Oleh : Ummu Nadiatul haq*
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) mengatakan saat ini pasar pangan di Indonesia hampir 100% dikuasai oleh kegiatan kartel atau monopoli. Hal itu tentu merugikan masyarakat. (Detik.com, 22/5/2019). Menurut Buwas, produk-produk pangan Bulog saat ini hanya mengusai pasar sebesar 6%. Sedangkan sisanya 94% dikuasai oleh kartel.
Sandiaga Uno di Jl Cikupa 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (25/5/2019) menyatakan pemerintah harus punya ketahanan pangan yang kuat. Di Indonesia kurang baik karena hanya 6% yang dikuasai oleh Bulog, 94% dikuasai kartel, Mafia impor pangan yang pegang kendali.
Definisi kartel menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah organisasi perusahaan besar (negara) yang memproduksi barang yang sejenis. Termasuk praktik kartel adalah persetujuan sekelompok perusahaan dengan maksud mengendalikan harga komoditas tertentu.
Sudah jadi rahasia umum bahwa lonjakan harga (inflasi) atau kejatuhannya (deflasi) di pasaran produk memiliki hubungan yang erat dengan segelintir pedagang kartel yang bekerja di balik layar dengan bekal skenario pasar. Dalam dunia pangan muncul kartel-kartel sudah berlangsung lama. Mulai dari hulu sampai ke hilir (konsumen akhir) pedagang kartel ini sudah bercokol dan mempengaruhi harga jual dan beli produk. Petani tidak punya kuasa apa-apa terhadap produknya. Mereka harus senantiasa rela menjadi korban.
Dalam sejarah, Bulog (Badan Urusan Logistik) sendiri didirikan sebagai bentuk penyikapan terhadap kartel yang mempermainkan impor pangan. Hal ini mengingat pangan merupakan kebutuhan primer masyarakat. Jika sampai ia dikuasai oleh kartel, maka akan muncul yang dinamakan kartel primer sehingga berbahaya bagi masyarakat. Maka dari itu didirikanlah Bulog yang dipercaya sebagai pengimpor tunggal pangan untuk keperluan pengendalian harga pangan di pasaran agar tetap berada dalam ruang jangkau daya beli masyarakat.
Meski sudah dibentuk Bulog sebagai importir tunggal, namun kenyataannya masih ditemukan adanya praktik kartel di masyarakat yang menguasai pasar dan acapkali menempuh cara yang dapat memaksimalkan keuntungan dengan mengorbankan kondisi perekonomian makro suatu bangsa.
Penguasaan pangan oleh kartel sebesar 94% adalah akibat korporatisasi pangan yang berjalan seiring neoliberalisasi. Kondisinya berpangkal akibat peran pemerintah yang sangat minim sebatas regulator dan fasilitator. Sementara korporasi berkuasa di aspek produksi, distribusi serta impor pangan.
Padahal distribusi adalah tugas negara yang menjamin setiap anggota masyarakat terpenuhi semua kebutuhan primer. Serta menjamin masing-masing individu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekunder atau tersier mereka. Bukan menjadikan masyarakat sebagai ladang pasar bisnis bagi para Kartel. Selama tata kelola pangan masih dijalankan dengan konsep neoliberal, mustahil praktik kartel bisa diberantas.
Dalam Islam, masalah ekonomi bagi suatu masyarakat intinya adalah bahasan bagaimana cara memperoleh kekayaan, mengelola kekayaan yang dilakukan oleh manusia dan mendistribusikan kekayaan tersebut di tengah-tengah masyarakat. Dengan memperhatikan secara detail setiap individu rakyat, untuk memenuhi seluruh kebutuhan primer terutama kebutuhan pangan yang utama secara menyeluruh.
Hukum-hukum yang menyangkut masalah ekonomi dibangun di atas tiga kaidah, kepemilikan, pengelolaan kepemilikan dan distribusi kekayaan di tengah-tengah manusia. Saatnya rezim ini kembali kepada Syariah Islam yang memiliki konsep sahih yang menjamin pengelolaan pangan akan membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Wallahu 'alam.
*(Member Akademi Menulis Kreatif 4)