Oleh: Meliana Chasanah
Demokrasi adalah suatu sistem atau aturan yang terlahir dari ideologi (mabda') yang bertentangan dengan fitrah manusia. Dia terlahir prematur serta nampak begitu jelas kerusakannya. Dikarenakan berasal dari rahim induk sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Tentu ini pula yang menyebabkan banyak kerusakan-kerusakan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Seseorang bisa berkuasa melalui jalur demokrasi akan menghalalkan berbagai cara demi terpenuhnya hasrat untuk berkuasa. Karena sikap haus akan kekuasaan membuatnya lupa terhadap tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin. Di mana tugas dan tanggung jawabnya adalah mengurusi dan mengayomi rakyat. Tetapi dalam sistem demokrasi ini dia hanya akan mengurusi urusannya dan kepentingan partai demi menggoalkan tujuan dan keuntungan yang besar.
Dilansir dari tribunwaw.com (25/05/2019)— Fadli Zon berpendapat: “Kita menghadapi sebuah tragedi di dalam demokrasi kita. Sudah jatuh korban dari KPPS, lebih dari 600 orang meninggal yang tidak mendapatkan satu perhatian memadai, kemudian sekarang ada 8 orang, ada juga informasi yang menyebutkan 16 orang yang meninggal di dalam penanganan aksi demonstrasi 21-22 Mei.”— Demikianlah penilaian dan juga penuturan dari Fadli Zon yang menilai nyawa di negara kita tidak begitu berarti. Bahkan KOMNAS HAM bungkam seribu bahasa terkait kejadian yang menimpa para demonstran.
Demokrasi Akar Permasalahan
Berkaca dari tragedi People Power 22 Mei 2019 lalu, dari aksi tersebut menelan korban jiwa. Bisa diambil kesimpulan, bahwa pemerintah yang seharusnya menjadi wadah aspirasi rakyat namun bertindak sebaliknya membungkam rakyat yang berusaha untuk mendapatkan kedaulatannya sebagai warga negara. Dan aparat yang seharusnya melindungi rakyat, berubah menjadi monster mengerikan dikala demonstrasi sedang berlangsung. Mereka meluncurkan tembakan dengan membabi buka ke arah para demonstran. Ya, bagi yang mengetahui dan melihat kejadian tersebut dari berbagai sumber dan media terpercaya bisa menilai bahwa penembakan itu benar adanya, apalagi anak dibawah umur menjadi korban penganiayaan yang dilakukan oleh aparat. Siapa saja yang dekat dengan penguasa mereka akan bertindak semena-mena terlebih penguasanya adalah rezim dzalim. Kejadian ini menjadi salah satu bukti dari rusaknya sistem demokrasi yang melahirkan pemimpin otoriter dan represif anti Islam. Kini pemerintah seolah-olah menutup telinganya rapat-rapat. Kedaulatan rakyat pun seolah tidak berarti di negeri ini. Tiada hari tanpa kegaduhan politik, pasca pemilu kian hari kian mencengkam keadaannya. Berbagai pihak saling menjatuhkan lawan politiknya demi kekuasaan. Alhasil, rakyat selalu menjadi korban dari kebengisan politik demokrasi.
Berharap pada demokrasi hanyalah mimpi. Sebab konsep pergantian rezim tidak akan pernah menyelesaikan masalah yang terjadi di Indonesia hingga ke akar-akarnya. Semenjak pasca pemilu, sengketa pilpres semakin tidak jelas juntrungnya. Ditambah lagi proyek OBOR China yang diresmikan oleh pemerintah menambah horor keadaan. Proyek ini merupakan suatu peluang dan juga membuka jalan bagi para kolonialisme menjajah Indonesia kembali melalu jalur ekonomi.
Berharap pada demokrasi sama saja kita menjerumuskan diri pada jurang kehancuran. Semakin hari semakin nampak jelas wajah asli demokrasi sistem kufur yang tidak mengenal tuhan ini. Padahal, seperti kita ketahui prinsip dasar demokrasi, “Kedaulatan ada di tangan Rakyat”. Melalui jargon terkenalnya yang sudah tidak asing lagi di telinga kita, “Dari Rakyat, Oleh Rakyat, dan Untuk Rakyat”. Namun semua itu hanya omong kosong. Karena pada faktanya demokrasi selalu bersifat otoriter dan memaksa rakyat untuk tunduk terhadap setiap aturan yang diberlakukan. Dan akhirnya rakyat menjadi korban dari kebobrokan demokrasi sistem kufur ini. Tingkat kemiskinan semakin banyak, biaya pendidikan dan kesehatan sulit dijangkau, sumber daya alam yang dikuasai oleh asing dan aseng, dalam perekonomian neraca perdagangan Indonesia terus mengalami defisit, utang luar negeri yang semakin menggunung. Bukan hanya di Indonesia saja, negara lain yang menganut sistem demokrasi juga bernasib sama dan lebih parahnya lagi telah berada di ambang kehancuran.
Padahal Allah SWT telah memperingatkan melalui firman-Nya:
وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِ نَّ لَـهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى
"Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta." (QS. Ta-Ha 20: Ayat 124)
Masalah yang menimpa Indonesia bukan suatu hal tanpa sebab. Allah SWT telah memperingatkan jauh-jauh hari bahkan ketika zaman kenabian masih berlangsung. Peringatan Allah pernah menimpa negeri Saba' (sekarang Yaman) bagaimana dulu negeri ini adalah negeri yang kaya, sumber daya alam melimpah ruah, bahkan untuk mencukupi kehidupan sehari-hari penduduk negeri ini dibilang tak perlu bersusah payah, karena sudah terjamin kemakmurannya. Namun, semua berubah menjadi bencana ketika mereka berpaling dari aturan-aturan Allah SWT. Allah SWT menurunkan azab berupa banjir yang menenggelamkan kebun-kebun yang memiliki buah lezat untuk dimakan, dan ketika banjir itu berakhir maka tumbuh-tumbuhan itu hanya menghasilkan buah yang pahit, seperti pohon Asl dan Sidr. (Lihat terjemah QS. Saba': Ayat 16)
Demokrasi Bukan Solusi
Sistem demokrasi telah memberi banyak peluang kepada rezim untuk berkuasa secara semena-mena pada rakyatnya. Sejak awal berdirinya politik demokrasi atau politik transaksional (kepentingan menjadi faktor utama). Karena itulah banyak pula melahirkan orang-orang munafik. Setelah mendapatkan kekuasaan dan terpilih sebagai pemimpin mereka mengingkari janji-janjinya. Memang sistem adalah akar dari permasalahan yang banyak melahirkan generasi-generasi rusak tak bermoral. Induk sistem sekularisme penyebabnya. Dan kini, mimpi buruk tentang demokrasi berubah menjadi pembunuh berdarah dingin yang tanpa mengenal kata ampun. Bagaimana tidak, hanya di sistem inilah permasalahan demi permasalahan timbul begitu runyam dan akhirnya selalu meminta tumbal yaitu rakyat. Sistem kufur ini sengaja dirancang oleh kaum kafir Barat untuk memecah belah umat. Secara perlahan menyelinap masuk ke dalam tubuh umat dan tujuan akhirnya adalah menghancurkan ideologi Islam.
Jika menggunakan logika orang-orang komunis sosialis, demokrasi memiliki antonim yaitu totaliter. Sedangkan totaliter sendiri memiliki konotasi yang buruk, bengis, dan tak berperi kemanusiaan. Wajar saja, jika negara-negara komunis sosialis ikut menggunakan istilah demokrasi agar terkesan lembut dan cantik. Walau ada embel-embelnya “Demokrasi Sosialis” atau “Demokrasi Kerakyatan”. Pernah UNESCO mempermasalahkan tentang demokrasi pada tahun 1949, dan menurut pernyataannya: “Mungkin untuk pertama kali dalam sejarah, demokrasi dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem organisasi politik dan sosial yang diperjuangkan oleh pendukung-pendukung yang berpengaruh”.—Seperti yang kita ketahui, bahwa ideologi komunis ini sangatlah berbahaya ditambah lagi akar pemikiran yang diemban oleh orang-orangnya tidak bisa dihapuskan dengan mudahnya, karena menempel begitu erat.
