Banjir Sultra, Cukup Sekali Ini Saja!


sumber gambar :google


Ummu Zhafran

(penulis lepas)


Barangkali di sana ada jawabnya

Mengapa di tanahku terjadi bencana

Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita

Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa

Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita

Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang (Ebiet.G. Ade, komposer)


Belum lama keriaan usai raya Idul Fitri musibah datang menghampiri.  Banjir bandang datang tanpa diundang.  Hujan deras yang mengguyur wilayah Sulawesi Tenggara (Sultra) sejak Sabtu (1/6/2019), menyebabkan 4 kabupaten terendam banjir, antara lain Kolaka Timur, Konawe Utara, Konawe, dan Konawe Selatan.  (liputan6.com, 10/6/2019).

Banjir menerjang wilayah pemukiman, pertanian dan fasilitas publik yang berada di wilayah rendah. Termasuk dampak dari banjir tersebut yakni terputusnya Jembatan Ameroro, sehingga memutuskan akses dari ibukota Konawe, Unaaha, menuju arah Kabupaten Kolaka dan Kolaka Timur.


"Bahkan, di Desa Ameroro terdapat dua unit rumah yang hanyut terseret arus banjir," kata   Kepala Seksi Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Konawe, Rodi  yang dilansir Antara (10/6/2019).


Duka mereka yang menjadi korban jelas duka kita semua.  Siapa nyana euforia  mudik yang menjadi tradisi lebaran berujung lara.  Aura kesedihan pun mencekam seantero bumi Anoa.  


Namun di balik musibah harus ada pelajaran yang terpetik agar tak sampai terulang adanya.  Cukuplah kali ini saja.  Sebab bila kini banjir yang melanda entah esok lusa bencana apa yang kan menimpa.  Mengingat luasnya  kerusakan yang ditimbulkan dan sudah tentu lamanya waktu restorasi yang harus tersedia. 


Antara Musibah dan Manusia Punya Ulah

Dengan kacamata iman niscaya  segala musibah mutlak disandarkan pada takdir Yang Kuasa.   Namun tak jarang musibah datang bukan tanpa alasan.  Ada andil    tangan manusia di dalamnya.  Pun dalam tragedi ini.

  

Tak kurang Wakil Gubernur (Wagub) Sulawesi Tenggara (Sultra), Lukman Abunawas sendiri menengarai kegiatan pertambangan dan kerusakan lingkungan menjadi penyebab banjir bandang yang melumpuhkan kabupaten Konawe Utara (Konut).

 “Ini memang karena di sana banyak aktivitas penambangan dan juga karena lingkungan hidup yang sudah tidak tertata dengan baik. Sehingga itu menjadi salah satu penyebab banjir di sana,” kata Lukman. (zonasultra, 11/6/2019).


Analisa Pak Wagub jelas bukan tanpa dasar.  Berdasarkan data Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sultra, ada puluhan perusahaan tambang beroperasi di wilayah tersebut. Beberapa di antaranya, PT Elit Kharisma Utama yang berlokasi di Lasolo dan Langgikima. Luas area garapan mencapai 496 hektar. Ada juga PT Nusantara Konawe Nikel yang beroperasi di Lasolo dan Langgikima. Luas area garapan mencapai 373 hektar. PT Cipta Jaya Surya lebih luas lagi garapannya mencapai 3.029 hektar. Lokasinya di Molore dan Langgikima. Semua titik yang menjadi lokasi pertambangan terdampak banjir. 


Wajar bila tanggapan senada datang pula dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sultra.  Lembaga ini tak menampik adanya “kontribusi” perusahaan tambang dan perkebunan sawit sebagai penyebab terjadinya banjir di Konut. Sejak dulu, lembaga pegiat lingkungan ini mengingatkan pemerintah pusat, pemda, dan stakeholder terkait agar mencari solusi jangka panjang supaya bencana alam tidak terulang. Sayangnya tak mendapat tanggapan serius dari para pemangku kebijakan.  (zonasultra, 4/6/2019).


Mencermati realitas yang ada justru hal aneh bila tambang dialienasi dari penyebab banjir bandang ini.   Seakan logika dipaksa lumpuh tak berdaya di hadapan korporasi dan aktivitas tambang menambangnya. Padahal kenyataan  terbentang di depan mata menunjukkan sebaliknya.  


Terlebih bila menyimak apa  yang  disampaikan Direktur Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Melky Nahar. Menurut dia, krisis lingkungan akibat tambang tidak lepas dari praktik korup dalam proses perizinannya. Sebab, izin usaha pertambangan kerap kali digunakan sebagai "jualan" oleh para pejabat di daerah, termasuk kepala daerah. (tirto.id, 13/6/2019).


Lagi, duet birokrasi dan korporat menyanyikan kidung sumbangnya.  Ciri khas dari ideologi kapitalisme atau yang  nama lainnya ra’sumaliyah (yang di kepalanya hanya ada uang).  Sistem yang didasarkan pada asas kebebasan, meliputi kebebasan kepemilikan harta, kebebasan pengelolaan harta, dan kebebasan konsumsi. Sehingga penerapannya hanya bertumpu pada asas manfaat, semata  untung dan rugi. (Hamad Fahmi Thabib,     Hatmiyah Inhidam Ar-Ra’sumaliyah Al-Gharbiyah (Keniscayaan Runtuhnya Kapitalisme Barat,  Baitul Maqdis, Palestina)).

Bisnis tambang bisa tercakup dalam hal ini.  Selama dianggap menguntungkan, halal dikejar bahkan dimaksimalkan untuk meraihnya meski rusaknya alam jadi taruhan. Belum lagi korban yang kehilangan rumah dan pendapatan.


Butuh Solusi yang Menyelesaikan

Peliknya permasalahan tak berarti minus  harapan untuk miliki solusi.  Satu hal jelas, bertahan dengan kapitalisme hanya membuat persoalan tak henti berkelindan antara penguasa dan pengusaha.  Di antara kepentingan satu pihak dan yang lainnya.  Sedang kepentingan dan kemaslahatan rakyat jadi nomor ke sekian.  

Sangat jauh berbeda andai Islam diambil dan diterapkan.  Selain merupakan konsekuensi sebuah iman, Islam juga telah menetapkan seluruh alam semesta adalah milik Allah.  Termasuk kandungan barang tambangnya.  Firman Allah,

“Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.” (TQS Thaha:6)

Allah swt. kemudian menetapkan izin bagi publik secara umum untuk memilikinya.  Izin yang tidak diberikan pada pribadi, golongan maupun negara.  Rasul saw. bersabda,

“Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

 Olehnya itu negara dalam Islam  bertugas mengelola sumber daya alam tersebut dan mengembalikan hasilnya untuk kesejahteraan rakyat.  Sudah tentu tidak diperkenankan pihak mana pun untuk menjarahnya atau bahkan merusaknya.  Tegas hal itu dilarang dalam firman-Nya, 

 “Dan janganlah kalian membuat kerusakan di atas muka bumi setelah Allah memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut tidak diterima dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (TQS Al-A’raf: 56).

Semoga apa yang terjadi saat ini semakin membuka jalan bagi terbukanya pintu kesadaran umat.  Agar kembali mengkaji untuk selanjutnya meyakini  bahwa Islam datang dari Zat Yang Maha Pencipta juga Maha Baik aturan-Nya.  Mustahil zalim pada setiap makhluk-Nya.  Seperti yang diisyaratkan Allah  dalam kalam-Nya, 

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS Ar Ruum:41).  Wallaahu a’lam.






Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak