Kebijakan Zonasi Memakan Korban



Oleh: Erna (Nganjuk)

Kebijakan zonasi menjadi problematika yang menonjol di awal tahun ajaran baru. Kemendikbud mengeluarkan Peraturan Mendikbud No. 4/2018 tentang zonasi pada bulan Mei lalu. Zonasi atau jarak rumah dengan sekolah menjadi prioritas syarat diterimanya siswa di suatu sekolah. Akibatnya terjadi kekacauan di berbagai daerah, banyak orang tua dan murid protes seperti yang terjadi di Surabaya, ratusan wali murid yang tergabung dalam Komunitas Orang Tua Peduli Anak ( KOMPAK) menggelar aksi protes di depan gedung Grahadi, Rabu (19/6/2019), selain meminta pemerintah untuk menghapus sistem zonasi juga meminta mengganti Mendikbud Muhadjir Effendi. Hal ini mestinya jadi bahan pertimbangan Kemendikbud.

Mungkin maksud Mendikbud baik, tetapi hal itu harus dikaji ulang mau diajak kemana generasi penerus bangsa ini. Dari sini saja sudah memakan korban, sebanyak 1.131 siswa cerdas gagal masuk di SMAN 5 Surabaya, di Blitar ada siswa lulusan SMP nekat bunuh diri karena tidak dapat sekolah di SMA pilihannya. Berdasarkan fakta yang terjadi harusnya pemerintah peka terhadap masalah ini, tidak menuruti kemauannya sendiri. Dunia pendidikan dijadikan  bahan percobaan, setiap tahun kebijakan Mendikbud berubah-ubah, sehingga dunia pendidikan pun menjadi semrawut. Tenaga pendidik dituntut administrasi yang banyak alias ribet, sehingga guru jarang ketemu/bertatap muka dengan murid, bagaimana bisa menghasilkan generasi yang cemerlang kalau caranya seperti itu. Sebenarnya aneka problema dunia pendidikan adalah buah dari penyelenggaraan pendidikan yang berorientasi pada barat. Mendikbud berkaca pada negara-negara maju khususnya dalam mencetak generasi penerusnya. Tetapi tidak dilihat dengan latar belakang SDM nya. Orang Indonesia dengan luar negeri berbeda dari kebudayaan adat istiadat dsb. Jadi kalau diterapkan pendidikan negara maju di Indonesia banyak yang bertentangan, sehingga tidak menghasilkan generasi yang cerdas tapi malah sebaliknya.

Kalau pemerintah ingin mencetak generasi di Indonesia menjadi generasi yang cerdas atau cemerlang, kembalilah pada sistem Islam. Coba tengok sejarah peradaban Islam yang banyak melahirkan/mencetak orang-orang cerdas. Di dalam Islam pendidikan sebagai hajat dasar yang asasi bagi setiap orang, sehingga Islam konsisten melaksanakan dan memfasilitasi kewajiban menuntut ilmu yang telah digariskan Syariat. Khalifah sebagai periayah urusan umat akan meletakkan pendidikan sebagai perkara yang harus di prioritaskan. Menjamin kurikulum yang berbasis aqidah Islam serta layanan fisik yang baik, merata di semua wilayah tanpa kasta, tanpa perlu diatur dengan ala zonasi seperti saat ini. Saatnya kita kembali pada sistem Islam.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak