Agenda Umat Pasca Pemilu, Rekonstruksi Khilafah?


sumber gbr: google


Ruly Ummu Fawwaz

(penulis lepas)

Selasa (21/5/2019) dini hari,  Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Evi Novida Ginting telah mengumumkan Hasil rekapitulasi tingkat nasional Pilpres 2019 secara keseluruhan dari 34 provinsi dan 130 Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) menetapkan pasangan 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin memperoleh 85.607.362 suara atau 55,50%. Sedangkan pasangan 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno meraih 68.650.239 suara atau 44,50%. (www liputan6.com) 

Masyarakat pun beranggapan bahwa pilpres tahun ini banyak kecurangan, manipulasi data yang rentan dengan kebohongan dan semuanya bersifat terstruktur, sistematis dan masif.  Sehingga mendorong Masyarakat turun untuk Aksi masa tolak hasil pilpres 2019  di depan kantor Bawaslu RI  Rabu 22 Mei  lalu mencoba untuk menyampaikan kebenaran namun nyatanya tidak diterima dan bahkan ada beberapa kejadian yang membuat kita mengerti tentang bagaimana bobroknya sistem pertahanan demokrasi yang buruk ini.

Lantas, di mana arti demokrasi? Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Masihkah percaya pada demokrasi?Sudah dipastikan negeri penganut sistem Demokrasi ini sudah tidak sehat dan mati. Sistem yang digadang-gadang sebagai landasan keberhasilan suatu negara ini tidak pernah membuahkan hasil yang baik untuk negara itu sendiri bahkan masyarakatnya.

Demokrasi, Cacat Sejak Lahir

Demokrasi sejatinya sistem yang cacat sejak kelahirannya. Bahkan sistem ini juga dicaci-maki di negeri asalnya, Yunani. Aristoteles (348-322 SM) menyebut demokrasi sebagai Mobocracy atau the rule of the mob. Ia menggambarkan demokrasi sebagai sebuah sistem yang bobrok, karena sebagai pemerintahan yang dilakukan oleh massa, demokrasi rentan akan anarkisme.


Plato (472-347 SM) mengatakan bahwa liberalisasi adalah akar demokrasi, sekaligus biang petaka mengapa negara demokrasi akan gagal selama-lamanya. Plato dalam bukunya, The Republic, mengatakan, “.…they are free men; the city is full of freedom and liberty of speech, and men in it may do what they like”. (…mereka adalah orang-orang yang merdeka, negara penuh dengan kemerdekaan dan kebebasan berbicara, dan orang-orang didalamnya boleh melakukan apa yang disukainya). Orang-orang akan mengejar kemerdekaan dan kebebasan yang tidak terbatas. Akibatnya bencana bagi negara dan warganya. Setiap orang ingin mengatur diri sendiri dan berbuat sesuka hatinya sehingga timbullah bencana disebabkan berbagai tindakan kekerasan (violence), ketidaktertiban atau kekacauan (anarchy), tidak bermoral(licentiousness) dan ketidaksopanan (immodesty).


Karena itu, pada perkembangan Yunani, intrik para raja dan rakyat banyak sekali terjadi. Hak-hak rakyat tercampakkan, korupsi merajalela, dan demokrasi tidak mampu memberikan keamanan bagi rakyatnya. Hingga pemikir liberal dari Perancis Benjamin Constan (1767-1830) berkata: ”Demokrasi membawa kita menuju jalan yang menakutkan, yaitu kediktatoran parlemen.”


Jelaslah, demokrasi sistem yang rusak dan merusak, karena demokrasi merupakan buatan manusia. Akidahnya memisahkan agama dari kehidupan (sekular), kontradiksi dengan akidah Islam. Sistemnya juga menyalahi sistem Islam karena tidak  bersandar pada wahyu Allah SWT. Demokrasi hanya bersandar pada rakyat. Keburukan yang menonjol dari demokrasi adalah suara mayoritas dalam menentukan kebenaran. Jelas sekali demokrasi bertentangan dengan Islam  dalam QS al-An’am [6]: 116. 


وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ  


Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).  (QS al An’aam (6) :116) 



Lebih utama lagi Islam mengharamkan demokrasi karena tiga alasan.  Pertama: perekayasa ide demokrasi adalah negara-negara kafir Barat. Hal ini merupakan agresi ke Dunia Islam. Siapapun yang menerima dan mendorong demokrasi merupakan antek penjajah dan kroni penjajah serta menjadi penguasa boneka Barat.  Kedua: demokrasi merupakan pemikiran utopis, tidak layak diimplementasikan. Manakala suatu negara menerapkan demokrasi, mereka sering melakukan kebohongan, manipulasi dan rekayasa sehingga menyesatkan umat manusia, seperti dalam penyusunan hukum dan undang-undang. Ketiga: sistem demokrasi adalah sistem buatan manusia. Sistem tersebut disusun manusia untuk manusia. Pasalnya, manusia tidak bisa lepas dari kesalahan. Sesungguhnya hanya Allah yang terbebas dari kesalahan. Karena itu, hanya sistem dari Allah saja yang patut dianut. Dengan demikian demokrasi merupakan sistem kufur karena tidak bersumber dari syariah Islam.


