Oleh : Nawang wulan
Seks bebas sudah bukan barang langka. Sudah menjadi rahasia umum bahkan mulai tampak wajar ketika ada sepasang kekasih digerebek sedang berbuat mesum. Anak putus sekolah karena hamil di luar nikah atau bertebarannya para penjaja seks dan pelanggannya. Belum lagi penyimpangan dari kaum pelangi. Dengan gaya hidup serba bebas tersebut maka wajar meningkatnya penderita HIV Aids bak fenomena gunung es.
Berdasarkan data ( KPA ) Komisi Penanggulangan Aids kabupaten Karawang Yana Aryana, kasus HIV Aids terus meningkat dari tahun ke tahun. Di Rengasdengklok jika di tahun 2016-2017 jumlah pengidap bertambah 5 orang, namun di tahun 2017-2018 mencapai 15 orang bahkan di awal 2019 jumlah pengidap HIV Aids kabupaten Karawang mencapai 80 orang penderita.
Menurut Yana Aryana ada empat kecamatan yang rawan penyebaran HIV Aids yaitu Rengasdengklok, Teluk Jambe Timur, Karawang Barat dan Karawang Timur. Dari 80 penderita HIV Aids tersebut yang membuat miris adalah dua di antaranya berstatus pelajar dengan rentang usia 15 dan 19 tahun adapun faktornya adalah homoseksual.(radar Karawang 17/6/2019).
Belum lagi kasus penemuan jasad bayi yang terbakar di desa Wadas Teluk Jambe beberapa bulan lalu semakin menambah daftar hitam pergaulan remaja zaman now.
/Kebebasan akar masalah/
Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi masalah birahi ini. Di antaranya dengan penanggulangan HIV Aids oleh tenaga medis dan praktisi kesehatan namun hasilnya jumlah penderita tetap meningkat. Begitupun dengan pelecehan seksual.
Dirancanglah undang-undang penanggulangan kejahatan seksual namun belum juga disahkan isinya telah menuai kontroversi. Hukuman akan diberikan jika adanya pemaksaan. Maka jika dilakukan atas dasar kerelaan alias suka sama suka maka terbebas dari jerat hukum. Kegagalan berbagai upaya penangganan ini membuktikan adanya ketidakberesan dalam pengelolaan urusan "seksual" ini.
Kebebasan yang menjadi dasar prinsip demokrasi dalam bertingkah laku inilah yang jadi akar persoalan yang membelit. Ketika perilaku seks pranikah dilakukan atas dasar suka sama suka maka tidak ada aturan dan hukum yang melarang. Alhasil pelaku akan semakin tak terkendali padahal amat sangat jelas dampak yang dihasilkan dari perilaku tersebut.
Di alam demokrasi kapitalisme naluri seksual kian didorong untuk terus dimunculkan bahkan dijadikan industri yang akan mendatangkan limpahan materi yang menggiurkan. Saat nurani dan akal tergadai materi maka para penggiat industri yang memanfaatkan daya tarik syahwat kian gencar berproduksi mulai dari tayangan televisi, icon-icon produk kecantikan, film berbau pornografi, konser musik dan sebagainya.
Terus disuguhkan demi meraup keuntungan yang luar biasa. Belum lagi bisnis pornografi dan pornoaksi yang mudah diakses melalui dunia media sosial yang dapat dilihat kapanpun dan di manapun. Naluri yang terus dipompa inilah akar masalahnya. Dia akan terus menerus mencari pelampiasan dengan cara apapun demi kepuasan semata walau harus melawan fitrah.
Betapa aturan yang disandarkan pada demokrasi kapitalisme hanya akan membawa manusia kepada kehancuran dan kesengsaraan dalam kehidupan. Hal ini membuktikan bahwa manusia hanyalah makhluk yang serba terbatas dan membutuhkan aturan kehidupan dari Sang Pencipta untuk menjaga fitrah dirinya.
/Islam adalah solusi/
Naluri seksual sejatinya adalah anugerah dari Allah SWT agar manusia bisa melestarikan jenisnya dan bukanlah alat untuk mendapatkan kepuasan semata. Islam telah menetapkan jalan halal bagi penyaluran seksual dengan jalan pernikahan antara laki-laki dan perempuan. Islam melarang tegas bagi siapa saja yang berusaha melanggar aturan tersebut.
Sebagaimana Alquran secara tegas memberikan sanksi dan hukuman tegas bagi pelanggarnya hal tersebut semata-mata demi menyelamatkan kehidupan manusia dan terwujudnya kemuliaan akhlak manusia di dalam kehidupan.