Bukti tentang demokrasi mempunyai standar ganda yang tidak baku dan terkesan rumit. Jaminan kebebasan berpendapat dan berperilaku yang merupakan prinsip dasar demokrasi tidaklah berlaku lagi bagi umat Muslim. Mereka yang mengemukakan pendapat dan berusaha mengkritik pemerintah selalu dijerat dengan pasal UU ITE, dengan alasan ujaran kebencian. Seperti yang dialami oleh artis Ahmad Dani dan juga menimpa Mubalig terkenal yaitu Habib Bahar Bin Smith. Bahkan muncul wacana ASN yang menjelek-jelekkan terhadap penguasa terancam akan dipecat. Dan kini yang lebih mengejutkan lagi, siapa saja yang menebar berita hoax akan dijerat dengan UU Terorisme. Standar hoax di negeri ini tidak jelas. Sebab, jika yang melontarkan pendapatnya adalah umat Muslim sekalipun pendapatnya benar akan dianggap hoax, tapi jika non Muslim yang melontarkannya atau para pendukung pemerintah akan dilindungi. Bahkan penebar hoax sesungguhnya adalah mereka yang benci kepada umat Muslim.
Demokrasi bukan hanya sistem yang rusak dan penerapan-penerapannya banyak yang menyimpang dari fitrah manusia akibat kecurangan dan menghalalkan berbagai cara oleh orang-orang yang mendewakan sistem demokrasi. Demokrasi memang sudah rusak secara struktural dan juga secara substansial. Bila negeri ini masih menerapkan sistem demokrasi, maka tunggulah akhir dari kehancuran.
Saatnya Merubah Sistem
Sudah saatnya mencampakkan sistem demokrasi dan menggantikannya dengan sistem yang lebih manusiawi, yang berasal dari Sang Pembuat Hukum dan juga Rasul-Nya. Agar hidup lebih berkah dan membuahkan takwa. Hanya Islam lah satu-satunya sistem dan aturan yang pantas untuk diterapkan dan mampu melindungi hak-hak setiap umat manusia, serta menjamin kesejahteraannya. Toleransi yang begitu tinggi hanya ada di dalam sistem Islam. Kepada setiap warga negara tanpa membedakan ras dan suku, warna kulit, bahkan tidak memandang orang tersebut beragama Islam ataupun bukan. Jika dia hidup berada di bawah naungan Islam semua hak-haknya akan dijamin penuh. Mereka pun tidak dipaksa untuk menganut Islam asalkan mereka tunduk dan patuh pada aturan yang berlaku di dalam Daulah Islam. Sejarah sudah membuktikan selama 14 abad, Islam telah berkuasa serta menguasai hampir 2/3 dunia. Dan negara-negara di Eropa menjadi kiblat peradaban Islam di sana. Bahkan mereka banyak belajar tentang ilmu pengetahuan dari Islam. Dan mereka telah membuktikan, bagaikan hidup di bawah naungan Daulah Islam yang menjamin semua hak dan kesejahteraannya.
Dan solusi konkret yang bisa menumpaskan semua permasalahan di Indonesia hanya dengan menegakkan Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah. Semoga fase kelima ini tidak lama lagi akan hadir di tengah-tengah kita. Karena Allah SWT telah berjanji kepada umat manusia bahwa Islam akan kembali hadir untuk berkuasa setelah mengalami banyak ketakutan serta kedzaliman yang merajalela. Kini dunia sedang dikuasai oleh pemimpin diktator (Mulkan Jabariyah). Namun Allah SWT tidak akan mengingkari janji-Nya. Karena ini hanya masalah waktu yang masih belum ditetapkan kapan hal itu akan cepat berakhir. Maka kita dituntut untuk bersabar dan berupaya sekuat tenaga. Jangan sampai kita yang telah beriman menjadi kufur terhadap semua janji-janji Allah SWT.
Allah pun telah mengabarkan dalam Firman-Nya:
وَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَـيَسْتَخْلِفَـنَّهُمْ فِى الْاَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمُ الَّذِى ارْتَضٰى لَهُمْ وَلَـيُبَدِّلَــنَّهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ اَمْنًا ۗ يَعْبُدُوْنَنِيْ لَا يُشْرِكُوْنَ بِيْ شَيْـئًــا ۗ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذٰلِكَ فَاُولٰٓئِكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ
"Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barang siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (QS. An-Nur 24: Ayat 55)
Wallaahu a'lam bi ash-showab