Dalam kitab Mafahim Siyasiyah li Hizb at-Tahrir (2005) dijelaskan, demokrasi itu kufur bukan karena konsepnya bahwa rakyat menjadi sumber kekuasaan, melainkan karena konsepnya bahwa manusia berhak membuat hukum (kedaulatan di tangan rakyat). Kekufuran demokrasi dari segi konsep kedaulatan tersebut sangat jelas. Sebab, menurut ‘Aqidah Islam, yang berhak membuat hukum hanya Allah SWT, bukan manusia (QS al-An’am [6]: 57). Itulah titik kritis dalam demokrasi yang sungguh bertentangan secara frontal dengan Islam. Memberi hak kepada manusia untuk membuat hukum adalah suatu kekufuran (QS al-Ma’idah [5]: 44).


Khilafah Ajaran Islam

Alasan nyata mengganti demokrasi dengan Khilafah bukanlah isapan jempol. Praktik demokrasi dengan bersandar pada sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) menyisakan persolan. Pemimpin yang korup. Sistem yang berbelit. Bertumpu pada korporasi. Tak jarang penuh janji dan ilusi. Bahkan tak segan melakukan kebohongan pada rakyat. Serta menistakan rakyat sebagai pihak yang wajib diurusi. Belum lagi demokrasi digunakan sebagai alat intervensi politik oleh negara kapitalis demokrasi ke negeri kaum muslim. Intervensi melalui lembaga internasional. Sementara itu, rakyat dikibuli dengan lipstik demokrasi yang seolah elok.


Demokrasi tidak untuk umat Islam. Fakta sudah jelas, kegagalan FIS di Aljazair. Ikhwanul Muslimin di Mesir, dan Partai-partai Islam di Indonesia. Hal itu bisa menjadi contoh bahwa demokrasi hanya menjebak mereka. Mereka dihibur untuk bisa mewujudkan cita-cita di parlemen dan pemerintahan. Apa daya, mereka tak bisa berkutik hanya karena ancaman permanen, disintegrasi, dan koalisi yang ilusi. 

Kembali kepada Khilafah merupakan tuntutan iman dan panggilan seruan Allah. Sistem Khilafah inilah pernah diterapkan dari masa Rasulullah Saw hingga kekhilafah terkahir di Turki Utsmani. Sistem ini telah memberikan kemaslahatan bagi semua rakyat. Bahkan khilafah sebagai solusi untuk menepis keraguan umat selama ini. 

Untuk meninggalkan demokrasi menuju Khilafah, perlu ada langkah strategis. Langkah ini bersumber dari perbuatan Rasulullah Saw. Thoriqoh yang ditempuh, Langkah dakwah yang hukumnya wajib, Rasul melaksanakannya terus menerus, meskipun ada rintangan berat, Bersifat baku (tetap) dan Tidak berubah sepanjang masa.

1. Marhalah tatsqif watakwin.

o Tahap Pembinaan dan Pembentukan

o Pembinaan kader dakwah dan pembentukan kerangka gerakan

2. Marhalah tafa’ul walkifah.

o Tahap Interaksi dan Perjuangan

o Berinteraksi di tengah masyarakat dan melakukan perjuangan politik

o Melakukan thalabun nushroh

3. Marhalah tathbiq ahkamul Islam.

o TahapPenerapan Hukum-hukum Islam

o Menerapkan hukum Islam di dalam negeri dan mengemban dakwah dan jihad keluar negeri

Langkah praktisnya menegakan khilafah dengan amal jama’i oleh  sekelompok jamaah yang berjuang untuk melangsungkan kehidupan Islam dengan motode menegakan Khilafah dan mengembalikan pemerintahan beradasar dari syariah Allah.

Langkah teknis perubahan harus ada arah yang jelas. Harus ada konsep jelas dan kesadaran umat. Begitu pula ada dorongan dari kekuatan politik. Sehingga pemimpin sebagai lokomotif mampu menangkap sinyal yang diberikan dari kalangan bawah. Untuk menggeerakan lokomotif perubahan maka harus besar, benar, dan berkualitas. Hal itu ditandai dengan manajemen aman, efektif, efisien, barisan mutu, dan da’i yang berkualitas. Lokomitif ini didukung oleh kesadaran umat. Umat yang siap berjuang, rela berkorban, dan turut serta meraih target perubahan. Diperlukan pula dukungan dari kekuatan politik yang ada di tengah masyarakat. Kekuatan ini mendorong agar bermasyarakat dan bernegara diatur syari’ah. Ketika tiga komponen tadi sudah terakumulasi. Maka pengangkatan khalifah untuk memberikan amanah menerapkan syariah secara kaffah dalam kehidupan akan tercapai.

Hal yang tidak boleh dilupakan, dibalik semua itu ada kekuatan yang siap menyokong yaitu militer. Militer selama ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari umat. Karena hakikatnya, militer yang akan mengendalikan keamanan dan merekayasa sosial perubahan. Oleh karena itu, hendaknya militer diberikan pemahaman bahwa merekalah yang dapat menolong agama ini. Hal ini merupakan tanggung jawab mereka kepada Allah swt.


Khatimah

Upaya penegakan khilafah butuh upaya serius dari umat dan menjadikan metode dakwah rasul sebagai rule model perubahan hakiki bukan dengan kekerasan atau people power. Terus menumbuhkan kesadaran pentingnya penerapan islam kaffah oleh institusi khilafah adalah keharusan bagi setiap individu muslim. Bahkan semua kelompok-kelompok yang berjuang untuk kebangkitan islam dan kaum muslim. Wallahu a’lam.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak