Oleh: Chezo*
Dewan Direktur Eksekutif Bank Dunia hari ini menyetujui pinjaman sebesar US$ 49,6 juta atau sekitar Rp 704,3 miliar (kurs Rp 14.200). Pinjaman ini akan membiayai proyek Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kapasitas berbagai kota memformulasi dan menganalisis investasi infrastruktur untuk mencapai pengembangan daerah perkotaan yang berkelanjutan melalui manajemen kota dan perencanaan terintegrasi yang lebih baik.
Mengutip keterangan resmi World Bank, Rabu (12/6/2019), Indonesia merupakan salah satu negara kontributor terbesar urbanisasi di dunia. Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), populasi perkotaan Indonesia bertambah sebesar hampir 59 juta dari 2010 hingga 2018, setelah China dan India. Proyek yang dibiayai oleh pinjaman ini akan memberikan manfaat kepada sekitar 12,5 juta orang di 13 kota. Berbagai instansi terkait perkotaan juga akan mendapatkan manfaat melalui perbaikan kapasitas dalam manajemen keuangan dan perencanaan perkotaan serta integrasi yang lebih baik antara perencanaan pembangunan sosio-ekonomi dan spasial.
(m.detik.com/12/06/2019)
Sayangnya pinjaman tersebut tentu tidak akan diberikan begitu saja tanpa syarat. Jeratan utang adalah sebuah cara bagi negara Kapitalis untuk menjebak negara-negara yang sedang berkembang agar dapat menjadi daerah jajahan yang menguntungkan bagi mereka.
Dalam tatanan ekonomi Kapitalis saat ini, sebuah pinjaman selalu berbalut dengan riba. Padahal sebagai seorang muslim tentulah kita tahu bahwa hukumnya mengambil pinjaman dengan disertai adanya riba adalah haram.
Dalilnya adalah firman Allah Azza wa Jalla :
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Artinya: Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. [al-Baqarah (2): 275]
Padahal dalam Islam, belanja infrastruktur diposisikan sebagai belanja yang sangat penting sehingga harus berada dalam kendali negara sepenuhnya. Karena jika sebuah negara telah terjerat utang disertai dengan adanya riba maka negara tersebut harus mematuhi negara Kapitalis sebagai pemberi utang dan menjadi tidak berdaulat dan tidak mandiri. Maka sudah tentu rakyatlah yang akan menjadi korban dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahnya untuk melunasi utang dan bunganya.
Sayangnya kemandirian tersebut tidaklah mungkin bisa dilakukan apabila masih menerapkan sistem Kapitalis. Maka sudah saatnya kita kembali pada sistem Islam agar dapat menjadi negara yang berdaulat dan tak bergantung pada utang untuk membangun dan memperbaiki kota-kota yang ada demi kesejahteraan rakyatnya.
*(Aktivis BMI Community Cirebon)