Oleh: Chezo*
Pernah dengar istilah fanwar?
Ini adalah istilah yang biasanya digunakan di antara penggemar KPop. Dalam dunia KPop yang semakin berkembang, muncul berbagai macam grup dan solois yang terus bersaing dari masa ke masa. Tidak heran hal itu membuat persaingan ketat terjadi dalam berbagai aspek, salah satunya ialah persaingan antara para penggemar idol KPop itu sendiri.
Biasanya para penggemar KPop menyebut perkumpulan para penggemar itu dengan sebutan fandom, dimana mereka secara berkelompok membentuk komunitas dengan tujuan yang sama, yaitu untuk mendukung idola. Namun tak semua yang dilakukan dalam sebuah fandom itu adalah hal yang positif, malah kadang sangat memalukan untuk idolanya. Salah satunya fanwar.
Fanwar atau perang antar fandom terjadi ketika dua kelompok fans beradu argumen mengenai bahwa idola mereka yang terbaik dan yang lain tidak. Fanwar ini menjadi bagian yang tidak dipisahkan dari dunia penggemar KPop, khususnya mereka yang aktif di media sosial. Fandom grup idola atau solois akan siap beradu kicauan dengan fandom lain, mulai dari lagu siapa yang berhak menang pada voting acara musik, views Youtube banyak, Billboard chart, dan mana yang paling banyak meraih pengakuan dari artis-artis mancanegara.
Karena itu, hampir pada setiap perang fans ada saja komentar-komentar yang muncul bukan hanya sekadar meninggikan atau menceritakan pencapaian grup idolanya, melainkan juga menjatuhkan idola lain yang pencapaiannya dianggap tidak setara. Komentar-komentar tersebut pun mulai dari menyerang dengan fakta dan data, bahkan fakta yang tidak terkait pun mereka serang.
Uniknya, fanwar ini tak hanya ada dalam dunia para penggemar KPop saja, namun juga telah merambah ke dunia politik saat ini. Beberapa bulan belakangan ini kita disuguhi pemandangan akan pertarungan dua kubu politik yang kian memanas. Berbagai hal mereka serang baik itu berita asli maupun hoax. Yang menyedihkan, nalar sehat kedua kubu seakan hilang begitu saja gara-gara lontaran-lontaran tak senonoh yang bermunculan. Yang paling umum dan sering muncul di media sosial untuk ”merepresentasikan” kedua kubu adalah kecebong untuk pihak pro-Jokowi serta kampret buat kubu Prabowo.
Memang, mencintai dengan membabi buta sama bahayanya dengan membenci yang membabi buta. Padahal Islam secara tegas melarang memanggil dan memberi gelar buruk untuk mengolok-olok orang lain. Yang dimaksud mengolok-olok dan memberi gelar buruk adalah menghinakan dan merendahkan orang lain.
Padahal sikap fanatisme golongan alias ‘ashobiyah tersebut telah diharamkan dalam Islam. Karena Nabi shallalu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan kita sebagai kaum Muslim dengan tegas.
وَمَنْ قَاتَلَ تَحْتَ رَايَةٍ عِمِّيَّةٍ يَغْضَبُ لِعَصَبَةٍ أَوْ يَدْعُو إِلَى عَصَبَةٍ أَوْ يَنْصُرُ عَصَبَةً فَقُتِلَ فَقِتْلَةٌ جَاهِلِيَّةٌ
Dan barangsiapa mati di bawah bendera kefanatikan buta, dia marah karena fanatik kesukuan, atau menyeru kepada ashobiyah (fanatisme golongan), atau karena ingin menolong (berdasarkan) fanatisme golongan kemudian dia mati, maka matinya seperti mati jahiliyah. (HR Muslim No. 3436)
Apalagi telah kita ketahui bersama bahwa kedua kubu yang ada akan tetap menerapkan sistem Kapitalisme yang merusak umat. Maka sudah selayaknya pula kita campakkan sistem Kapitalisme ini dan menggantinya dengan sistem Islam yang akan mendatangkan berkah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
* (Aktivis BMI Community Cirebon)