Demokrasi Bukan Rumah Kita




Oleh: Kanti Rahmillah, M.Si

(Praktisi Pendidikan tinggal di Purwakarta)



Aku masih ingin memperbaikinya. Walau sudah bobrok, pasti ada jalan untuk membuatnya kembali. Masih banyak orang baik disini, aku mau disini saja. Perbaiki rumah ini saja. Banyak orang bilang, walau ini bukan rumah kita, tapi rumah ini tak beda dengan rumah kita. Siapa tahu suatu saat, rumah ini benar-benar menjadi rumah kita.


Kata siapa Ani, kata siapa rumah ini tak berbeda dengan rumah kita. Kamu bertanya pada siapa? Apakah kamu bertanya pada Dementor si penjaga Azkaba? Atau Jangan-jangan kamu bertanya pada orang bodoh, yang tak mengerti apa-apa? Ayolah Ani, kita harus mempercayai Ulama bersih. Ulama yang tak tersentuh jabatan dan materi. Kata mereka, rumah ini adalah tempat orang yang membunuh Ibu kita. Kita dipaksa pindah ke rumah ini. Ada tumpahan air mata dan simbahan darah, saat ibu kita meregang nyawa.


Cukup Rhoma, Cukup. Kamu jahat, teganya berlepas tangan dan tak ikut berkontribusi demi terwujudnya pemimpin yang pro Islam. Seolah kau rela, negeri ini dipimpin oleh orang yang benci pada Islam. Kamu malah menyalahkan rumah ini sebagai biang keladi. Padahal kamu bisa bebas berpendapat dan bertingkah laku, karena aturan rumah ini kan? Ibu kita telah mati, tak mungkin kembali. Rumah kita pun sudah usang, tinggalkan saja. Buka lembaran baru bersama rumah ini. Ayo Rhoma, ikut bersama kami, kita perbaiki bersama. Agar cepat selesai.


Ani, aku sedih kau berkata begitu. Belum cukup jelaskah bagimu? Setelah semua ini terjadi? Pemilu berbiaya 25 triliun ini, lagi-lagi telah melahirkan pemimpin yang dzolim. Kecurangan-kecurangan yang telah jelas didepan mata, seolah menguap. Rakyat bisa apa, saat lembaga peradilan tertinggi pun hanya menjadi kalkulator. Meminta bukti yang tak mungkin bisa kita berikan. Padahal, ribuan pengungsi korban bencana Palu, hingga detik ini, masih hidup di tenda-tenda. Kemanakah para pelayan umat hari ini.


Siapa yang tak ingin mempunyai pemimpin yang amanah? Aku pun sangat ingin, bahkan mungkin lebih ingin darimu, karena yang aku inginkan bukanlah sekedar pemimpin yang pro Islam, namun juga pemimpin yang menerapkan Islam dengan Kaffah. Asal kau tau Ani, justru demokrasi lah yang membuat pemimpin anti Islam bertakhta. Dengan aturannya, demokrasi telah meloloskan manusia berhati serigala menjadi raja. 


Kata siapa aku bebas berpendapat? Lihat para ulama dan orang-orang yang menentang penguasa, mereka diberi hadiah Jeruji. Sedangkan yang merapat pada penguasa, walau gonggongannya mencederai Demokrasi, mereka aman di atas kasur mereka. Keadilan tajam ke lawan, tumpul ke kawan. Bohong besar, jika dalam sistem ini, kebebasan pendapat dipelihara. Buktinya, puluhan jurnalis menjadi korban penganiayaan saat meliput kerusuhan.


Masih belum jelaskah bagimu, Ani. Aku tak sama sekali berlepas tangan dari penyelamatan negeri ini, hanya saja mari terbang sedikit lebih atas. Melihat semberautnya negeri ini dari atas. Agar tampak jelas apa yang menjadi inti permasalahannya. Problematika yang berulang ini, adalah akibat dicampakkannya aturan Allah Illahi Rabbi. 


Ketahuilah Ani, kecurangan akbar kali ini,  bukanlah kecurangan pertama yang diciptakan Demokrasi. Tak lihatlah kau Ani, bagaimana nasib Ikhwanul Muslimin di Mesir dan FIS di Aljazair, mereka pun dicurangi Demokrasi. Suara tak menentukan pemenang. Bahkan nyawa siap dipertaruhkan, demi kemenangan. Prinsip mereka, lebih baik curang daripada kalah dalam pemilihan.


Jika kau benar ingin memperjuangkan Islam. Lalu kau percayakan perjuanganmu pada Demokrasi, itu namanya bunuh diri politik, Ani. Karena Demokrasi bukan rumah kita. Ada sejumlah manusia yang siap menjadi herder penjaga di dalamnya. Mereka tak akan pernah membiarkan Islam tegak, walau hanya sari nya. Mereka itu tak mengenal api neraka. Yang mereka tahu hanya anggukan kepala dan sepotong daging kekuasaan.


Demokrasi, sudah terlalu lama menciptakan sampah peradaban. Demokrasi Bukan pula jalan menuju kemuliaan Islam. Jadi, jika kau ingin benar-benar menjadikan Islam sebagai nafas negeri ini. Mari fokus membangun rumah kita sendiri. Rumah yang telah lama kita tinggalkan. Dan rumah itulah yang akan menerangi seluruh umat manusia. Rumah yang akan memberikan perlindungan yang nyata bagi para penghuninya.


Rumah kita adalah Khilafah. Suatu ajaran suci yang kini sedang dikriminalisasi. Kenapa? Karena mereka takut, saat Khilafah memimpin dunia, maka saat itulah kepentingan syahwat mereka telah sirna. Mari berjuang membangun rumah kita sendiri. Mari pelajari Islam dari ulama-ulama yang tak terkenal di dunia, namun terkenal di langit. Sesungguhnya, setitik cahaya Islam akan mampu menerangi kelamnya kehidupan hari ini.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak