Etika Berpakaian Wanita Muslimah dalam Syariah



Oleh: Dwi Linda Supriyani, S. Pd. Bio (Guru Peduli Generasi


Islam adalah agama sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan, sesuai dengan firman Allah, "Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” [Al-Maidah: 3]. Dari ayat tersebut, dapat diketahui bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Oleh karena itu, ketika membahas tentang wanita, tentunya Islam juga memiliki aturan tentangnya. 


Bagi kaum wanita, seluruh tubuh wanita adalah 

aurat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam bersabda, 


اَلْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتْ اِسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ [رواه الترميذي وصححه الألباني]


“Wanita itu aurat. Ketika dia keluar (dari rumahnya), maka syaitan pun mengagungkannya." (HR. At-Tirmidzi). 


Nabi menyebutnya dengan “aurat”, karena wanita merupakan kehormatan (kemuliaan) yang harus dijaga. Jika ia dilepas keluar, maka ia akan digunakan syaitan sebagai perangkapnya untuk memerangkap lawan jenisnya. Pandangan mata dan syahwat tertuju kepadanya. 


Begitu luar biasa Islam menempatkan kaum wanita. Ia ditempatkan pada kedudukan yang terhormat, dan betul-betul dimuliakan. Sampai-sampai ketika seorang wanita terbunuh, karena membela kehormatannya pun dinyatakan syahid. Nabi bersabda, 


مَنْ قُتِلَ دُوْنَ عَرَضِهِ فَهُوَ شَهِيْدٌ [رواه الترميذي]


“Siapa saja yang terbunuh, karena membela kehormatannya, maka dia mati syahid.” (HR. At-Tirmidzi)


Oleh karena itu, Islam pun menggariskan bahwa kehormatan tersebut harus dijaga dan dilindungi, baik oleh pemilik kehormatan itu sendiri, keluarga, masyarakat maupun negara. Islam kemudian mewajibkan kaum perempuan menutup auratnya, dari ujung rambut hingga kakinya. Kecuali, wajah dan kedua telapak tangannya. 


Ini sesuai dengan hadist Rasul. Ketika Asma' binti Abu Bakar masuk ke rumah Nabi Saw. dengan pakaian tipis, baginda Saw membuang pandangannya, lalu menasihati Asma’, “Wahai Asma’, jika wanita itu sudah haid (dewasa), maka tidak boleh nampak darinya, kecuali ini dan ini (sambil menunjuk ke wajah dan telapak tangan Nabi).” (HR. Abu Dawud). Sikap Nabi membuang pandangan membuktikan bahwa menutup aurat bukan sekedar berpakaian, tetapi pakaian yang bisa menutupi warna kulit dan tidak tembus pandang. Jika tidak, maka meski berpakaian, tetapi aurat yang menjadi kehormatannya tetap saja bisa dilihat orang lain. 


Islam tidak saja menjaga dan melindungi kehormatan wanita dengan mewajibkannya menutup seluruh auratnya, tetapi juga melarangnya untuk berpakain yang bisa menarik perhatian lawan jenis meski seluruh auratnya sudah tertutup. Sesuai firman Allah, 


وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأُوْلَى [سورة الأحزاب: 33]


“Dan hendaknya perempuan-perempuan itu tidak melakukan tabarruj sebagaimana tabarruj yang dilakukan orang-orang Jahiliyah dahulu.” (QS. Al-Ahzab: 33).


Perlu diketahui bahwa wanita pada dasarnya hidup di dua tempat, yakni tempat umum dan khusus. Islam telah menetapkan kehidupan khusus seseorang di rumahnya berada dalam kontrol dan wewenang penuh dirinya semata, seraya melarang siapapun memasuki rumahnya tanpa izinnya. Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat." (TQS. An Nuur: 27). 


Ayat tersebut menjelaskan bahwa jika ingin memasuki rumah hendaknya meminta izin kepada pemilik rumah dan memberi salam serta tentunya tidak boleh memaksa. Di dalam kehidupan inilah wanita boleh menanggalkan kerudung dan jilbabnya. Karena rumahnya adalah wewenang dia sepenuhnya. Seseorang harus meminta izin jika hendak memasukinya. 


