki, termasuk teknologi navigasi, telekomunikasi, fisik jalan, sampai alat transportasi itu sendiri (susmiyati, 10/08/2016).
Sepanjang sejarah penerapan sistem islam banyak kita temukan fakta, betapa para khalifah sangat memperhatikan keselamatan rakyatnya serta memastian sistem transportasi yang aman dan terjangkau. Bahkan khalifah Umar Bin Khatab pernah berkata “Seandainya seekor keledai terperosok di kot a Baghdad karena jalanan rusak , aku sangat khawatir karena pasti akan di tanya oleh Allah”. Hal ini berbanding 180 derajat dengan kondisi saat ini, dimana masyarakat di minta ikhlas dengan semua kekacauan yang terjadi akibat meroketnya harga tiket, bahkan kalau perlu menunda berkumpul dengan anggota keluarga karena harga tiket yang tak lagi terjangkau.
Khalifah adalah pelayan ideal dan terbaik
Indonesia adalah negeri yang mayoritas penduduknya muslim, juga memiliki kekayaan alam yang melimpah. Akan tetapi karena sistem yang di terapkan negeri ini bukan sistem yang berasal dari sang Pencipta, melainkan sistem kapitalis yang terkenal rakus , masyarakat tidak bisa menikmati keamanan dan kenyamanan dalam perjalanan, karena semua di ukur dari sudut pandang komersil. Hal ini tentu berbeda manakala kehidupan diatur dengan sistem yang berasal dari Allah swt. Tercatat rapi dalam sejarah betapa para khalifah sangat berhati- hati dalam memberi pelayanan kepada masyarakat , karena di dorong oleh rasa khauf (takut) kepada Allah, mereka adalah para pelayan yang terbaik sepanjang sejarah. Salah satu contoh yang bisa kita saksikan sampai hari ini adalah pondokan gratis yang di lengkapi dengan persediaan air minum, makanan, dan tempat tinggaldi sepanjang rute dari Irak dan Suriah, Yordania, Libanon, Palestina menuju kawasan Mekah yang di bangun pada masa Khalifah bani Ummayah dan Abbasiyah.
Maka sudah saatnya kita berhijrah dari sistem kapitalis ini menuju sistem islam yang berasal dari sang pencipta, sehingga permasalahan transportasi maupun persoalan umat lain bisa terselesaikan dengan baik dan sistematis . Wallahu a’lam bishshawab.