Oleh: Selviana Aidani (Aktivis Dakwah Kampus, Member Akademi Menulis Kreatif)
Kurang lebih enam bulan terakhir, berita tentang harga tiket pesawat mahal masih hangat diperbincangkan. Bahkan di media sosial, masalah ini sudah beberapa kali masuk dalam trending topik. Dan nampaknya memang telah menjadi isu nasional. Tak heran memang mengingat Indonesia adalah negara kepulauan yang mana diperlukan transportasi udara dalam menunjang mobilitas masyarakat antar pulau. Apalagi moda transportasi ini cukup diminati karena keunggulannya yakni memakan waktu yang tidak lama.
Namun, BPS melansir, pada Maret 2019 misalnya ada penurunan drastis jumlah penumpang pesawat hingga 21,94 % di satu tahun terakhir. Hal ini ditengarai akibat dari harga tiket pesawat yang memang terus meroket.
Ditengah kegonjang-ganjingan masalah ini Bapak Presiden RI Joko Widodo mengemukakan pernyataan mengejutkan yakni, agar dibukanya pintu bagi maskapai asing untuk yang ingin membuka penerbangan di Tanah Air. Beliau beujar hal ini guna memperkaya persaingan untuk menurunkan harga tiket pesawat maskapai domestik.
Hal ini menuai tanggapan dari pengamat penerbangan sekaligus mantan KSAU, Chappy Hakim. Beliau menyebutkan mengundang maskapai asing bukanlah merupakan sebuah solusi yang tepat. Bahkan, hal itu dapat mengganggu kepentingan nasional terutama di sektor perhubungan udara. Beliau menjelaskan, “apabila maskapai asing yang melirik opportunity yang begitu besar dan memiliki kapital kuat, dia bisa dengan mengambil alih semuanya. Tidak ada maskapai asing saja Merpati bangkrut, Garuda belum selesai dengan lilitan utangnya. Bagaimana kalau maskapai asing dengan kapital yang besar bisa mengambil alih semuanya? itu sangat berbahaya." (m.merdeka.com, 15/6/2019)
Wakil Ketua Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo pun ikut mengomentari permasalahan ini, beliau menginginkan kajian lebih mendalam terkait wacana Presiden Joko Widodo ( Jokowi) untuk mengundang maskapai penerbangan asing bersaing di industri penerbangan domestik guna menurunkan tarif. (m.merdeka.com, 13/6/2019)
Sejumlah kalangan telah meminta agar kebijakan pemerintah dalam memperbaiki kinerja industri penerbangan agar mempertimbangkan aspek kepentingan nasional. Wacana mendatangkan maskapai asing untuk menggarap rute domestik justru dinilai sebagai bentuk ketidakmampuan otoritas dalam mengelola bisnis penerbangan dalam negeri. Akan nampak sekali pemerintah berlepas tangan dalam penyelesaian kisruh mahalnya harga tiket pesawat bahkan terkesan membiarkan situasi ini untuk membuka celah masuknya korporasi asing dalam pengelolaan sektor layanan publik.
Pemerintah lalu mengambil langkah untuk menunda opsi tersebut sebagai solusi, selanjutnya maskapai diminta segera menurunkan harga jual tiket pesawat penerbangan murah (low cost carrier/LCC) dalam rangka menindaklanjuti rapat koordinasi (rakor) di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian (20/6). 1 Juli paling lambat pinta Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution. Intinya berbagai cara dilakukan maskapai dan pemerintah untuk meredam protes keras dari harga tiket pesawat yang mahal. Mulai dari promo, revisi tarif hingga diskon pajak.
Kisruh ini menambah PR pemerintahan Indonesia dalam pelayanan publik, utamanya bidang transportasi yang dibutuhkan warga masyarakat setiap hari. Penting untuk segera diselesaikan dengan solusi yang hakiki, bukannya solusi yang menambah pelik permasalahan ini.
Namun munculnya ide untuk meliberalisasi penerbangan domestik dari seorang pemimpin bangsa dan diaamiin-i beberapa jajaran pejabat ini menunjukkan bahwa pemikiran neolib masih mencengkeram pengaturan pemerintah di negara ini. Yang mana memfungsikan negara hanya sebagai regulator, kepanjangan tangan para penjajah kapital. Bahkan negara bisa terasa perusahaan, yakni menjadikan sektor ini untuk industri dan bisnis.
Lain dengan negara kapitalis-liberal, dalam Daulah Islam, negara ialah sebagai pengurus rakyat. Kepemimpinan seperti ini tidak hanya berbicara masalah tanggung jawab pemerintahan kepada rakyatnya di dunia, namun sampai akhirat. Dan amanah berat ini mungkin diwujudkan ketika hanya perangkat aturan sempurna dari sang Pencipta yang diterapkan, sekaligus sebagai solusi segala kegonjang-ganjingan.
Dalam pelayanan publik, misalnya di bidang tranportasi umum dan infrastruktur, sistem pemerintahan Islam, yaitu Khilafah. Di masa itu Khilafah selalu menjadi terdepan dalam prestasi dan inovasi. Jalan-jalan mobilitas umum di buat begitu modern dengan penataan kotanya yang memudahkan masyarakat untuk keperluan kebutuhan-kebutuhan mendasar juga bertarif murah. Jalan, perumahan, pasar, sekolah, rumah sakit, pasar, perguruan tinggi, drainase, taman-taman, dan lain-lain dibuat sedemikian rupa hingga menjadi panutan bagi pembangunan di negara-negara lain.
Bahkan saat masa kemundurannya pun Khilafah masih menunjukkan dirinya sebagai pengurus dan pelindung umat. Yakni dengan segera mengadoppsi transportasi kereta api yang berhasil dikembangkan Jerman dalam rangka memudahkan mobilitas jamaaahn haji dari Istanbul ke Mekkah.
Pengurusan dan perlinduangan seperti ini hanya bisa didapat dalam sistem kepemimpinan Islam. Dan fasilitas tersebut tentunya bisa diwujudkan dengan sistem ekonomi Islam, yang mana negara akan memiliki sumber-sumber pendapatan yang melimpah yang cukup untuk memberikan semua fasilitas yang berkaitan dengan hak rakyat. Yang mana sumber-sumber pendapatan tersebut secara syar’i wajib dikelola negara dan dikembalikan untuk kepentingan umat dalam bentuk salah satunya layanan publik.
Wallahu ’alam biashshawab.