Oleh: Surfida, S.Pd.I (Muslimah Peduli Umat)
Pemilu di Indonesia baru saja di laksanakan. Hasil pemilu pun sudah di umumkan. Akan tetapi banyak rakyat tidak setuju dengan hasil yang di umumkan oleh KPU, terutama pengumuman yang akan menjadi orang nomor satu di Indonesia. Di tambah lagi pengumuman di lakukan tengah malam, di saat rakyat masih terlelap atau sebagian masih menyiapkan makan sahur, atau sedang bersimpuh di depan Rabb-Nya.
Rakyat yang tidak setuju itu bukan karena tidak menerima kekalahan. Mereka tidak setuju karena pemilu kali ini banyak kecurangan, sehingga sebagian rakyat menuntut keadilan. Maka dipilihlah tanggal 22 Mei untuk melakukan aksi damai untuk menyampaikan ketidak setujuan tersebut. Namun, saat rakyat menuntut keadilan terhadap pemerintah atau pelaksana pemilu, malah mereka menjadi korban dari rezim saat ini.
Pemilu kali ini yang menjadi korban bukan hanya para peserta aksi, para petugas KPPS pun banyak yang meninggal saat melaksanakan tugasnya. Bahkan yang meninggal mencapai ratusan orang, dan ini merupakan sejarah baru bagi Indonesia. Karena menelan korban yang banyak. Juga dalam kerusuhan 22 Mei itu, para petugas medis juga mengalami penganiayaan. (REPUBLIKA.co.id, 23/5/2019). Yang lebih parah lagi, pemerintah memblokir medsos seperti WA, FB, tweeter dengan alasan untuk menghindari berita hoaks. Oleh karena itu pemerintah hanya menyiarkan aksi damai melalui televisi. Padahal info yang lebih akurat hanya lewat medsos karena langsung rekam dan sebarkan. Jika melalui televisi akan ada lagi penyortiran
Ketika dilakukan pemblokiran, ini membuktikan bahwa pemerintah sangat otoriter terhadap rakyatnya. Jika hanya mengandalkan pemberitaan di televisi, bisa saja mereka akan memutarbalikan fakta yang sebenarnya. Karena televisi saat ini dikuasai oleh rezim..
Kepala negara juga tidak memperlihatkan empati atau rasa peduli terhadap rakyat yang menjadi korban dari pemilu Demokrasi, baik korban KPPS maupun korban kerusuhan 22 Mei. Malah pemerintah menuduh para peserta aksilah yang membuat rusuh, sehingga mereka di serang.
Namun, kita janganlah kaget dengan semua itu, karena dalam sistem Demokrasi yang merupakan anak dari sistem kapitalisme, selalu mengutamakan materi (jabatan). Sehingga akan menggilas apapun yang menjadi penghalang untuk mempertahankan kedudukannya, termasuk rakyatnya. Maka benarlah apa yang dikatakan oleh Bapak Fadli Zon, bahwa nyawa di Indonesia sepertinya murah dan sambil lalu saja. Kemudian dibahas kemudian tidak ada pertanggungjawaban.(https://wow.tribunnews.com, 24/5/2019).
Rakyat dibutuhkan hanya saat pemilu itu pun hanya suaranya. Akan tetapi suara rakyat juga, ternyata tidak menentukan hasil pemilu, tetapi yang menentukan hasil pemilu adalah orang- orang yang menghitung suara. ini adalah pernyataan dari Joseph Stalin, pemimpin Uni Soviet. Meski sudah lama dinyatakan tetapi saat ini sudah terjadi, khususnya di Indonesia. Pemilu hanya sebatas sampul saja, agar disebut bahwa negara kita melaksanakan demokrasi
Kita rakyat Indonesia seharusnya sudah sadar, bahwa sistem buatan manusia itu tidak akan mampu memberikan kesejahteraan. Karena pemimpin terpilih merupakan hasil kongkalingkong penguasa dan pengusaha. Apalagi calon pemimpin tersebut sudah tekan kontrak dengan pengusaha, sehingga ia akan berusaha untuk mendapatkan jabatan tersebut.
Sistem yang mampu memberikan kesejahteraan pada umat adalah sistem Islam. Karena sistem Islam bukan buatan manusia, tetapi sistem Islam adalah buatan sang pencipta yaitu, Allah SWT. Allah SWT yang mampu memahami makhluknya. Kita juga jangan mau ditakut-takuti oleh orang-orang liberal meskipun ia bergelar ustadzh, ustadazah, kiayi. Meskipun mereka bergelar Islam, akan tetapi pemahamannya sudah bercampur dengan pemahaman liberal.
Umat jangan percaya dengan nada-nada sumbang dari pemikir liberal yang mengatakan, jika Khilafah tegak maka Indonesia akan hancur. Jika umat takut maka Islam tidak akan bangkit. Rakyat harus yakin bahwa yang membuat Indonesia hancur bukanlah Khilafah. Yang membuat Indonesia hancur adalah Demokrasi. Buktinya sekarang paska pengumuman hasil pemilu banyak daerah yang mengajukan referendum (memisahkan diri dari Indonesia).
Daerah yang ingin memisahkan diri misalnya, Aceh dan sempat beredar juga bahwa SUMBAR juga akan mengajukan referendum. (TribunJambi.com, 29/5/2019). Ternyata yang memecah belah Indonesia bukanlah Khilafah tetapi sistem Demokrasi. Jika kita melihat kebelakang, pisahnya Timor Leste dan Irian Jaya dari Indonesia, apakah itu karena Khilafah?.
Maka dari itu buanglah anggapan bahwa Khilafah pemecah belah bangsa Indonesia. Isilah pemahaman kita bahwa itu Khilafah akan mewujudkan Rahmatan lil ‘Alamin, sehingga kita tidak takut lagi untuk menyuarakan dan mendakwahkan keseluruh rakyat Indonesia khususnya.
Khilafah akan menerapkan aturan Islam secara sempurna dalam semua lini kehidupan. Salah satunya masalah politik. Tidak akan ada yang suap-menyuap untuk mendapatkan jabatan. sehingga ketika terpilih semata-mata menjalankan perintah Allah SWT dan melayani rakyat dengan ikhlas.
“Wallahu ‘alam Bishowab”