Selain kehidupan khusus, wanita juga hidup pada kehidupan umum, misal di masjid, sekolah, pasar, stasiun, terminal dan tempat umum lainnya. Mengenai pakaian wanita di kehidupan umum, yakni pakaian wanita untuk dia kenakan di jalanan umum atau di pasar-pasar, sesungguhnya asy-Syâri’ telah mewajibkan kepada wanita untuk mengenakan pakaian luar yang ia kenakan di atas pakaiannya (pakaian rumahan), pada saat dia keluar untuk ke pasar-pasar atau berjalan di jalanan umum. Asy-Syâri’ telah mewajibkan wanita agar dia memiliki mulâ`ah (baju kurung) atau milhafah (mantel) untuk dia kenakan di atas pakaiannya dan ia ulurkan ke bawah hingga menutupi kedua kakinya. Allah berfirman, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.”(TQS al-Ahzâb [33]: 59). 


Yakni, hendaknya para wanita mengulurkan pakaian yang mereka kenakan di sebelah luar pakaian keseharian ke seluruh tubuh mereka untuk keluar rumah, berupa milhafah (mantel) atau mulâ’ah (baju kurung/jubah) yang mereka ulurkan sampai ke bawah. Allah Swt berfirman tentang tata cara secara umum pakaian tersebut dikenakan,“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya." (TQS an-Nûr [24]: 31). 


Telah diriwayatkan dari Ummu ‘Athiyah, ia berkata, "Rasulullah SAW memerintahkan agar kami mengeluarkan para wanita yakni hamba-hamba sahaya perempuan, wanita-wanita yang sedang haid, dan para gadis yang sedang dipingit, pada hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Adapun wanita-wanita yang sedang haid, mereka memisahkan diri tidak ikut menunaikan shalat, tetapi tetap menyaksikan kebaikan dan (mendengarkan) seruan kepada kaum Muslim. Aku lantas berkata, “Ya Rasulullah, salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab.” Rasulullah pun menjawab, “Hendaklah saudaranya memakaikan jilbabnya kepada wanita itu.” (HR. Muslim).


Ini dari sisi pakaian wanita bagian bawah. Sedangkan pakaian bagian atas maka wanita itu harus memiliki kerudung (khimâr) atau apa saja yang serupa itu atau pakaian yang dapat menggantikannya, yang dapat menutupi seluruh kepala, seluruh leher, dan belahan pakaian di dada. Allah berfirman, "Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya.” (TQS an-Nûr [24]: 31). 


Maksudnya, hendaknya para wanita mengulurkan kain penutup kepalanya ke leher dan dada mereka, untuk menyembunyikan apa yang nampak dari belahan gamis (baju) dan belahan pakaian, berupa leher dan dada. 


Dan hendaknya kerudung itu siap atau tersedia untuk dia kenakan keluar ke pasar-pasar atau berjalan di jalanan umum. Dengan kata lain, itu merupakan pakaian bagian atas untuk di kehidupan umum. Maka jika wanita itu memiliki kedua jenis pakaian ini (pakaian luar berupa jilbab dan khimâr/kerudung), ia boleh keluar dari rumahnya menuju ke pasar atau berjalan di jalanan umum, yakni keluar dari rumah ke kehidupan umum. Jika ia tidak memiliki kedua jenis pakaian ini, ia tidak boleh keluar dalam kondisi apa pun. Karena perintah untuk mengenakan kedua jenis pakaian tersebut datang bersifat umum. Maka perintah tersebut tetap bersifat umum berlaku dalam seluruh keadaan, karena tidak ada dalil satu pun yang mengkhususkannya.


Itulah etika pakaian Muslimah. Semoga para Muslimah diberikan kemudahan untuk taat pada aturanNya, sehingga kehormatan, kemuliaan serta maruah muslimah dapat terjaga. Karena Islam memuliakan wanita, mari taat pada aturanNya. Muslimah shalihah, muslimah cerdas, muslimah taat syariah. 


Wallahu a'lam. 


---

[Like and share, semoga menjadi amal sholih]

---

Join Komunitas Muslimah Cinta Islam Lampung di:

⬇️⬇️⬇️

Facebook: fb.com/DakwahMCI

Telegram: t.me/MuslimahCintaIslam

Instagram: @muslimah.cintaislam 

Twitter: twitter.com/DakwahMCI 

---

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak